BAB II PENGATURAN MENGENAI MAKANAN KADARLUWARSA DAN
AKIBAT MENGKONSUMSI MAKANAN KADARLUWARSA
A. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha
Hukum perlindungan konsumen selalu berhubungan dan berinteraksi
dengan berbagai bidang dan cabang hukum lainnya, karena pada tiap bidang dan cabang hukum itu senantiasa terdapat pihak yang berpredikat sebagai konsumen.
30
Didalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah konsumen sebagai defenisi yuridis formal ditemukan pada Undang-Undang No 8 Tahun
1999 tentang perlindungan konsumen UUPK yang menyatakan bahwa konsumen adalah “setiap orang pemakai barang danatau jasa yang tersedia
didalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”
31
Seperti yang terdapat didalam Pasal 1 butir 2 UUPK, dialam pasal tersebut tidak ada menyebutkan kata pembeli, yang dipergunakan adalah pemakai,
. Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer Inggris-Amerika, atau consumentkonsument
Belanda. Pengertian dari consumer atau consument itu tergantung dari posisi mana ia berada. Istilah lain yang agak dekat dengan konsumen adalah “pembeli”.
Istilah ini dapat dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, akan tetapi pengertian konsumen secara hukum tidak hanya terbatas kepada pembeli.
30
Edward Cahn, “ Law in The Consumer Perspektif “, University of Pennylvania Law Review , no 112 1963, hal, 1-27.
31
Pasal 1 Angka 2 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
pengertian pemakai didalam defenisi tersebut menunjukkan bahwa barang danatau jasa dalam rumusan pengertian konsumen tidak harus sebagai hasil dari
transaksi. Dengan demikian, hubungan konsumen dengan pelaku usaha tidak terbatas
hanya berdasarkan hubungan transaksi jual beli saja, melainkan lebih dari pada hal tersebut dapat disebut sebagai konsumen. Karena seseorang tersebut tidak
hanya sekedar sebagai pembeli, walaupun tidak sebagai pembeli atau tidak ada hubungan kontraktual dengan pihak pelaku usaha dari kontrak tersebut, seseorang
tersebut sebagai konsumen dapat melakukan klaim atas kerugian yang diderita dari pemakaian produk tersebut, maka jelaslah bahwa konsumen tidak sebatas
pada transaksi jual beli saja, akan tetapi setiap orang perorangan, badan atau kegiatan usaha yang mengkonsumsi ataupun memakai suatu produk.
Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius dan para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai, pemakai produk terakhir dari
benda dan jasa.
32
Dengan rumusan itu, Hondius ingin membedakan antara konsumen bukan pemakai terakhir konsumen antara dan konsumen pemakai
terakhir. Konsumen dalam arti luas mencakup kedua kriteria itu, sedangkan konsumen dalam arti sempit hanya mengacu pada konsumen pemakai terakhir.
33
32
E.H. Hondius, “ Konsumentenrecht “, dalam Shidarta, Op.cit, halaman 2.
33
UUPK menggunakan 3 istilah,yaitu pemakai, pengguna dan pemanfaat barang danjasa, namun tidak memberikan penjelasan siapa yang pemakai, pengguna dan penmanfaat,
sehingga membingungkan pemakaiannya. Pada waktu undang- undang ini diproses, tim ahli dari DPR mengusulkan kata “ pemakai” digunakan untuk pemakaian barang – barang seperti sandang,
pangan, papan yang tidak mengandung listrik atau elektronik. Kata “pengguna” untuk yang pemakai barang – barang listrik dan elektronik, seperti kompter, televise, radio, sedangkan
“pemanfaat” diartikan sebagai mereka yang memanfaatkan jasa, seperti jasa angkutan, jasa kedokteran, advokat, dan lainnya.Dalam www. Pemantauperadilan.comdetil.php=149tipe
Universitas Sumatera Utara
Untuk menghindari kerancuan pemakaian istilah konsumen yang mengaburkan dari maksud yang sesungguhnya, pengertian konsumen dapat terdiri
dari 3 pengertian, yaitu :
34
1. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa
digunakan untuk tujuan tertentu. 2.
Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang danatau jasa untuk dipergunakan dengan tujuan membuat barang
danatau jasa lain atau untuk diperdagangkantujuan komersil.
