Keaslian Penulisan Tinjauan Kepustakaan

perlindungan konsumen pada umumnya, hak konsumen atas peredaran makanan kadaluwarsa pada khususnya.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini didasarkan kepada ide, gagasan, maupun pemikiran penulis secara pribadi dari awal hingga akhir penyelesaian. Ide maupun gagasan yang timbul karena melihat keadaan yang berkembang mengenai bagaimana perlindungan terhadap konsumen atas beredarnya makanan kadaluwarsa yang terjadi dalam perdagangan bebas dan terjadi dengan semakin maraknya. Artinya tulisan ini bukanlah merupakan hasil ciptaan ataupun penggambaran dari karya orang lain. Oleh karena itu, keaslian dari penulisan ini terjamin adanya. Kalaupun ada terdapat judul skripsi yang terdahulu yang menyerupai yaitu yang berjudul “Tanggungjawab Swalayan Macan Yohan Akibat Perbuatan Menjual Produk Daluarsa Kepada Konsumen Ditinjau dari UU No 8 Tahun 1999”. Akan tetapi yang menjadi pembahasan dan penelitian dari judul skripsi ini sangatlah berbeda dan tidak ada kesamaan mengenai apa yang menjadi pembahasan utama dari skripsi ini. Kalaupun ada pendapat dan kutipan dari penulisan ini, hal tersebut merupakan semata-mata adalah sebagai faktor pendorong dan pelengkap dalam usaha menyusun dan menyelesaikan penulisan ini, karena hal ini memang sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan tulisan ini

E. Tinjauan Kepustakaan

Dalam memasuki era industrialisasi ini berbagai hal perlu mendapat perhatian yang lebih serius lagi, mulai dari penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas, penguasaan ilmu dan teknologi untuk mengantisipasi tuntutan akan Universitas Sumatera Utara barang danatau jasa yang berkualitas, banyak terjadi persaingan yang lebih ketat baik terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri sebagai akibat dari globalisasi dan perdagangan bebas. Sementara dibalik itu, kedudukan konsumen masih lemah. Pembangunan yang dilakukan membawa akibat sampingan yang kompleks yang memerlukan penanganan yang serius, khususnya masalah di dalam perlindungan konsumen. Kebutuhan hukum dan perkembangan kesadaran hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara senantiasa berkembang dinamis sejalan dengan perkembangan pembangunan di dalam segala bidang. Oleh karena itu, pembinaan hukum harus mampu mengarahkan dan menampung kebutuhan- kebutuhan hukum yang sesuai dengan tingkat kemajuan pembangunan di dalam segala bidang, sehingga tercapai ketertiban, keadilan, dan kepastian hukum yang mengarahkan kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kenyataan menunjukkan, beragam faktor penting yang menunjukkan lemahnya kedudukan konsumen. Menurut hasil penelitian Badan dan Pembinaan Hukum Nasional BPHN, faktor-faktor yang melemahkan konsumen adalah 12 1. Masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen akan haknya : 2. Belum terkondisinya masyarakat konsumen karena sebagai masyarakat belum tahu akan hak-hak dan kemana haknya disalurkan jika mendapatkan kesulitan atau kekurangan dari standar barang danatau jasa yang sewajarnya. 3. Belum terkondisinya masyarakat konsumen menjadi masyarakat yang mempunyai kemauan menuntut hak-haknya 4. Proses peradilan yang ruwet dan waktu yang berkepanjangan 5. Posisi konsumen yang lemah. Pada dasarnya jenis produk seperti pangan ataupun obat-obatan tidak termasuk produk yang dapat membahayakan, akan tetapi produk-produk seperti 12 Badan Hukum Pembinaan Hukum Nasional BPHN : Laporan Akhir Penelitian Perlindungan Konsumen Atas Kelalaian Produsen, Departemen Kehakiman RI, 1992, hal 70. Universitas Sumatera Utara ini merupakan produk-produk yang dapat dengan mudah tercemar sehingga mengandung racun, yang apabila lalai atau tidak berhati-hati dalam pembuatannya, atau bahkan dengan sengaja lalai untuk mengedarkan atau sengaja tidak menarik produk pangan yang sudah kadaluwarsa. Karena dalam sistem mekanisme yang demikian, produk yang sebenarnya bukan produk yang berbahaya, dapat saja membahayakan kesehatan dan keselamatan dari konsumen, sehingga diperlukan seperangkat peraturan yang membuat standar perlindungan hukum yang tinggi dalam proses dan distribusi produk. 