untuk  berdagang  eceran  di  daerah-daerah  pedalaman  ,  yaitu  di  luar  ibu  kota daerah  swatantra  tingkat  I  dan  tingkat  II  yang  mulai  berlaku  sejak  1  Januari
1960.
54
Pada masa pemerintahan Orde Baru, posisi etnis Tionghoa makin terjepit. Ada begitu banyak peraturan pemerintah yang menyudutkan etnis ini. Contohnya
adalah  ditutupnya  sekolah  Tionghoa  dan  yang  berbahasa  Tionghoa.  Anak-anak etnis  Tionghoa  diharuskan  sekolah  di  sekolah  umum.  Kebanyakan  dari  mereka
memilih  sekolah  Kristen  untuk  menuntut  ilmu.  Anak-anak  Nung  Atasana  pun sekolah  di  yayasan  Kristen  yang  dikepalai  oleh  seorang  suster.  Hal  ini  terlihat
dalam kutipan berikut.
Esoknya,  Nung  dan  Anas  dipanggil  untuk  menghadap  Suster Meredith, kepala sekolah. Siska dan Rosi diskors dua hari.
55
Larangan  berdirinya  sekolah  Tionghoa  ini  tertuang  dalam  Instruksi Presidium  Kabinet  Nomor  37UNIN61967  tentang  Kebijakan  Pokok
Penyelesaian  Masalah  Cina.  Kebijakan  ini  mengatur  pembatasan  mengenai masalah pendidikan, kegiatan usaha, dan tenaga kerja.
56
Selain  larangan  berdirinya  sekolah  Tionghoa,  peraturan  diskriminatif lainnya  yang  aplikasinya  muncul  dalam  novel  adalah  pelarangan  untuk
merayakan Imlek. Hal ini terlihat dalam teks berikut.
Tapi  dalam  hati,  terus  terang,  Nung  Khawatir.  Hari  ini  Imlek, Tahun  Baru  Cina.  Hari  raya  besar  dalam  kebudayaan  Cina.  tidak  ada
bedanya dengan muslim yang merayakan lebaran. Pemerintah zaman itu telah  mengancam  setiap  sekolah  di  seluruh  Jakarta  agar  memberikan
peringatan keras kepada para murid keturunan Cina yang mencoba-coba tidak masuk sekolah dengan alasan Imlek.
57
Pada  masa  pemerintahan  Soeharto,  etnis  Tionghoa  dilarang  melakukan
54
Prasetyadji, Op. cit., h. 29
55
Clara Ng, Op. cit., h. 237.
56
Prasetyadji, Op. cit., h. 39.
57
Clara Ng, Op. cit., h. 218.
perayaan  hari  besar  keagamaan  dan  kebudayaan  mereka  secara  terbuka.  Hal  ini sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967.
Tindakan  diskriminasi  sudah  menjadi  makanan  sehari-hari  anak-anak Nung  Atasana  di  sekolah.  Mereka  berempat  yang  memiliki  wajah  oriental,
bermata  sipit,  dan  berkulit  cerah  sering  diejek  oleh  teman-temannya.  Hal  ini terlihat dalam kutipan berikut.
Tapi kalau dihitung-hitung, kelompok anak lelaki itu paling sering menghadang  jalannya,  menunjuk-nunjuk  mata  Novera  sambil  berteriak-
teriak  seperti  orang  kesurupan.  “Amoy”  katanya.  Ditambah  dengan cekikikan kurang ajar.
58
Kata amoy dalam bahasa Mandarin berarti gadis cantik. Akan tetapi, kata- kata  yang  sebenarnya  pujian,  jika  diucapkan  dengan  nada  melecehkan,  akan
terdengar  menyakitkan.  Terlebih  yang  mengatakan  sebetulnya  tidak  paham  dan hanya  ikut-ikutan  saja.  Di  Singkawang,  amoy  adalah  sebutan  bagi  gadis-gadis
keturunan Tionghoa  yang dijual ke luar negeri. Lelaki Taiwan biasa mengambil amoy  dari  Singkawang.  Harganya  yang  relatif  murah,  menyebabkan  amoy
Singkawang  menjadi  favorit  lelaki  Taiwan.  Di  Taiwan,  amoy  Singkawang dijadikan istri simpanan, pelacur, dan PRT. Meski  ada juga  yang dijadikan istri
sah.
