Pelaku usaha juga memberikan informasi yang benar dan jujur kepada konsumen dan memeriksa hasil produksinya secara pro-aktif, karena upaya yang
dilakukan untuk melindungi konsumen tidak hanya datang dari pihak konsumen yang harus kritis dan tanggap terhadap produk makanan yang dikonsumsinya
tetapi juga dari pihak pelaku usahaataupun produsen yang tidak merugikan kesehatan konsumen dengan mempertahankan konsistensi keberadaan usaha
makanan yang dimilikinya.
3. Penggenaan Sanksi Bagi Pelaku Usaha Yang Melakukan Pelanggaran
Pengaturan mengenai sanksi-sanksi yang dapat diberikan kepada pelaku usaha dikarenakan pelaku usaha tersebut telah melanggar ketentuan yang telah
ditetapkan di dalam bab XIII Undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang dimulai dari pasal 60 sampai dengan pasal 63,
sanksi-sanksi tersebut terdiri dari :
87
a. Sanksi administratif
Mengenai sanksi administratif diatur dalam suatu pasal dalam Undang- Undang No 8 Tahun 1999 yaitu di dalam pasal 60 mengenai sanksi administratif.
Pemberian sanksi ini berdasarkan dengan pasal 60 UUPK ini merupakan suatu hak khusus yang diberikan oleh UUPK kepada Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen BPSK atas tugas danatau kewenangan yang diberikan oleh Undang- Undang tentang Perlindungan Konsumen UUPK untuk menyelesaikan
persengketaan konsumen di luar pengadilan.
87
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani,Hukum Tentang Perlindungan Konsumen Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,2003, hal 84
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan ketentuan dalam pasal 60 ayat 2 Jo pasal 60 ayat 1 Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen UUPK sanksi administratif
yang dapat dijatuhkan oleh BPSK adalah berupa penetapan ganti rugi sampai setinggi-tingginya Rp.200.000.000 dua ratus juta rupiah terhadap para pelaku
usaha yang melakukan pelanggaran terhadap :
88
1 Tidak dilaksanakannya pemberian ganti rugi oleh pelaku usaha kepada
konsumen, dalam bentuk pengembalian uang atau pengembalian barang danatau jasa yang sejenis, maupun perawatan
kesehatanataupun pemberian santunan atas kerugian yang diderita oleh konsumen
2 Terjadinya kerugian sebagai akibat kegiatan produksi makanan yang
dilakukan oleh pelaku usaha makanan 3
Pelaku usaha yang tidak dapat menyediakan fasilitas jaminan purna jual, baik dalam bentuk suku cadang maupun pemeliharaan, serta
pemberian jaminanatau garansi yang telah ditetapkan sebelumnya, baik berlaku terhadap pelaku usaha yang memperdagangkan barang
danatau jasanya.
Akan tetapi, selama ini pemahaman mengenai sanksi administratif yaitu tertuju pada sanksi yang berupa pencabutan izin usaha ataupun hal-hal yang
sejenisnya, karena di dalam praktek di lingkungan peradilan umum dalam hal menemukan adanya pelanggaran maka dalam putusannya memerintahkan instansi
penerbit izin untuk melakukan pencabutan izin usaha dari pihak pelaku usaha yang bersangkutan. Apabila melihat pasal 60 UUPK tersebut dinyatakan bahwa
BPSK berwenang sanksi administratif, tetapi dikarenakan BPSK tidak memlilik untuk melakukan hal tersebut karena BPSK bukanlah menerupakan instansi
penerbit izin, maka ada baiknya penyebutan istilah yang lebih tepat adalah dengan menggunakan istilah sanksi perdata.
89
88
Ibid, hal 85
89
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit, hal 274
Hal ini ditunjukan dengan angka
Universitas Sumatera Utara
Rp.200.000.000 dua ratus juta rupiah dan juga Pasal 19 ayat 2 ayat 3, Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26. Pasal-pasal tersebut adalah pasal yang menuntut
tanggung jawab pembayaran ganti rugi akibat mengkonsumsi barang danatau jasa yang dihasilkan ataupun diperdagangkan oleh pelaku usaha.
b. Sanksi Pidana Pokok
Sanksi pidana pokok adalah sanksi yang dapat dikenakan dan dijatuhkan oleh pengadilan atas tuntutan jaksa penuntut umum terhadap pelanggaran yang
dilakukan oleh pelaku usaha. Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen memungkinkan dilakukannya penuntutan pidana terhadap pelaku usaha. Hal ini
terdapat dalam Pasal 62 Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen yang menentukan bahwa pelaku usaha melakukan pelanggaran terhadap :
1 Pasal 8 mengenai barang danatau jasa yang tidak memenuhi
standar mutu yang telah ditetapkan. 2
Pasal 9 dan Pasal 10 mengenai informasi yang tidak benar 3
Pasal 13 ayat 2 mengenai penawaran obat-obatan dan hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan.
4 Pasal 17 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf c dan huruf e mengenai
iklan yang memuat informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan ataupun menyesatkan.
Hal- hal inilah yang dapat dikanakan sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun atau pidana denda sebanyak Rp.2.000.000.000 dua
milyar rupiah. Pelanggaran yang juga dapat dipidana yaitu pelanggaran yang
mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap ataupun kematian, maka akan diberlakukan ketentuan secara umum.
