2 Novel Serius
Novel  serius  merupakan  jenis  karya  sastra  yang  dianggap  pantas dibicarakan  dan  diapresiasi  oleh  akademisi  sastra.  Dalam  sejarah  sastra,  novel
yang  bermunculan  cenderung  mengacu  pada  novel  serius.  Novel  serius  harus sanggup  memberikan  suatu  kesan  yang  mendalam  tentang  hakikat  kehidupan.
Novel  serius  yang  bertujuan  untuk  memberikan  hiburan  kepada  pembaca,  juga memunyai  tujuan  memberikan  pengalaman  yang  berharga  dan  mengajak
pembaca  untuk  meresapi  lebih  sungguh-sungguh  tentang  masalah  yang dikemukakan.
24
Berbeda dengan novel populer  yang selalu mengikuti selera pasar, novel sastra  tidak  bersifat  menghamba  pada  pembaca.  Novel  sastra  cenderung
menampilkan  tema-tema  yang  lebih  serius.  Teks  sastra  sering  mengemukakan sesuatu secara implisit sehingga hal ini bisa dianggap menyibukkan pembaca.
Nurgiyantoro  mengungkapkan  bahwa  dalam  membaca  novel  serius,  jika ingin  memahaminya  dengan  baik  diperlukan  daya  konsentrasi  yang  tinggi
disertai  dengan  kemauan  untuk  itu.  Novel  jenis  ini,  di  samping  memberikan hiburan  juga  terimplisit  tujuan  memberikan  pengalaman  yang  berharga  kepada
pembaca atau paling tidak mengajak pembaca untuk meresapi dan merenungkan secara lebih sungguh-sungguh tentang permasalahan yang dikemukakan.
25
Kecenderungan  yang  muncul  pada  novel  serius  memicu  sedikitnya pembaca  yang berminat  pada novel sastra ini. Meskipun demikian, hal ini tidak
menyebabkan popularitas novel serius menurun. Justru novel ini mampu bertahan dari waktu ke waktu. Misalnya, roman Romeo Juliet karya William Shakespeare
atau karya Sutan Takdir, Armin Pane, Sanusi Pane  yang memunculkan polemik yang muncul pada dekade 30-an yang hingga saat ini masih dianggap relevan dan
belum ketinggalan zaman.
26
Novel  Dimsum  Terakhir  karya  Clara  Ng  dapat  dikategorikan  sebagai novel  serius  dan  patut  diteliti  oleh  akademisi  sastra.  Novel  ini  tidak  mengikuti
selera pasar. Materi dan tema yang diusung oleh novel ini bukan tema percintaan
24
Ibid.,h. 19.
25
Ibid., h. 18 —19.
26
Ibid., h. 21.
remaja  yang  mengedepankan  dongeng  si  tampan  dan  si  cantik.  Novel  ini  bisa dikatakan memliki tema yang kurang populer, yakni tema keluarga Tionghoa. Isu
perempuan  juga  dibicarakan  dalam  novel  ini  dan  memiliki  porsi  yang  banyak. Pengarang  menyajikan  permasalahan  di  seputaran  etnis  Tionghoa  yang
diwakilkan  oleh  keluarga  Nung  Atasana.  Keluarga  Tionghoa  ini  dalam keterbatasannya masih memegang dan menjalankan kebudayaan mereka.
Isu  perempuan  dalam  novel  ini  semakin  menambah  keseriusan  materi yang  dibicarakan,  isu  transgender  dan  orangtua  tunggal  tanpa  pernikahan
dimunculkan  dalam  novel  ini.  Berdasarkan  beberapa  alasan  tersebut  maka peneliti mengkategorikan novel Dimsum Terakhir sebagai novel serius.
C. Pengertian Kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta, yakni Buddhayah. Bentuk jamak  dari  buddhi  yang  berarti
“budi”  atau  “akal”.  Kebudayaan  itu  dapat diartikan
“hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal.
27
Kebudayaan  adalah  hasil  buah  budi  manusia  untuk  mencapai kesempurnaan hidup. Segala sesuatu yang diciptakan manusia baik yang konkret
maupun  yang  astrak
28
.  Koentjaraningrat  mengatakan  kebudayaan  adalah keseluruhan  manusia  dari  kelakuan  dan  hasil  kelakuan  yang  teratur  oleh
tatakelakuan  yang harus didapatnya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.
29
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia  untuk  memenuhi  kehidupan-kehidupan  dengan  cara  belajar,  yang
semuanya  tersusun  dalam  kehidupan  masyarakat.  Untuk  lebih  jelas  dapat diperinci sebagai berikut.