13 Makanan yang kadaluarsa merupakan salah satu penyebab utama terjandinya keracunan. Selain membuat konsumen merasa pusing, diare, mual, sesak napas, dan kematian akibat keracunan, mengkonsumsi makanan yang sudah kadaluwarsa ini dalam waktu yang cukup lama juga dapat menyebabkan kanker. Maraknya kejadian keracunan makanan, sangat berkaitan erat penggunaan bahan baku yang tidak layak konsumsi. Pemilihan bahan baku yang baik merupakan salah satu kunci untuk menghindari kasus keracunan. 14 Betapa pun canggihnya proses produksi, tidak akan mampu menutupi buruknya kualitas bahan baku. Konsumen sebaiknya selalu mengingat pepatah yang berbunyi garbage in-garbage out, yang berarti bahan baku yang jelek akan menghasilkan bahan baku yang jelek juga. 15 13 Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak, Jakarta-FH UI Pascasarjana, 2004, hal 68 14 Zumrotin K. Susilo, Penyambung Lidah Konsumen, Diterbitkan atas kerja sama YLKI dengan Puspa Swara, Jakarta: April 1996, hal 22. 15 Ibid, hal 33. Universitas Sumatera Utara Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas dari suatu produk pangan adalah dengan mengamati waktu kadaluwarsa yang tercantum pada label kemasannya. Konsumen seharusnya dapat memilih produk pangan yang masih jauh dari batas kadaluwarsa, terutama untuk produk yang kemungkinan akan mengalami penyimpanan sebelum digunakan. Selain itu konsumen juga harus dengan cermat mengamati ciri-ciri fisik produk atau kemasannya. Penentuan batas kadaluwarsa dapat dilakukan dengan metode- metode tertentu. Penentuan batas kadaluwarsa dilakukan untuk menentukan umur simpan Shelf life produk. Penentuan umur simpan didasarkan atas faktor-faktor tersebut misalnya adalah keadaan alamiah sifat makanan, mekanisme berlangsung perubahan misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, serta kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan eksternal. Faktor lainnya adalah ukuran kemasan volume, kondisi atmosfer terutama suhu dan kelembaban, serta daya tahan kemasan selama transit dan sebelum digunakan terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau. Oleh karena itu pertanggung jawaban atas produk yang telah di perdangangkan ataupun yang telah didistribusikan ke masyarakat merupakan tanggung jawab dari produsen ataupun pelaku usaha, karena konsumen sebagai pihak akhir yang mengkonsumsi produk tersebut memiliki tingkat kesadaran yang rendah terhadap produk yang dikonsumsinya, dan yang menjadi hak dari konsumen adalah untuk mendapatkan keamanan yaitu konsumen berhak mendapatkan keamanan atas barang dan jasa yang ditawarkan kepadanya, produk Universitas Sumatera Utara barang dan atau jasa itu tidak boleh membahayakan jika dikonsumsi sehingga konsumen tidak dirugikan secara jasmani ataupun rohani. 16 Di pihak lain, bagi organisasi bisnis terutama industri makanan, jumlah konsumen yang banyak merupakan potensi pasar bagi berbagai produk makanan yang diproduksinya. Sektor swasta atau industri makanan perlu memahami kebiasaan dan perilaku makan konsumen, sehingga mereka mengetahui makanan apa yang seharusnya diproduksi dan dipasarkan kepada konsumen. Konsumen harus dilindungi dari berbagai makanan yang tidak aman dan merugikan konsumen 17 Akan tetapi, konsumen memiliki kemampuan yang terbatas dalam mengumpulkan dan mengolah informasi tentang makanan yang dikonsumsinya, sehingga mereka memiliki keterbatasan dalam menilai makanan dan sulit untuk menghindari resiko dari produk-produk yang tidak bermutu dan tidak aman bagi kesehatan. Akhirnya konsumen dengan senang dan tanpa sadar mengkonsumsi produk-produk makanan tersebut karena penampilan yang menarik dengan harga yang lebih murah. Padahal makanan tersebut dapat membahayakan bagi kesehatan. Mengacu pada sistem hukum yang dikembangkan Friedman tentang tanggung jawab produk terdapat tiga substansi hukum tanggung jawab produk yang menjadi dasar tuntutan ganti kerugian konsumen. Ketiga dasar tuntutan tersebut adalah tuntutan karena kelalaian negligence, tuntutan karena wanprestasi atau ingkar janji breach of warranty. Hal ini dilakukan karena . 