Universitas Sumatera Utara
d. Sanksi Pidana Tambahan
Berdasarkan ketentuan yang terdapat di dalam pasal 63 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memungkinkan diberikan
sanksi-sanksi pidana tambahan di luar sanksi-sanksi pidana pokok yang dapat dijatuhkan berdasarkan ketentuan Pasal 63 Undang-Undang Tahun 1999 tentang
Perlindungan, sanksi-sanksi pidana tambahan yang dapat dijatuhkan berupa : 1
Perampasan barang tertentu 2
Pengumuman keputusan hakim 3
Pembayaran ganti rugi 4
Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen.
5 Kewajiban penarikan barang dari peredaran
6 Pencabutan izin usaha
C. Pembinaan dan Pengawasan Peredaran Makanan Kadaluwarsa 1. Pembinaan dan Pengawasan Oleh Kementrian Perdagangan
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa tugas pembinaan dan pengawasan mengenai perlindungan konsumen dilaksanakan oleh menteri
danatau menteri teknis-teknis terkait sesuai dengan bidang dan tugasnya masing- masing.
90
Maka dari itu, Kementrian Perdagangan yang berada di bawah pimpinan Menteri Perdagangan memegang peranan yang sangat strategis dalam memimpin
Dalam melaksanakan tugas-tugasnya tersebut menteri danatau menteri teknis terkait dikoordinasikan oleh menteri yang ruang lingkup tugasnya dan
tanggung jawabnya meliputi bidang perdagangan sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 13 Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen.
90
Kerjasama ini tertuang dalam Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Penerangan Republik Indonesia No 252men.KesSKBVII80 dan No 122Kepmen.Pen1980
tentang pengendalian dan pengawasan iklan obat, makanan, kosmetika dan alat kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
dan mengkoordinasikan tugas-tugas pembinaan dan pengawasan mengenai perlindungan konsumen bersama-sama dengan menteri-menteri teknis terkait,
misalnya Menteri Perindustrian, Menteri Kesehatan, Menteri Komunikasi dan Informasi, Menteri Perhubungan dan lain-lainya yang bidang dan tugasnya
berhubungan dengan kepentingan dari konsumen. Sebagai badan yang memiliki peranan yang sangat strategis dalam rangak
upaya untuk melaksanakan perlindungan konsumen, Kementrian Perdagangan memiliki badan khusus yaitu Direktorat Perlindungan Konsumen yang
membawahi beberapa sub Direktorat subdit, lainnya yaitu :
91
a. Subdit, Bimbingan Kelembagaan
b. Subdit,Bimbingan Konsumen
c. Subdit,Bimbingan Pelaku usaha
d. Subdit, Pengaduan Konsumen
e. Subdit, Kerjasama
Masing-masing dari subdit tersebut mempunyai tugas sebagai penjabaran lebih lanjut dari kebijakan operasional direktorat perlindungan konsumen dan
melakukan pelaksanaanya yaitu meliputi :
92
a. Bimbingan dan Edukasi kepada Konsumen
b. Pembinaan kepada Pelaku Usaha
c. Pengembangan Kelembagaan Perlindungan Konsumen
d. Koordinasi dengan lembaga terkait
e. Pelayanan pengaduan konsumen
f. Penyusunan pedoman dan peraturan
Penetapan dari tugas masing-masing subdit tersebut telah mengakomodasi dari peran dan tugas Departemen Perdagangan sebagai regulator, fungsi
bimbingan dan advokasi konsumen dan pelaku usaha, fungsi koordinasi antar
91
Brosur Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, Direktorat Perlindungan Konsumen Direktorat Jendral Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perindustrian Perdagangan sekarang
berubah menjadi Departemen Perdagangan Republik Indonesia
92
Ibid
Universitas Sumatera Utara
lembaga, sehingga dapat menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasan dengan baik.
Departemen perdagangan melakukan pengawasan terhadap produk yang beredar di pasaran untuk memenuhi standar mutu dan pencantuman label yang
sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan oleh instansi terkait. Pengawasan juga dilakukan terhadap produk yang beredar di pasaran yang memuat pernyataan
tidak benar ataupun mengelabui konsumen seperti seolah-olah produk tersebut dalam keadaan baik ataupun tidak rusak dan seolah-olah produk tersebut tidak
memiliki cacat yang tersembunyi. Kewenangan untuk melakukan pengawasan atas barang ataupun jasa yang
beredar di pasar oleh menteri dilimpahkan kepada gubernur untuk melaksanakan koordinasi dalam pelaksanaan pengawasan atas barang danatau jasa yang beredar
di pasar daerah provinsi sesuai dengan wilayah kerjanya,dan gubernur dan bupatiataupun walikota dalam melaksanakan tugas pengawasan melimpahkan
kewenangannya kepada kepala unit kerja yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang perdagangan.
93
Pengawasan dilakukan secara berkala terhadap produk danatau jasa yang beredar di pasar dalam memenuhi standar mutu dilakukan dengan cara
pengambilan sampel produk melalui pembelian produk di pasar secara purposive dan sampel tersebut diuji oleh lembagalaboratorium uji terakreditasi atau ditunjuk
oleh menteri selain melakukan hal tersebut cara pengawasan yang lain dilakukan adalah dengan pengamatan secara kasat mata terhadap keterangan yang tercantum
93
Pasal 14, Keputusan Menteri Perdagangan No 634MPPKep92002 mengenai ketentuan dan tata cara pengawasan barang dan atau jasa yang beredar di pasar.
Universitas Sumatera Utara
pada label sesuai dengan ketentuan yangberlaku dan memastikan kebenaran antara keterangan yang tercantum pada label dengan keadaan produk.
94
2. Pengawasan Yang Dilakukan Oleh Kementrian Kesehatan