1.  bahwa  kebudayaan  adalah  segala  sesuatu  yang  dilakukan  dan dihasilkan manusia. Karena itu meliputi.
a.  kebudayaan  material  bersifat  jasmaniah,  yang  meliputi  benda-
27
Koenjraningrat, Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama, h. 5
28
Djoko Tri Prasetya, Tanya Jawab Ilmu Budaya Dasar, Jakarta. PT Rineka Cipta, 2000, h. 14.
29
Koentjaraningrat, Op. cit., h. 9.
benda ciptaan manusia, misalnya. alat-alat perlengkapan hidup. b.  kebudayaan  nonmaterial  bersifat  rohaniah,  yaitu  semua  hal  yang
tidak  dapat  dilihat  dan  diraba,  misalnya.  religi,  bahasa,  ilmu pengetahuan.
2. bahwa kebudayaan itu tidak diwariskan secara generatif biologis, melainkan hanya mungkin diperoleh dengan cara belajar.
3.  bahwa  kebudayaan  itu  diperoleh  manusia  sebagai  anggota masyarakat.  Tanpa  masyarakat  akan  sukarlah  bagi  manusia  untuk
membentuk kebudayaan. Sebaliknya tanpa kebudayaan tidak mungkin manusia  baik  secara  individual  maupun  masyarakat,  dapat
mempertahankan kehidupannya. 4. jadi kebudayaan itu adalah kebudayaan manusia dan hampir semua
tindakan  manusia  adalah  kebudayaan,  karena  yang  tidak  perlu dibiasakan  dengan  cara  belajar,  misalnya  tindakan  atas  dasar
naluri,gerak  reflek.  Sehubungan  dengan  itu  kita  perlu  mengetahui perbedaan  tingkah  laku  manusia  dengan  mahluk  lainnya,  khususnya
hewan.
30
Koentjaraningrat  menjelaskan  bahwa  kebudayaan  memiliki  tiga  wujud yakni.
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. 2.
Wujud  kebudayaan  sebagai  suatu  kompleks  aktivitas  kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
31
Beragam  wujud kebudayaan ini tertuang dalam novel  Dimsum Terakhir. Novel  ini  menyajikan  ketiga  wujud  kebudayaan  yang  disebutkan  oleh
Koentjaraningrat  di  atas.  Contoh  wujud  kebudayaan  poin  pertama  adalah kebudayaan  menghormati  leluhur  yang  sudah  meninggal.  Contoh  wujud
kebudayaan  poin  kedua  adalah  merayakan  Imlek  atau  pesta  musim  semi,  dan contoh wujud kebudayaan poin ketiga adalah bangunan kelenteng tempat ibadah.
D. Etnis Tionghoa di Indonesia dalam Beberapa Periode
Etnis Tionghoa diperkirakan datang ke Nusantara pada abad kesembilan, yaitu  pada  zaman  Dinasti  Tang  untuk  berdagang  dan  mencari  kehidupan  baru.
Pada  1961  di  Guangzhou  Canton  ditemukan  sebuah  batu  bertulis  yang  telah
30
Djoko Widagdho, Ilmu Budaya Dasar, Jakarta. PT Bumi Aksara, 2008, h. 21 —22.
31
Koenjraningrat, Op. Cit. , h. 5.
berusia  900  tahun,  yang  menggambarkan  persahabatan  Nusantara-Tiongkok. Batu bertulis tersebut ditemukan ketika sedang dilakukan penggalian di halaman
belakang sebuah kuil Dao Tao yang sudah tidak dipergunakan lagi.
32
Tokoh  yang  tidak  bisa  dipisahkan  dari  sejarah  keberadaan  orang-orang Tionghoa  di  Indonesia  adalah  Laksamana  Cheng  Ho,  tokoh  ini  sangat  terkenal
hingga  kini,  tidak  hanya  di  kalangan  etnis  Tionghoa  saja,  tetapi  warga  pribumi pun  menaruh  perhatian  besar  terhadap  tokoh  ini.  Hal  ini  dapat  terjadi  karena
menurut  beberapa  ahli  sejarah,  penyebaran  Islam  di  Nusantara  bermula  dari orang  Tionghoa,  yaitu  Laksamana  Cheng  Ho,  dikenal  juga  dengan  nama  Sam
Pho Kong. Awal  mula kedatangan  armada Tionghoa di Nusantara untuk membasmi
perompak di jalur niaga sekaligus untuk mempromosikan kejayaan Dinasti Ming. Ditunjuklah  Laksamana  Cheng  Ho  sebagai  pemimpin  ekspedisi.  Laksamana
Cheng  Ho  adalah  seorang  Muslim,  ahli  navigasi  yang  handal  dan  berbakat.  Ia adalah putra kedua Ma Haji, yang berasal dari suku bangsa Hui dan Ibu bernama
Wen.  Kakek  dan  ayah  Cheng  Ho  telah  menunaikan  ibadah  hajinya,  walaupun pada  masa  itu  perjalanan  ke  Mekkah  bukan  perjalanan  yang  mudah  dan  harus
menghadapi banyak bahaya. Oleh karena itu, sejak kecil Cheng Ho telah sering mendengar  cerita  perjalanan  kakek  dan  ayahnya  tersebut.  Hal  inilah  kelak  yang
memotivasi dan mendorong Cheng Ho untuk mengunjungi negara-negara lain.