16 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Op.cit hal.22. 17 Ujang Sumarwan,”Makalah Masalah Keamanan Pangan Dalam Pola Konsumsi Masyarakat Indonesia”, dalam percakapan tentang Pendidikan Konsumen dan Kurikulum Fakultas Hukum, Editor Yusuf Shofie, YLKI, 1998, hal ,74. Universitas Sumatera Utara secara alamiah kedudukan atau posisi konsumen tidak sama dengan produsen selaku pelaku usaha. Akan tetapi, di dalam Pasal 27 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dirumuskan bahwa pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila : 18 1. Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau dimaksudkan tidak diedarkan 2. Cacat timbul akibat tidak ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang 3. Kelalaian yang diakibatkan konsumen 4. Lewatnya jangka waktu penuntutan 4empat tahun sejak barang dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan 5. Cacat timbul dikemudian hari. Hukum perlindungan konsumen tidak dapat berdiri sendiri sebagai suatu sistem tetapi harus terintegrasi juga kedalam suatu sistem perekonomian, yang di dalamnya terlibat juga pelaku usaha. Sistem perekonomian yang semakin kompleks berdampak pada perubahan konstruksi hukum dalam hubungan antara produsen dan konsumen. Perubahan konstruksi hukum diawali dengan perubahan paradigma hubungan antara konsumen dan produsen. Hubungan yang semula dibangun diatas prinsip caveat emptor yang menekankan konsumen haruslah berhati-hati dalam melakukan transaksi dengan produsen, berubah menjadi prinsip caveat venditor yang menekankan kesadaran produsen untuk melindungi konsumen. 19 Ketidak seimbangan posisi ini sangat perlu dikompensasi dengan berbagai upaya, baik melalui gerakan perlindungan konsumen, perangkat kelembagaan, dan 18 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindugan Konsumen, Jakarta:Sinar Grafika, 2009 hal.172. 19 Inosentius Samsul, Op.cit, hal, 4. Universitas Sumatera Utara hukum maupun berbagai upaya lain agar konsumen bisa mengkonsumsi barang danatau jasa, khususnya pangan yang diinginkan secara aman. Perlindungan untuk sejumlah besar konsumen di dalam usaha produksi pangan seperti ini merupakan keharusan, karena perkembangan ekonomi dan industri yang maju membawa implikasi lain yang bersifat negatif. 20 Pemerintah wajib memikirkan berbagai kewajiban yang arahnya adalah untuk melindungi masyarakat sebagai konsumen dalam upaya untuk melindungi konsumen dari situasi tersebut. Penjabaran mengenai hak-hak konsumen melalui undang-undang Khususnya di Indonesia, merupakan bagian dari implementasi sebagai suatu negara kesejahteraan, karena Undang-Undang Dasar 1945 beserta amandemennya di samping sebagai konstitusi politik juga disebut sebagai konstitusi ekonomi, yaitu konstitusi yang mengandung ide negara kesejahteraan yang tumbuh berkembang karena pengaruh sosialisme sejak abad ke-19. Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menetapkan 9 Sembilan hak konsumen, sebagai penjabaran dari pasal-pasal yang bercirikan negara kesejahteraan, yaitu Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 33 Undang Undang Republik Indonesia. 21 Dengan demikian, perlindungan hukum terhadap konsumen yang diberikan negara haruslah segera dapat diimplementasikan dalam kerangka kehidupan ekonomi. Hal ini penting, mengingat bahwa perlindungan konsumen haruslah menjadi salah satu perhatian yang utama karena berkaitan erat dengan kesehatan dan keselamatan masyarakat sebagai konsumen. 20 Didik J.Rachbini dalam Zamrotin, Ibid, hal, ix. 21 Inosentius Samsul ,Op.cit, Hal, 7. Universitas Sumatera Utara

F. Metode Penelitian