kerugian yang dikabulkan hanya terbatas pada penggantian biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak ketiga termasuk saksi korban yang dirugikan.
Namun setelah berlakunya UUPK, paradigma dan peraturannya berubah. Dengan paradigma baru ini, tanpa diajukannya tuntutan ganti kerugian oleh saksi
korban danatau pihak ketiga lainnya yang dirugikan akibat tindak pidana di bidang perlindungan konsumen, Penuntut Umum ketika mengajukan tuntutan
pidana dipersidangan dapat mengajukan tuntutan hukuman tambahan berupa pembayaran ganti rugi. Hal ini juga termuat jelas dalam Pasal 63 huruf c UUPK.
Konsekuensi lainnya adalah dalam mengartikan perbuatan melawan hukum wederrechtelijke daad di lapangan hukum pidana tidak seluas di hukum
perdata. Dalam hukum pidana, upaya konsumen sangat terbatas untuk menuntut hak-haknya jika belum ada peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan
sandaran. Dengan demikian, kembali pihak konsumen ditempatkan pada posisi yang tidak menguntungkan.
3. Tanggung Jawab Secara Ketentuan Hukum Administrasi Negara
Seperti halnya tanggung jawab secara hukum pidana, hukum administrasi negara merupakan instrumen dari hukum publik yang penting di dalam
perlindungan konsumen. Hal ini dikarenakan sanksi-sanksi secara perdata dan pidana sering sekali kurang efektif apabila tidak disertai dengan sanksi
administratif. Sanksi administratif ini ditujukan kepada pelaku usaha, baik produsen maupun pelaku usaha lain yang mendistribusikan produknya.
Universitas Sumatera Utara
Pada awalnya sanksi administraftif dikonotasikan sebagai pencabutan sepihak ijin yang diberikan oleh pemerintah kepada pelaku usaha. Dalam Pasal 60
UUPK, bentuk sanksi administratif telah diperluas, yakni dapat berbentuk penetapan ganti rugi.
Pencabutan ijin hanya bertujuan menghentikan proses produksi dan produsenpenyalur, produksi disini diartikan dalam arti yang luas, dapat berupa
barang danatau jasa. Dengan demikian maka secara tidak langsung maka akan mencegah lebih banyak lagi korban konsumen yang dirugikan
115
Sanksi administrasi ini lebih efektif dibandingkan dengan sanksi perdata dan pidana, hal ini disebabkan oleh pelaksanaan dari sanksi administarsi ini
diterapkan secara langsung dan sepihak. Dikatakan demikian karena penguasa sebagai pihak pemberi ijin tidak perlu meminta persetujuan terlebih dahulu dan
dari pihak manapun, kalaupun dibutuhkan persetujuan maka pemerintah akan meminta pendapat dari instansi-instansi pemerintah yang terkait mengenai hal
tersebut. Sanksi administartif ini juga tidak perlu melalui proses pengadilan, akan tetapi bagi pihak yang terkena sanksi ini dibuka kesempatan untuk membela diri,
. Campur tangan dari administrator negara baiknya harus dilatarbelakangi oleh adanya itikad
baik untuk melindungi masyarakat luas dari bahaya, pengertian bahaya yang dimaksud dalam hal ini adalah berkaitan dengan kesahatan dan jiwa dari
konsumen. Oleh karena itu, sejak prakemerdekaan peraturan tentang produk makanan, obat-obatan, dan zat-zat kimia diawasi secara ketat.
115
Shidarta, Op.cit, hal 118
Universitas Sumatera Utara
yaitu dengan mengajukan kasus tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara, maka dari itu sanksi tersebut di jatuhkan terlebih dahulu sehingga dapat berlaku efektif.
Sanksi perdata danatau pidana sering sekali tidak memberikan efek jera bagi para pelaku, hal ini disebabkan oleh nilai ganti rugi dan pidananya yang
dijatuhkan tidak seberapa apabila dibandingkan dengan keuntungan yang didapatkan oleh pelaku usahaprodusen dari tindakan negatif tersebut. Mekanisme
penjatuhan putusan itu biasanya juga berbelit-belit dan membutuhkan proses yang lama, sehingga konsumen menjadi tidak sabar. Untuk gugatan secara perdata
konsumen juga dihadapkan pada posisi tawar menawar yang tidak selalu menguntungkan dibandingkan dengan pelaku usahaprodusen.
Walaupun secara teoritis instrumen Hukum Administrasi Negara ini cukup efektif, akan tetapi tetap ditemukan kendala dalam penerapannya, contohnya
adalah ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang no 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, sanksi terhadap perusahaan-perusahaan
yang mencemari lingkungan masih sangat jarang dilakukan, bahkan dalam kasus- kasus tertentu seperti pencemaran yang dilakukan oleh PT. Inti Indorayon di
Sumatera Utara, pemerintah masih mengandalkan inisiatif konsumen untuk mempermasalahkannya, pemerintah tampaknya menjadikan sanksi administratif
ini sebagai ultinum remedium, karena dikaitkan dengan pertimbangan tenaga kerja dan perpajakan. Kedua hal ini seharusnya tidak menjadi alas an pemaaf bagi
Universitas Sumatera Utara
pengusaha yang merugikan konsumen tersebut, sepanjang didukung oleh bukti- bukti yang cukup.
116
B. Penyelesaian Sengketa Konsumen Makanan Kadaluwarsa