BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Zaman yang semakin berkembang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta cepatnya dalam mendapatkan suatu informasi di
segala bidang, membuat individu dihadapkan pada beberapa tuntutan untuk dapat menghadapi tantangan zaman. Tuntutan-tuntutan tersebut berupa kemampuan
menyesuaikan diri, bergerak dengan cepat serta mampu untuk mencari alternatif baru dalam proses pemecahan masalah, sehingga dalam mengantisipasi
perkembangan tersebut individu harus memiliki kemampuan dan kreativitas terhadap tantangan yang baru.
Guilford dalam Munandar, 2004 menyatakan kreativitas adalah suatu proses yang tercermin dalam kelancaran, kelenturan fleksibilitas dan originalitas
dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi mengembangkan, memperkaya, memperinci suatu gagasan. Pernyataan tersebut didukung oleh
Munandar 2004 yang memaparkan kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada.
Kreativitas sebagai salah satu kemampuan mental manusia yang dipandang sebagai sutau proses mengenai hal-hal baru yang bersifat unik, konkret maupun
abstrak, baik verbal maupun non verbal Hurlock, 1993. Kreativitas verbal dapat ditunjukkan dengan kemampuan berbahasa yang baik dan benar. Kemampuan
berbahasa digunakan untuk berkomunikasi sekaligus berpikir, sehingga antara
Universitas Sumatera Utara
penggunaan bahasa untuk berkomunikasi dengan pikiran terdapat kaitan yang erat dan tidak dapat dipisahkan Ayan, 2002.
Devito dalam Munandar, 1992 menyatakan kreativitas merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh setiap orang dengan tingkat yang berbeda-beda.
Tidak ada orang yang sama sekali tidak memiliki kreativitas. Setiap orang lahir dengan potensi kreatif dan potensi ini dapat dikembangkan, yang diperlukan
adalah bagaimana cara mengembangkan kreativitas tersebut. Pernyataan tersebut didukung oleh pernyatan Munandar 1992 bahwa kreativitas dapat dimiliki oleh
siapa saja dan di mana saja. Tidak bergantung pada usia, jenis kelamin, keadaan sosial-ekonomi, atau tingkat pendidikan tertentu. Tetapi meskipun setiap orang
mempunyai bakat kreatif, jika tidak dipupuk kreativitas tersebut tidak akan berkembang, sebaliknya pada orang yang dianggap memiliki bakat kreatif yang
terbatas, kreativitas dapat ditingkatkan. Pentingnya kreativitas untuk dikembangkan dan ditingkatkan pada
individu menurut Guiford dalam Munandar, 1999 adalah membuat individu lancar dan luwes dalam berpikir, mampu melihat suatu masalah dari berbagai
sudut pandang dan mampu melahirkan banyak gagasan. Individu dapat mewujudkan dirinya dengan berkreasi, dengan bersibuk diri secara kreatif juga
dapat memberikan kepuasan bagi individu serta kreativitaslah yang memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya.
Agar kreativitas dapat terwujud dengan baik pada anak didik tidak hanya dibutuhkan ketrampilan berpikir kreatif aptitude tetapi juga bersikap kreatif
non-aptitude traits. Guilford dalam Munandar, 1999 menambahkan ciri-ciri
Universitas Sumatera Utara
utama yang membedakan antara aptitude dan non-aptitude traits yang berhubungan dengan kreativitas. Aptitude ialah ciri-ciri yang berhubungan dengan
kognisi, proses berpikir yang meliputi kelancaran, kelenturan fleksibilitas dan originilitas dalam bepikir dan mengelaborasi mengembangkan, memperkaya,
memperinci suatu gagasan. Non-aptitude ialah ciri-ciri yang lebih berkaitan dengan sikap atau perasaan yang meliputi rasa ingin tahu, bersifat imajinatif,
merasa tertantang oleh kemajemukan, sifat berani mengambil resiko dan sifat menghargai. Aptitude dan non-aptitude traits diharapkan bisa berjalan bersamaan
sehingga kreativitas dapat terwujud dengan baik. Terwujudnya kreativitas juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:
1 faktor internal individu, faktor yang berasal dari dalam individu yang dapat mempengaruhi kreativitas, diantaranya sikap terbuka terhadap pengalaman dan
rangsangan dari luar atau dalam individu, evaluasi internal dimana kemampuan individu dalam menilai produk hasil ciptaan seseorang yang ditentukan oleh
dirinya sendiri, dan kemampuan untuk bermain dan mengadakan eksplorasi terhadap unsur-unsur, bentuk-bentuk, konsep atau membentuk kombinasi baru
dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya. 2 faktor eksternal lingkungan yaitu lingkungan yang memberikan dukungan dan kebebasan bagi individu.