3. Konsumen akhir adalah setiap orang alami yang mendapat dan
menggunakan barang danatau jasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga danatau rumah tangga dan tidak untuk
diperdagangkan kembali nonkomersial.
Bagi konsumen antara barang danatau jasa itu adalah barang atau jasa
kapital, berupa bahan baku, bahan penolong atau komponen dari produk lain yang akan diproduksinya produsen. Sedangkan distributor atau pedagang merupakan
penjual menjual produk yang setengah jadi atau produk jadi yang dijadikan sebagai mata dagangannya. Konsumen antara ini mendapatkan barang atau jasa
tersebut di pasar industri ataupun pasar produsen.
35
Sedangkan bagi konsumen akhir, barang danatau jasa itu jasa itu adalah barang atau jasa konsumen, yaitu barang atau jasa yang biasanya digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga atau rumah tangganya produk konsumen. Barang atau jasa konsumen ini umumnya diperoleh di pasar-pasar
konsumen, dan terdiri dari barang atau jasa yang umumnya digunakan di dalam rumah tangga masyarakat.
36
34
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Jakarta : Kencana Premedia Group, 2008, Hal 62.
35
Az.Nasution,Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar Jakarta : Diadit Media, 2002, hal 14
36
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Unsur untuk membuat barang dan jasa lain ataupun untuk diperdagangkan kembali merupakan pembeda pokok, antara konsumen-antara produk kapital dan
konsumen-akhir produk konsumen,yaitu terdapat pada penggunaannya bagi konsumen akhir adalah untuk dirinya sendiri, keluarga atau rumah tangganya.
Unsur inilah, yang pada dasarnya merupakan beda kepentingan dari masing- masing konsumen. Penggunaan sesuatu produk untuk keperluan atau tujuan
tertentu merupakan tolak ukur dalam menentukan perlindungan yang diperlukan. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bagi konsumen antara yang
sebenarnya adalah pengusaha atau pelaku usaha, kepentingan mereka dalam menjalankan usaha atau profesi mereka tidak terganggu oleh perbuatan- perbuatan
persaingan yang tidak wajar, penguasaan pasar secara monopoli, oligopoli, dan yang sejenisnya dengan itu. Mereka memerlukan kaidah- kaidah hukum yang
dapat mencegah perbuatan- perbuatan tidak jujur dalam bisnis, disebabkan adanya dominasi pasar dengan berbagai praktik bisnis yang dapat merugikan mereka
sebagai pengusaha. Agar dunia usaha dapat tumbuh serta berkembang secara sehat dan benar sehingga tercipta iklim persaingan usaha serta terhindar dari pemusatan
kekuatan ekonomi pada perorangan atau kelompok tertentu, antara lain dalam praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang merugikan masyarakat
yang bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial.
37
Pelaku usaha yang tidak memiliki kemampuan untuk bersaing dengan pelaku usaha yang kuat, kerap sekali berpikiran pendek dengan melahirkan
37
Rahayu Hartini, Hukum Komersial, Malang : UMM PERS, 2005, Hal, 179
Universitas Sumatera Utara
kebijakan-kebijakan yang tidak benar walaupun dengan mengorbankan konsumen.
38
Bagi konsumen akhir yang selanjutnya disebut sebagai konsumen, mereka memerlukan produk konsumen yang merupakan barang dan jasa yang aman bagi
kesehatan tubuh atau keamanan jiwa, serta pada umumnya untuk kesejahteraan keluarga ataupun rumah tangganya. Karena itu yang diperlukan adalah kaidah-
kaidah hukum yang menjamin syarat-syarat aman setiap produk konsumen bagi konsumsi manusia, dilengkapi dengan informasi yang benar, jujur, dan
bertanggung jawab.
