Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
                                                                                Tionghoa  yang menyebabkan etnis Tionghoa dibantai secara membabi buta pada tahun 1740.
6
Berbagai  kebijakan  rasial  pun  muncul  tidak  hanya  pada  masa  penjajahan Belanda.  Pada  Era  Soekarno  dan  Soeharto  pun  etnis  ini  harus  mengalami
kebijakan  yang  merugikan  mereka.  Contohnya  PP-10  pada  Era  Soekarno  dan kebijakan  asimilasi
7
pada  Era  Soeharto  yang  berimbas  pada  ditutupnya  sekolah- sekolah  berbahasa  Cina  dan  pelarangan  menggunakan  bahasa  dan  aksara  Cina
dalam media massa. Problem mayoritas minoritas di mana etnis minoritas selalu menjadi bulan-
bulanan  kelompok  mayoritas,  konsekuensi  ini  pun  sampai  sekarang  masih menghegemoni  dalam  hukum  mayoritas  minoritas  etnis  Tionghoa  di  Indonesia.
Masyarakat mayoritas seperti tutup mata terhadap sumbangsih etnis minoritas ini dalam  membangun  bangsa.
8
Kedatangan  etnis  Tionghoa  ke  Nusantara  bukan bertujuan  untuk  menjajah  seperti  Belanda  dan  Jepang.  Mereka  datang  ke
Nusantara hanya untuk mencari penghidupan, umumnya di sektor perdagangan. Segala  persoalan  etnis  Tionghoa  dan  kebudayaannya  ini,  tergambar  pada
sebuah novel berjudul Dimsum Terakhir. Novel ini pertama kali diterbitkan tahun 2006  oleh  PT  Gramedia  Pustaka  Utama.  Novel  Dimsum  Terakhir  mendapat
apresiasi  yang cukup baik di kalangan masyarakat sehingga sejak 2006 novel ini sudah  empat  kali  dicetak  ulang.  Seorang  pemerhati  kebudayaan  dan  seorang
penulis mengatakan dalam testimoninya mengenai novel ini. “Clara  Ng  mengembangkan  kehidupan  tokoh-tokoh  ceritanya
dengan lincah, kreatif, manusiawi, dan yang terpenting tanpa beban. Oleh sebab itu
“Dimsum Terakhir” lahir menjadi potret utuh kehidupan sebuah keluarga modern dengan segala macam
persoalannya”.
9
6
Seperti yang diungkapkan oleh Benny G. Setiono dalam bukunya Tionghoa dalam Pusaran Politik.
7
Politik pembauran
8
Etnis Tionghoa berjasa dalam penyebaran agama Islam di Nusantara yang dilakukan oleh Laksamana Cheng Ho dan armadanya. Etnis ini juga berhasil membangun irigasi pada masa
penjajahan VOC. berdasarkan buku Etnis Tionghoa dalam Pusaran Politik, karya Benny G. Setiono.
9
Putu Fajar Arcana wartawan Kompas
“Clara dengan sangat manis meracik seluruh elemen dalam novel ini  menjadi  hidangan  cerita  yang  memabukkan.  Lihatlah  cara  dia
merangkai  kata,  menumbuhkan  wacana  dan  pengelanaannya  dalam menggambarkan setting dan pristiwa. Ia membumbui sesuatu yang simple
dengan cara  yang tak biasa. Ia mengawinkan hawa pop dengan semburan yang  mutakhir.  Clara  dengan  smooth  membuat  jembatan  yang  nyaris  tak
terlihat,  yang  membuat  pembaca  tak  perlu  lagi  menghakimi  novelnya sebagai  sastra  atau  bukan  sastra,  hanya  memerlukan  komentar  bermutu
dan layak
dinikmati.”
10
Novel  Dimsum  Terakhir  berisi  tentang  kisah  empat  orang  anak  kembar dari  keturunan  Tionghoa  yang  hidup  terpisah-pisah  sesuai  dengan  pekerjaan  dan
idealismenya  masing-masing.  Mereka  harus  berkumpul  kembali  untuk  merawat ayah mereka yang sakit. Inti persoalan yang diangkat adalah bagaimana seseorang
yang  hidup  di  era  modern  masih  memegang  adat  budayanya  yaitu  budaya Tionghoa  di  tengah  diskriminasi  terhadap  kaum  minor  ini  dan  menjunjungnya
sebagai falsafah hidup. Berdasarkan  latar  belakang  tersebut,  maka  peneliti  berminat  untuk
menganalisis novel Dimsum Terakhir. Analisis terhadap novel Dimsum Terakhir dibatasi    pada  struktur  dan  kebudayaan.  Stuktur  penting  untuk  menganilisis
kebudayaan yang banyak terkandung dalam novel ini. Alasan  dipilih  dalam  segi  kebudayaan  adalah  karena  novel  ini
menampilkan kebudayaan
Tionghoa dan
bagaimana kebudayaan
itu dipertahankan  oleh  empat  orang  gadis  modern.  Novel  ini  semakin  menarik
dianalisis  dalam  segi  kebudayaan  ketika  pada  zaman  modern  seperti  ini  masih ada  sekelompok  orang  yang  mempertahankan  budaya  leluhur  mereka  bahkan  di
tengah diskriminasi sosial yang mendera warga keturunan Tionghoa di Indonesia. Novel  ini  menampilkan  keseharian  warga  Tionghoa  modern  yang  meskipun
selalu  menjadi  objek  rasial  namun  tetap  menjujung  budaya  mereka  dan  tetap mencintai Indonesia sebagai negeri tumpah darahnya.
                