Pengertian Kebudayaan LANDASAN TEORI
                                                                                masjid  Walisongo,  akan  tampak  sekali  pengaruh  kebudayaan  Tionghoa.  Hal  ini terlihat pada Masjid Agung Demak Masjid Gelagah Wangi atau makam Sunan
Gunung  Jati  di  Cirebon.  Di  tembok-tembok  masjid  banyak  ditempelkan  piring porselen  Tiongkok  dari  zaman  Dinasti  Ming.  Selain  itu,  banyak  terdapat  guci-
guci  antik  yang  tak  ternilai  harganya.  Di  Masjid  Gelagah  Wangi,  Demak, terdapat  ornamen  kura-kura  yang  digunakan  untuk  menunjukkan  tahun
berdirinya masjid tersebut, yaitu tahun 1401 Caka atau 1479 masehi
35
Masjid  Agung  Demak  sangat  terkenal  karena  salah  satu  soko  gurunya terbuat  dari  potongan  kayu  yang  disusun  secara  akurat.  Bahkan  masjid  ini
menggunakan  teknologi  pembuatan  jung,  kapal  niaga  Tiongkok  dari  Dinasti Ming yang terbuat dari kayu.
Raden  Fatah  yang  dikenal  sebagai  sultan  Demak,  merupakan  kesultanan Islam pertama di Jawa sebenarnya adalah Jin Bun. Jin bun adalah anak Kang Ta
Bu  Mi  Kertabumi  atau  Prabu  Brawijaya  V,  Raja  Majapahit  terakhir  yang menikah dengan putri Cina, anak pedagang Tionghoa bernama Ban Hong Babah
Bantong. Demikian juga Sultan Demak  yang kedua, Sultan Yunus Adipati Unus
adalah  Yat  Sun  putra  Jin  Bun.  Adipati  Unus  sangat  terkenal  pada  1521  berani menyerang Portugis di Kota Malaka yang telah didudukinya sejak 1511. Adipati
Unus  hanya  memerintah  tiga  tahun  karena  meninggal.  Ia  digantikan  oleh saudaranya Tung Ka Lo alias Pangeran Trenggana.
36
Kesultanan  Cirebon  pada  1552  didirikan  oleh  Haji  Eng  Hoat  alias Maulana Ifdil Hanafi bersama Sunan Gunung Jati Syarif Hidayat Fatahillah atau
Falatehan.  Sunan  Gunang  Jati  pernah  menjadi  panglima  tentara  Kesultanan Demak  dan  mantan  Raja  Kesultanan  Islam  Baanten  dengan  didukung  orang-
orang  Tionghoa  Islam  di  Sembung.  Sunan  Gunung  Jati  menjadi  sultan  pertama Kesultanan Cirebon dengan mendirikan Keraton Kesepuhan.
37
35
Sugeng Haryadi dalam Setiono, Sejarah Berdirinya Masjid Agung Demak dan Grebeg Besar Jakarta: CV Mega berlian. 2002 h. 47
–48.
36
Setiono, Op. cit., h. 46 –47.
37
Setiono, Op. cit., h. 50.
Kedudukan etnis Tionghoa pada masa penjajahan Belanda berada di atas warga pribumi. Orang-orang Tionghoa pada masa penjajahan Belanda cenderung
bersikap netral. Mereka tidak memihak pada Belanda maupun pada raja-raja atau sultan-sultan  di  Nusantara.  Contohnya  ketika  Jan  Pieterszzon  Coen  mencoba
mempengaruhi Souw Beng Kong yang terkenal sebagai pedagang piawai namun tidak  berhasil.  Selain  berdagang  Souw  Beng  Kong  adalah  seorang  kapiten  atau
pemimpin etnis Tionghoa di wilayah Banten dan Sunda Kelapa Batavia. Bukti lain bahwa etnis Tionghoa tidak memihak Belanda maupun sultan,
yaitu ketika pada 1628 –1629 terjadi perang antara Belanda dengan tentara Sultan
Agung di Front Timur, tentara Banten di front Barat, dan tentara Inggris dari laut di  front  utara  maka  orang-orang  Tionghoa  menunjukkan  sikap  tidak  memihak.
Berkali-kali  Sultan  Banten  yang  memunyai  hubungan  baik  dengn  Souw  Beng Kong  meminta  bantuaannya  melawan  Belanda  dari  dalam,  tetapi  permohonan
tersebut selalu ditolaknya. Begitu  juga  Jan  Pieterszoon  Coen  yang  berkali-kali  meminta  nasihat
Souw  Beng  Kong  tetapi  ia  tetap  bersikap  netral.  Ini  membuktikan  bahwa kedatangan orang-orang Tionghoa di Nusantara tidak lain hanya untuk berdagang
dan tidak memunyai maksud untuk berkuasa dan terlibat dalam konflik.
38
Selain  Souw  Beng  Kong  yang  menjadi  kapiten  yang  diangkat  oleh Belanda, pada Maret 1645 rapat anggota kongkoan mengangkat Phoa Beng Gan
sebagai kapiten, Phoa Beng Gan terkenal sebagai ahli irigasi. Batavia yang terletak di dataran rendah di tepi laut yang dikelilingi rawa-
rawa membuat daerah ini selalu terendam banjir jika musim penghujan tiba dan menyebabkan  penyakit  malaria.  Phoa  Beng  Gan  merencanakan  untuk  membuat
kanal untuk mengalirkan air banjir ke laut. Akhirnya rencana itu pun diwujudkan dengan  biaya  hasil  patungan  rakyat  Tionghoa  dan  bantuan  dari  pihak  Belanda.
Dalam waktu kurang dari setahun kanal tersebut telah selesai digali dan banyak memiliki  manfaat  tidak  hanya  untuk  mengalirkan  banjir  ke  laut  tapi  juga
digunakan  untuk  jalur  transportasi  barang-barang  hasil  perkebunan  maupun industri.
38
Setiono, Op. cit, h. 99.
                                            
                