39
Persoalan mengenai hubungan produsen atau pelaku usahah dengan konsumen biasanya dikaitkan dengan produk barang danatau jasa yang
dihasilkan oleh teknologi. Maka persoalan perlindungan konsumen sangatlah erat kaitannya dengan persoalan teknologi, khususnya teknologi informasi. Karena
dengan makin berkembangnya industri dan teknologi, yang berarti juga Karena pada umumnya konsumen tidak mengetahui dari bahan apa suatu
produk tersebut dibuat, bagaimana proses pembuatannya serta strategi pasar apa yang dijalankan untuk mendistribusikannya, maka kaidah hukumlah yang
dibutuhkan untuk melindungi posisi dari konsumen tersebut. Perlindungan tersebut sesungguhnya berfungsi untuk menyeimbangkan kedudukan dari
konsumen dan pelaku usaha, karena antara pelaku usaha dan konsumen itu saling berhubungan dan saling membutuhkan, maka dari itu seharusnya tidaklah saling
merugikan satu sama lain.
38
Dedi Harianto, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan Yang Menyesatkan, Bogor : Ghalia Indonesia, 2010, hal 10
39
Az. Nasution, Op.cit, hal 15
Universitas Sumatera Utara
memungkinkan semua masyarakat terlibat dengan masalah perlindungan konsumen. Selanjutnya, istilah konsumen yang digunakan dalam bab ini dan bab-
bab selanjutnya adalah konsumen dalam pengertian konsumen akhir.
40
Istilah pelaku usaha umumnya lebih dikenal dengan sebutan pengusaha. Pengusaha adalah “setiap orang atau badan usaha yang menjalankan usaha
memproduksi, menawarkan, menyampaikan atau mendistribusikan suatu produk kepada masyarakat luas selaku konsumen”. Pengusaha memiliki arti yang luas,
tidak semata-mata membicarakan pelaku usaha, tetapi juga pedagang perantara atau pengusaha.
41
Sedangan berdasarkan Pasal 1 ayat 3 UU NO 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, memberikan pengertian Pelaku Usaha, sebagai berikut
:
42
Penjelasan mengenai Pelaku Usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang dan
distributor. “Pelaku Usaha adalah setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam bidang ekonomi” .
43
40
Pasal 1 angka 2, Undang – Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
41
Mariam Darus, Perlindungan Konsumen dilihat dari Perjanjian Baku Standar, Kertas Kerja pada Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen, Jakarta :
Gramedia Pustaka, 1988, hal. 57.
42
Pasal 1 Angka 3 Undang- Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
43
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar ,Op.cit. 2002, hal 17.
Mengenai pengertian pelaku usaha dalam Pasal 1 angka 3 Undang- Undang Perlindungan Konsumen cukup luas karena meliputi grosir, leveransir,
dan pengecer. Cakupan luasnya mengenai pengertian pelaku usaha dalam UUPK
Universitas Sumatera Utara
tersebut memiliki persamaan dengan pengertian pelaku usaha dalam Masyarakat Eropa terutama negara Belanda, bahwa yang dapat dikualifikasi sebagai produsen
adalah pembuat produk jadi finished product, penghasilan bahan baku, pembuat suku cadang adalah setiap orang yang menunjukkan dirinya sebagai produsen
dengan cara mencantumkan namanya ataupun tanda pengenal tertentu yang dapat membedakan produk miliknya dengan produk lainnya, importir suatu produk
dengan maksud untuk diperjualbelikan, disewakan, disewagunakan leasing, ataupun bentuk ditribusi lain dalam transaksi perdagangan
44
44
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan konsumen Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010, hal, 9.
. Dengan demikian, produsen tidak hanya diartikan sebagai pihak pembuat
ataupun pabrik yang menghasilkan produk saja, tetapi juga mereka yang terkait dengan penyampaian atau perederan produk hingga sampai ke tangan konsumen.
Dengan kata lain, dalam hubungan perlindungan konsumen produsen diartikan secara luas sebagai contoh dalam hubungannya dengan produk makanan hasil
industri pangan olahan itu hingga sampai ketangan konsumen. Mereka itu adalah pabrik pembuat, distributor, eksportir atau importir dan pengecer baik yang
berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum . Sebagai penyelenggara kegiatan usaha, pelaku usaha adalah pihak yang bertanggung
jawab atas akibat- akibat negatif akibat kerugian yang ditimbulkan oleh usahanya terhadap pihak ketiga yaitu konsumen.
Universitas Sumatera Utara
B. Pengertian Makanan Kadarluwarsa dan Jenis-jenis Makanan Tidak Sehat