sejak awal. Struktur cerita film juga terikat hukum kausalitas. Cerita biasanya juga memiliki karakter protagonis dan antagonis, masalah dan
konflik, penutupan, serta pola pengenbangan cerita yang jelas. Dari sisi produksi, film fiksi relatif lebih kompleks ketimbang dua jenis film
lainnya, baik masa pra-produksi, produksi, maupun pasca-produksi. Manajemen produksinya juga lebih kompleks karena biasanya
menggunakan pemain serta kru dalam jumlah yang besar. Produksi film fiksi juga memakan waktu relatif lebih lama. Persiapan teknis seperti
lokasi syuting serta setting dipersiapkan secara matang baik di studio maupun non studio. Film fiksi juga bisanya juga menggunakan
perlengkapan serta peralatan yang jumlahnya relatif lebih banyak, bervariasi, serta mahal.
Film fiksi berada di tengah-tengah dua kutub, nyata dan abstrak, sering kali memiliki tendensi ke salah satu kutubnya, baik secara naratif
maupun sinematik. Film fiksi sering menggunakan teknik gaya dokumenter.
17
c. Film Eksperimental
Film eksperimental merupakan jenis film yang sangat berbeda dengan dua jenis film lainnya. Para sineas eksperimental umumnya bekerja
di luar industri film utama mainstream dan bekerja pada studio independen atau perorangan. Mereka umumnya terlibat penuh dalam
seluruh produksi filmnya sejak awal hingga akhir. Film eksperimental tidak memiliki plot namun tetap memiliki struktur. Strukturnya sangat
17
Himawan Pratista, Memahami Film Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008, h. 6.
dipengaruhi oleh insting subjektif sineas seperti gagasan, ide, emosi, serta pengalaman batin mereka, film eksperimantal juga umumnya tidak
bercerita tentang apapun bahkan kadang menentang kausalitas, seperti yang dilakukan para sineas surealis dan dada. Film-film eksperimental
umumnya berbentuk abstrak dan tidak mudah dipahami. Hal ini disebabkan karena mereka menggunakan simbol-simbol personal yang
mereka ciptakan sendiri.
18
d. Unsur-unsur Pembentuk Film
Film, secara umum dapat dibagi atas dua unsur pembentuk yakni, unsur naratif dan unsur sinematik. Dua unsur tersebut saling berinteraksi
dan berkesinambungansatu sama lain untuk membentuk sebuah film. Masing-masing unsur tersebut tidak akan dapat membentuk film jika
hanya berdiri sendiri. Bisa kita katakan bahwa unsur naratif adalah bahan materi, yang akan diolah, sementara unsur sinematik adalah cara gaya
untuk mengolahnya. Dalam film cerita, unsur naratif adalah perlakuan terhadap cerita filmnya. Sementara unsur sinematik atau juga sering
diistilahkan gaya sinematik merupakan aspek-aspek teknis pembentuk film. Unsur sinematik terbagi menjadi empat elemen pokok yakni, mise-
en- scene, sinematografi, editing, dan suara. Masing-masing elemen sinematik tersebut juga saling berinteraksi dan berkesinambungan satu
sama lain untuk membentuk gaya sinematik secara utuh.
19
a. Unsur Naratif
18
Himawan Pratista, Memahami Film Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008, h. 7-8.
19
Himawan Pratista, Memahami Film Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008, h 1-2.
Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Setiap film cerita tidak mungkin lepas dari unsur naratif. Setiap cerita pasti
memiliki unsur-unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu serta lainnya. Seluruh elemen tersebut membentuk unsur naratif secara
keseluruhan. Elemen-elemen
tersebut saling
berinteraksi serta
berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk sebuah jalinan peristiwa yang memiliki maksud dan tujuan. Seluruh jalinan peristiwa
tersebut terikat oleh sebuah aturan yakni hukum kausalitas logika sebab- akibat. Aspek kausalitas bersama unsur ruang dan waktu adalah elemen-
elemen pokok pembentuk naratif. b.
Unsur Sinematik Unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis dalam produksi
sebuah film. Mise-en-scene adalah segala hal yang berada di depan kamera. Mise-en-scene memiliki empat elemen pokok yakni, setting atau
latar, tata cahaya, kostum dan make up, serta akting dan pergerakan pemain. Sinematografi adalah perlakuan terhadap kamera dan filmnya
serta hubungan kamera dengan obyek yang diambil. Editing adalah transisi sebuah gambar shot ke gambar shot lainnya. Sedangkan suara adalah
segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melaui indera pendengaran. Seluruh unsur sinematik tersebut saling terkait, mengisi,
serta berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk unsur sinematik secara keseluruhan.
20
e. Struktur dalam Film
20
Himawan Pratista, Memahami Film Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008, h 1-2.
Secara fisik sebuah film dapat dapat dipecah menjadi unsur-unsur, yakni shot, adegan dan sekuen. Pemahamn tentang shot, adegan dan
sekuen nantinya banyak berguna untuk memebagi urutan-urutan segmentasi plot sebuah film secara sistematik. Segmentasi plot akan
banyak membantu melihat perkembangan plot sebuah film secara menyeluruh dari awal hingga akhir.
a. Shot
Shot selama produksi film memiliki arti proses perekaman gambar sejak kamera diaktifkan on hingga kamera dihentikan off atau juga
sering diistilahkan satu kali take pengambilan gambar. Sementara shot setelah film telah jadi pasca produksi memiliki arti satu rangkaian
gambar utuh yang utuh yang tidak terintrupsi oleh potongan gambar editing. Shot merupakan unsur terkecil dari film. Dalam novel, shot bisa
diibaratkan satu kalimat. Sekumpulan beberapa shot biasanya dapat dikelompokan menjadi sebuah adegan. Satu adegan bisa berjumlah belasan
hingga puluhan shot. Satu shot dapat berdurasi kurang dari satu detik, beberapa menit, bahkan jam.
b. Adegan Scene
Adegan salah satu segmen pendek dari keseluruhan cerita yang memperlihatkan satu aksi berkesinambungan yang diikat oleh ruang,
waktu, isi cerita, tema, karakter, atau motif. Satu adegan umumnya terdiri dari beberapa shot yang saling berhubungan. Biasanya film cerita