membina  dan  membentuk,  tetapi  tidak  dapat  menjamin  secara  mutlak bagaimana watak manusia yang didiknya.
Meski  demikian,  dalam  nilai  pengajaran  sastra  ada  dua  tuntutan yang  dapat  diungkapkan  sehubungan  dengan  watak  ini.  Pertama,
pengajaran sastra hendaknya mampu membina perasaan yang lebih tajam. Dibandingkan  pelajaran-pelajaran  lainnya,  sastra  memunyai  keungkinn
lebih  banyak  untuk  mengantar  kita  mengenal  seluruh  rangkaian kemungkinan hidup  manusia seperti kebahagiaan, kesetiaan, kebanggaan
diri  sampai  pada  kelemahan,  kekalahan,  keputusasaan,  kebencian, perceraian,  dan  kematian.  Seseorang  yang  telah  banyak  mendalami
berbagai karya sastra biasanya memunyai perasaan yang lebih peka untuk menunjuk hal mana yang bernilai dan mana yang tidak bernilai.
Tuntutan  kedua  sehubungan  dengan  pembinaan  watak  ini  adalah bahwa  pengajaran  sastra  hendaknya  dapat  memberikan  bantuan  dalam
usaha  mengembangkan  berbagai  kualitas  kepribadian  siswa  yang  antara lain  meliputi  kepandaian,  ketekunan,  pengimajian,  dan  penciptaan.
Seperti  yang  kita  ketahui,  sastra  sanggup  memuat  berbagai  medan pengalaman  yang  sangat  luas.  Dalam  pengajaran  sastra  dengan  berbagai
ciri  khasnya,  siswa  dipertemukan  dengan  berbagai  kesempatan  untuk menelusuri  semacam  arus  pengalaman  segar  yang  terus  mengalir.
Pengalaman itu merupakan persiapan  yang baik bagi kehidupan siswa di masa mendatang.
48
BAB III HASIL PENELITIAN
A. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur pembangun karya sastra yang terdapat dalam bangunan  karya  itu  sendiri,  dalam  penelitian  ini  peneliti  coba  membahas  enam
unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Dimsum Terakhir selanjutnya disingkat DT, yaitu, 1 tema, 2 tokoh dan penokohan, 3 sudut pandang, 4 alur, 5 latar,
dan 6 gaya bahasa.
1. Tema
Pada  dasarnya,  tema  merupakan  ide  pokok  yang  secara  implisit  dapat diketahui  dalam  sebuah  novel  atau  cerita.  Dalam  novel  DT  ini,  tema  yang
terkandung  adalah  tema  perempuan  dan  keluarga.  Hal  ini  terlihat  dalam  kutipan berikut.
Rosi  menutup  telepon  dengan  hati  galau.  Barusan  Indah menelepon,  mengabarkan  bahwa  ayah  mereka  terserang  stroke  hari  ini.
Kesepuluh jari tangan Rosi gemetar hebat sehingga gagang teelepon terjun keras di pesawatnya.
1
Kutipan  tersebut  menunjukkan  rasa  kaget  sekaligus  kecemasan  seorang anak  manakala  mendengar  kabar  ayahnya  sakit  keras.  Dalam  adat  keluarga
Tionghoa  posisi  laki-laki  menempati  posisi  tertinggi  di  mana  seorang  anak perempuan tunduk kepada ayahnya dan setelah menikah tunduk kepada suaminya
juga anak laki-lakinya. Selain  kutipan  di  atas,  terdapat  beberapa  kutipan  lain  yang  menunjukkan
bahwa tema novel DT ini adalah tema keluarga, salah satunya sebagai berikut.
1
Clara Ng, Dimsum Terakhir, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2006, h. 21.
Semburat  cahaya  kuning  menembus  tirai  jendela,  menyorotkan bias keemasan ke dalam rumah. Nung pasti akan pulang bersama keempat
anak perempuannya. Empat anak perempuan kembarnya. Betapa menyenangkan.