Lingkungan dalam arti sempit yaitu keluarga dan lembaga pendidikan. Lingkungan lembaga pendidikan cukup besar pengaruhnya terhadap kemampuan
berpikir anak didik untuk menghasilkan suatu produk kreativitas, yaitu berasal dari pendidik. Timbul dan berkembangnya kreativitas menjadi suatu kreasi juga
merupakan sesuatu yang tidak terlepas dari pengaruh kebudayaan serta pengaruh
Universitas Sumatera Utara
masyarakat tempat individu tinggal. Lingkungan yang memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan kreativitas adalah lingkungan yang menghargai
kreativitas. Pada lingkungan yang menghargai kreativitas akan muncul interaksi antara individu-individu yang berarti dan saling menghormati Rogers dalam
Munandar, 2004. Lembaga pendidikan menjadi salah satu sarana utama pendidikan dalam
meningkatkan kreativitas. Hal-hal yang ditingkatkan adalah pengetahuan, ingatan dan kemampuan berpikir logis atau penalaran yang digunakan untuk menjawab
permasalahan yang ada berdasarkan informasi yang tersedia Supriadi, 2001. Pendidikan juga mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi
perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan Negara. Seperti yang tercantum pada Pasal 3 UU Sisdiknas tahun 2003
dalam Suparlan, 2004 bahwa : ”Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Salah satu tempat dimana pendidikan diberikan selain sekolah, khususnya secara formal adalah perguruan tinggi. Perguruan tinggi adalah lembaga
pendidikan sebagai salah satu wadah pendidikan yang memegang peranan penting dan diharapkan mampu menghasilkan tenaga ahli yang tangguh dan kreatif dalam
berbagai bidang ilmu yang nantinya mampu menjawab tantangan pembangunan dengan bekal ilmu dan kemampuan yang dimilikinya Sidjabat, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Mahasiswa sebagai anak didik yang berada pada perguruan tinggi diharapakan dapat memiliki kreativitas yang sangat tinggi. Mahasiswa adalah
orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi Takwin, 2008. Menurut Winkel 1997 mahasiswa berada pada rentang usia dari
1819 tahun sampai 2425 tahun. Proses belajar di Perguruan Tinggi berbeda dengan proses belajar di
lingkungan sekolah terutama sekolah menengah. Dilihat dari seluruh sistem, banyak perbedaan antara perguruan tinggi dan sekolah serta lingkungan kampus
berbeda dengan lingkungan sekolah. Dalam kegiatan akademik, perlakuan terhadap mahasiswa berbeda dengan yang diterima siswa. Cara dosen
memberikan kuliah kepada mahasiswa umumnya tidak sama dengan cara guru menjelaskan pelajaran bagi siswa. Perbedaan yang mencolok tersebut membawa
kesulitan sebagian mahasiswa dalam peralihan dari kebiasaan belajar di sekolah kepada tuntutan belajar di perguruan tinggi Ginting, 2003.