33
Peran  etnis  Tionghoa  dalam  menyebarkan  Islam  di  Jawa  banyak  ditulis para  haji  Tionghoa.  Antara  lain  buku  Ying  Yai  Sheng  Lan  karangan  Haji  Ma
Huan dan buku Tsing Tsa Sheng Lan karangan Haji Feh Tsing Fei Hsin. Kedua haji ini adalah pembantu Laksamana Cheng Ho yang pandai berbahasa Arab dan
bertindak sebagai penerjemah dan mencatat segala sesuatu tentang negara-negara yang dikunjunginya.
34
Bila  mengunjungi  sejumlah  masjid  di  Pantura  Jawa  terutama  masjid-
32
Benny G. Setiono, Tionghoa Dalam Pusaran Politik, Jakarta. Trans Media Pustaka, 2008, h. 21.
33
Ibid., h. 28.
34
Ibid., h. 46.
masjid  Walisongo,  akan  tampak  sekali  pengaruh  kebudayaan  Tionghoa.  Hal  ini terlihat pada Masjid Agung Demak Masjid Gelagah Wangi atau makam Sunan
Gunung  Jati  di  Cirebon.  Di  tembok-tembok  masjid  banyak  ditempelkan  piring porselen  Tiongkok  dari  zaman  Dinasti  Ming.  Selain  itu,  banyak  terdapat  guci-
guci  antik  yang  tak  ternilai  harganya.  Di  Masjid  Gelagah  Wangi,  Demak, terdapat  ornamen  kura-kura  yang  digunakan  untuk  menunjukkan  tahun
berdirinya masjid tersebut, yaitu tahun 1401 Caka atau 1479 masehi
35
Masjid  Agung  Demak  sangat  terkenal  karena  salah  satu  soko  gurunya terbuat  dari  potongan  kayu  yang  disusun  secara  akurat.  Bahkan  masjid  ini
menggunakan  teknologi  pembuatan  jung,  kapal  niaga  Tiongkok  dari  Dinasti Ming yang terbuat dari kayu.
Raden  Fatah  yang  dikenal  sebagai  sultan  Demak,  merupakan  kesultanan Islam pertama di Jawa sebenarnya adalah Jin Bun. Jin bun adalah anak Kang Ta
Bu  Mi  Kertabumi  atau  Prabu  Brawijaya  V,  Raja  Majapahit  terakhir  yang menikah dengan putri Cina, anak pedagang Tionghoa bernama Ban Hong Babah
Bantong. Demikian juga Sultan Demak  yang kedua, Sultan Yunus Adipati Unus
adalah  Yat  Sun  putra  Jin  Bun.  Adipati  Unus  sangat  terkenal  pada  1521  berani menyerang Portugis di Kota Malaka yang telah didudukinya sejak 1511. Adipati
Unus  hanya  memerintah  tiga  tahun  karena  meninggal.  Ia  digantikan  oleh saudaranya Tung Ka Lo alias Pangeran Trenggana.
36
Kesultanan  Cirebon  pada  1552  didirikan  oleh  Haji  Eng  Hoat  alias Maulana Ifdil Hanafi bersama Sunan Gunung Jati Syarif Hidayat Fatahillah atau
Falatehan.  Sunan  Gunang  Jati  pernah  menjadi  panglima  tentara  Kesultanan Demak  dan  mantan  Raja  Kesultanan  Islam  Baanten  dengan  didukung  orang-
orang  Tionghoa  Islam  di  Sembung.  Sunan  Gunung  Jati  menjadi  sultan  pertama Kesultanan Cirebon dengan mendirikan Keraton Kesepuhan.
37
35
Sugeng Haryadi dalam Setiono, Sejarah Berdirinya Masjid Agung Demak dan Grebeg Besar Jakarta: CV Mega berlian. 2002 h. 47
–48.
36
Setiono, Op. cit., h. 46 –47.
37
Setiono, Op. cit., h. 50.