Kenangan-kenangan  itu  kembali.  Bagai  hantu  yang  tidak  mau pergi. Bagai putaran waktu yang mengkristal.
Aku tersenyum tipis. Rumah ini akan kembali ramai.
2
Tema  keluarga  dalam  novel  DT  ini  semakin  dikuatkan  dengan  keempat tokoh  utamanya  yang  merupakan  saudara  kembar.  Mereka  sebenarnya  telah
tercerai-berai  menuruti  jalan  hidupnya  masing-masing.  Namun,  mereka  terpaksa harus pulang kembali ke rumah untuk merawat ayahnya yang sakit. Dari beberapa
kutipan  di  atas,  dapat  disimpulkan  tema  dari  novel  DT  ini  adalah  tema  keluarga etnis Tionghoa modern.
Selain  tema  keluarga,  novel  ini  juga  mengangkat  tema  perempuan. Keempat tokoh utama dalam novel ini adalah perempuan. Tiap tokoh perempuan
dalam novel ini hadir dengan permasalahan seputar “diri perempuannya” masing-
masing. Salah satu  isu perempuan  yang dilontarkan dalam novel  ini meliputi  isu LGBT lesbi, gay, biseks, dan transgender yang dialami oleh salah satu tokohnya
yaitu Rosi, terlihat dalam kutipan berikut. … Perasaan suka terhadap lawan jenis tidak tumbuh dalam dirinya.
Hanya perempuan yang ditaksirnya. Wanita. Cewek. Girls. Ladies. Begitu banyak  perempuan  berlalu  lalang.  Oh  ya  begitu  banyak,  beybeh  Dengan
hura-hura,  clubbing,  dan  pesta-pesta  malam  yang  tiada  habis-habisnya, Rosi berharap menemukan kedamaian dalam dirinya.
Peace on earth. Peace in heart. Dan perempuan terakhir adalah Dharma.
3
Kutipan  di  atas  menunjukkan  Rosi  tidak  menyukai  lawan  jenis,  ia berhubungan dengan banyak wanita. Namun pada akhirnya Rosi memilih Dharma
untuk menjadi kekasih sejatinya. Rosi membawa isu sensitif, LGBT. Masyarakat Timur seperti Indonesia masih menganggap isu seputar LGBT menjadi suatu hal
yang  tabu  untuk  dibicarakan.  Hal  tersebut  selama  ini  dipandang  sebagai  hal
2
Ibid., h.26.
3
Ibid., h. 45 —46.
negatif  yang  tidak  patut  untuk  diperbincangkan.  Para  LGBT  ini  biasanya mempunyai  perkumpulan-perkumpulan  mereka  sendiri.
4
Para  transgender perempuan  pada  umumnya  lebih  sulit  diidentifikasi  dari  pada  transgender  laki-
laki.  Hal  ini  terjadi  karena  perempuan  lebih  leluasa  dalam  berpenampilan. Perempuan  masih  bisa  mengenakan  celana  panjang  dan  T-shirt  atau  aksesoris
laki-laki  lainnya.  Akan  tetapi,  laki-laki  tidak  bisa  leluasa  menggunakan  rok apalagi aksesoris perempuan.
Isu  perempuan  yang  lain  juga  dilontarkan  oleh  Clara  Ng  lewat  tokoh Indah.  Indah  memutuskan  menjadi  orang  tua  tunggal  tanpa  adanya  pernikahan.
Dalam  masyarakat  kita,  hal  semacam  ini  masih  sulit  diterima.  Orang  yang memiliki  anak  di  luar  pernikahan  akan  mendapat  citra  negatif  di  masyarakat.
Keputusan menjadi  orang tua tunggal  tanpa  adanya  pernikahan merupakan suatu keputusan yang sangat berani. Perempuan berhak atas tubuh dan nasibnya sendiri,
suara  inilah  yang  kiranya  ingin  disampaikan  pengarang  lewat  tokoh  Indah. Perhatikan kutipan berikut.