Tugas perguruan tinggi bukan hanya menyampaikan pengetahuan to inform kepada mahasiswa untuk dihafalkan dan dilestarikan. Perguruan tinggi
juga bertujuan untuk membentuk mahasiswa menjadi pribadi dan komunitas yang mampu berpikir kritis, memahami dirinya, mengembangkan potensi dirinya,
sehingga kompeten dalam memecahkan masalah kehidupan yang sedang dihadapi dan di dalam tugas-tugas masa depan Sidjabat, 2008
Demikian pula halnya dengan mahasiswa pada fakultas Psikologi. Sejalan dengan visi yang terdapat pada fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara,
menjadi pusat pengembangan ilmu Psikologi di Sumatera serta misinya,
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan ilmuwan dan praktisi di bidang psikologi yang berkompeten dalam penanganan masalah-masalah psikologi dan penelitian kajian psikologi untuk
pengembangan ilmu Selayang Pandang Program Studi Psikologi, 2004. Dengan demikian diharapkan sarjana Psikologi dituntut untuk memiliki kreativitas dalam
menjawab tantangan masalah dengan meramu teori-teori agar tepat dan dapat digunakan untuk menjawab masalah yang dihadapi dengan mempertimbangkan
variabel dan kondisi yang ada dan menjadi tenaga-tenaga ahli yang memiliki kreativitas tinggi.
Saputro 2008 mengatakan beberapa hal yang dapat menghambat kreativitas pada mahasiswa antara lain : 1 terbelenggu dengan aktifitas rutin, 2
takut berbuat salah dan ditertawakan, 3 rasa malas yang berlebihan atas sesuatu yang akan dikerjakan, dan 4 kuliah hanya mementingkan nilai saja dari pada
skill. Salah satu dari beberapa hal yang dapat menghambat kreativitas pada mahasiswa di atas juga dapat kita lihat pada mahasiswa psikologi USU. Hal ini
diungkapkan oleh Toni nama samaran salah seorang mahasiswa Psikologi USU : “Kreativitas mahasiswa Psikologi menurut saya kurang
kak…ya…memang saya nggak bisa menggeneralisasikan semua mahasiswa psikologi di sini tapi yang saya lihat si…seperti itu… contoh
kecilnya aja kak, setiap ada acara nggak semua mahasiswanya itu ikut berpartisipasi… di ancam dulu baru pada ikut berpartisipasi… terus
hampir semua anak-anak disini punya gang-gang tersendiri, rasa kekeluargaannya masih kurang gimana mau berkumpul bersama-sama
membuat sesuatu hal yang baru buat kampus ini…”
Komunikasi Personal, Medan, 22 Mei 2008
Terlihat dari komunikasi personal di atas bahwa kreativitas pada mahasiswa psikologi masih kurang. Salah satu hal yang dapat menghambat
kreativitas mahasiswa terlihat pada rasa malas terhadap sesuatu hal yang akan
Universitas Sumatera Utara
dikerjakan. Dari komunikasi personal didapatkan mahasiswa Psikologi USU kurang ikut berperan serta dalam setiap kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh
kampus Psikologi USU. Perlu ada ancaman atau punishment dari dosen sebagai pendidik kepada mahasiswa agar mahasiswa tersebut ikut berperan serta.
Dengan kurikulumnya yang diantaranya mencakup kemampuan mengasah dalam pengetahuan dasar psikologi dan teknik pengamatan secara psikologi,
kemampuan mengasah dalam biopsikomoral, kemampuan melakukan penelitian dalam bidang psikologi. Contohnya yaitu dengan melakukan wawancara dan
observasi juga berkenaan dengan dasar-dasar dan teknik konsultasi. Dalam mewujudkan keseluruhannya diperlukan cara berpikir yang kreatif baik dari segi
kemampuan kreativitas figural maupun kemampuan kreativitas verbal yang nantinya akan berguna dalam perkembangan bangsa ini Supratiknya, 2003.
Peneliti melakukan wawancara awal dengan beberapa mahasiswa psikologi USU. Hal ini diungkapkan oleh Vivi nama samaran salah seorang mahasiswa
Psikologi USU : ”...kakak kan tahu kalau disini kita tiap hari selalu persentasi hampir
semua mata kuliah selalu ada persentasinya. Awal-awalnya saya sangat tidak terbiasa dengan hal seperti itu, apalagi saya termasuk orang yang
pemalu, apa lagi harus berbicara di depan umum. Tapi sebenarnya psikologi itukan selalu identik dengan dapat berkomunikasi dengan baik.
Ya...jadi memang diperlukan lah kemampuan verbalnya... ”.