Indah  tersenyum  lagi.  Keputusannya  mempertahankan  kehamilan memang  bukan  keputusan  mudah.  Terus  terang,  mulanya  dia  memang
tidak sungguh-sungguh menginginkan bayi ini. Pertama, membesarkan anak, apalagi menjadi ibu tunggal di zaman
sekarang adalah tindakan yang dapat dikategorikan sebagai bunuh diri. Kedua, kesiapan mental merawat bayi bukanlah semudah membeli
obat generic di apotek. Ketiga,  sejauh  ini  tidak  ada  teori  yang  dapat  meramalkan  bahwa
anak  yang  dibesarkan  oleh  orang  tua  tunggal  akan  seratus  persen  lebih “baik” daripada anak yang dibesarkan oleh orang tua lengkap.
5
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Indah menyadari kalau keputusannya menjadi  orang  tua  tunggal  bukanlah  hal  yang  mudah.  Akan  tetapi,  ia  bertekad
untuk  mempertahankan  bayinya.  Sebelumnya,  ia  sempat  berpikir  untuk mengaborsi  janin  yang  dikandungnya  karena  ia  tahu  Pastor  Antonius  tidak  akan
bertanggung  jawab.  Namun,  niatnya  untuk  aborsi  berubah  menjadi  tekad  yang
4
Di salah satu gang daerah Kota, kita bisa dengan mudah melihat komunitas lesbian. Di daerah ini mereka tidak sungkan menampilkan eksistensi mereka.
5
Clara Ng. Op. Cit. h. 315 —16.
kuat  untuk  mempertahankan  janinnya,  karena  ia  merasa  iba  terhadap  bayinya sendiri. Ia perempuan, dan ia berhak atas tubuh dan nasibnya sendiri. Seberat apa
pun, sesakit apa pun.
2. Tokoh dan Penokohan
Ada  beberapa  tokoh  utama  dan  sampingan  dalam  novel  DT  ini.  Tokoh utama  adalah  tokoh  sentral  yang  memiliki  peran  penting  dan  mendapat  porsi
paling  banyak  dalam  cerita.  Tokoh  sampingan  adalah  tokoh  yang  menguatkan jalan  cerita  dan  yang  bersinggungan  secara  langsung  maupun  tidak  langsung
dengan tokoh utama.
1. Tokoh Utama Ada  empat  orang  tokoh  utama  dalam  novel  DT  ini,  keempatnya  adalah
saudara  kembar.  Tiap-tiap  tokoh  utama  memiliki  karakter  yang  berbeda-beda meskipun mereka kembar. Tokoh-tokoh tersebut adalah sebagai berikut.
a. Indah Tan Mei Yi Indah  merupakan  sosok  perempuan  yang  memiliki  emosi  yang  meledak-
ledak. Sayangnya, emosi itu terkungkung dalam batinnya sehingga menyebabkan jiwanya  tertekan.  Emosi  yang  bergejolak  ini  juga  yang  menyebabkan  Indah
menderita  gagap.  Penyakitnya  akan  kumat  apabila  Indah  berada  dalam  situasi yang emosional.  Indah juga seorang paranoid akut, ia sering dilanda situasi  yang
sebenarnya  biasa  saja  namun  jadi  terkesan  berlebihan.  Hal  ini  terlihat  dalam kutipan berikut.
“Kapan novel berikutnya nih, Mbak Indah?” Seketika  Indah  terpaku  mati  di  tempatnya.  Pertanyaan  sederhana  dari
mereka  tidak  berhenti  sampai  di  situ,  malah  memantulkan  gema  di benaknya. Terngiang-ngiang sampai telinganya nyaris tuli. Kerutan di dahi
Indah mulai terbayang.
“Lagi  ditulis,  katanya  dengan  nada  tidak  wajar  sambil  mencoba tersenyum  tapi  gagal  total.  Tanpa  sadar  tangannya  naik  menekan  dada
jantungnya  sudah  siap  ngacir,  menggelundung  keluar  dari  rongga  rusuk.