Komunkasi Personal, Medan 22 Mei 2008
Dari hasil wawancara yang dilakukan bahwa sebagian besar materi perkuliahan erat kaitannya dengan kreativitas verbal. Kreativitas verbal sangat
berguna dalam setiap penyampaian materi perkuliahan yang kesehariannya diisi dengan presentasi, diskusi antar mahasiswa dengan mahasiswa, mahasiswa
Universitas Sumatera Utara
dengan dosen, praktik wawancara dengan sesama mahasiswa psikologi maupun individu di luar program studi psikologi. Kreativitas verbal berperan amat penting
dalam menjaga kualitas diri dalam berinteraksi dengan lawan bicara. Kelancaran, kecepatan, dan kecakapan mahasiswa dalam memilih bahasa dan kata-kata yang
bermakna, disampaikan dalam cara yang berbeda namun memiliki makna yang sama sehingga orang yang mendengarkan pun dapat memahami dan mengerti
secara jelas. Mahasiswa Psikologi juga tidak hanya dituntut dapat memiliki kreativitas
verbal saja tetapi kreativitas figural juga sangat dibutuhkan. Dapat terlihat dari enam kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang mahasiswa psikologi
kreativitas figural juga harus dimiliki oleh mahasiswa psikologi. Mahasiswa psikologi dituntut untuk dapat berpikir kritis, mampu membuat suatu hal yang
inovatif dan kreatif. Peneliti melakukan wawancara awal dengan beberapa mahasiswa psikologi USU. Hal ini diungkapkan oleh Andri nama samaran salah
seorang mahasiswa Psikologi USU : ”...memang kita sebagai mahasiswa psikologi harus bisa berkomunikasi
dengan baik, apalagi kita pekerjaannya yang selalu berinteraksi dengan orang. Makanya ada matakuliah komunikasi. Tapi jangan salah kenapa
kita ada matakuliah kewiraswastaan? Karena selain kita dituntut untuk dapat berkomunkasi dengan baik kita juga harus bisa memiliki
kemampuan inovatif. Bagaimana kita menggunakan strategi, cara ataupun membuat suatu hal itu menjadi menarik sehingga orang dapat tertarik
dengan kita...”
Komunikasi Personal, Medan, 22 Mei 2008 Dari hasil wawancara yang dilakukan mahasiswa psikologi USU mayoritas
dituntut untuk dapat berkomunikasi dengan baik, tetapi sebenarnya tidak hanya berkomunikasi dengan baik saja melainkan harus dapat membuat sesuatu hal yang
Universitas Sumatera Utara
kreatif dan inovatif ketika akan berhadapan dengan klien. Misalnya, ketika sedang melakukan wawancara tidak hanya dibutuhkan untuk berkomunikasi dengan baik
saja tetapi juga dituntut untuk dapat berpikir kritis, kreatif dalam mengungkapkan suatu gagasan atau pertanyaan dan yang paling penting adalah inovatif, bagaimana
caranya membuat suasana wawancara menjadi nyaman, sehingga klien merasa tertarik dan terbangun sebuah rapport serta trust yang baik.
Berdasarkan hasil komunikasi personal dengan beberapa mahasiswa diketahui terdapat fenomena di fakultas Psikologi USU, yang berhubungan
dengan masalah kreativitas. Terlihat bahwa sebagai mahasiswa psikologi USU diharapkan untuk memiliki kreativitas yang tinggi, tidak hanya dari segi
kreativitas verbal tetapi dari segi kreativitas figural juga sangat diperlukan. Dari pemaparan di atas peneliti ingin melihat gambaran kreativitas yang dimiliki oleh
mahasiswa psikologi Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deksriptif. Alat ukur yang
digunakan untuk menggambarkan kreativitas adalah Tes Kreativitas Figural Form B subtes III, yang disusun oleh Paul Torrance pada tahun 1966 dan kreativitas
verbal dalam penletian ini adalah tes kreativitas dari Munandar 1999, serta menggunakan skala sikap kreatif yang disusun oleh peneliti. Adapun populasi
penelitian ini adalah mahasiswa Psikologi Universitas Sumatera Utara yang masih aktif kuliah dan tidak sedang PKA. Untuk mendapatkan skor kreativitas
digunakan teknik analisa statistik deskriptif dengan dengan menggunakan program SPSS 16,0 for Windows
Universitas Sumatera Utara
B. Rumusan Masalah