59
Kerusuhan  Mei  1998  juga  muncul  dalam  novel,  meskipun  pengarang tidak  banyak  menyinggung  peristiwa  ini.  Porsi  yang  tidak  banyak  dalam  novel
menegaskan  bahwa  penulis  tidak  ingin  menumbuhkan  kebencian  terhadap peristiwa  ini  namun  juga  tidak  ingin  memungkiri  bahwa  peristiwa  ini  pernah
terjadi dan menimpa etnis Tionghoa. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut. Matanya  kembali  ke  arah  pesan  di  layar  ponsel.  Peristiwa  Mei
1998  membekas dengan  jelas di  hati setiap orang, termasuk  Indah. Pada hari itu, dia berada di  daerah Karet,  sedang melakukan wawancara kerja
dengan  perusahaan  majalah  remaja.  Siapa  yang  menyangka  hari  itu berakhiri dengan begitu banyak darah tertumpah dan sakit hati yang tidak
58
Clara Ng., Op. cit., h. 243.
59
Dokumentasi TVone.
dapat disembuhkan begitu saja? Papanya  yang  kehidupan  sehari-harinya  ditopang  dari  toko
elektronik  “Sinar  Berjaya”  hilang  secara  misterius.  Toko  itu  terletak  di Glodok.  Hanya  tiga  jam  yang  dibutuhkan  untuk  menguras  habis  seluruh
isi  toko.  Hanya  tiga  jam  yang  dibutuhkan  untuk  mengubah  Papa  yang mempunyai  penghasilan  tetap  menjadi  Papa  yang  tidak  punya  apa-apa.
Bangkrut mendadak. Dulu, penghasilan “Sinar  Berjaya” itu benar-benar Berjaya  karena  mampu  menyekolahkan  mereka  berempat,  menjadi
sarjana.
60
Kutipan  di  atas  menunjukkan  bahwa  keluarga  Nung  Atasana  tidak  luput dari peristiwa kekerasan tersebut.  Namun,  penulis tidak memberikan porsi  yang
banyak.  Novel  ini  tidak  ingin  mengeksploitasi  kekerasan  yang  menimpa  etnis Tionghoa  pada  Mei  1998.  Pengarang  menyajikan  ceritanya  tanpa  perasangka.
2. Kebudayaan Tionghoa dalam Novel Dimsum Terakhir
Ada beragam kebudayaan Tionghoa yang ditampilkan penulis dalam novel DT ini. Kebudayaan tersebut berfungsi sebagai latar cerita sekaligus menjadi latar
konflik.  Beragam  kebudayaan  dan  tradisi  dalam  novel  DT  akan  dibahas  sesuai dengan  porsi  dan  kepentingannya  dalam  cerita.  Oleh  karena  itu,  tidak  semua
kebudayaan Tionghoa yang muncul dalam novel ini dibahas. Akan tetapi, dipilah- pilah terlebih dahulu oleh peneliti sesuai dengan kebutuhan penelitian. Dari hasil
seleksi  tersebut,  muncullah  beberapa  kebudayaan  yang  memiliki  posisi  penting dalam struktur cerita novel. Kebudayaan-kebudayaan tersebut antara lain sebagai
berikut.
a. Imlek
Perayaan  Imlek  atau  Chun  Jiie  adalah  pesta  para  petani  menyambut kedatangan  musim  semi.  Hal  ini  sudah  berlangsung  ribuan  tahun  di  kalangan
masyarakat  Tionghoa  di  daratan  China.  Ini  berlanjut  di  negeri  rantau  tempat mereka  beranak  cucu.  Meski  tak  mengenal  musim  salju  dan  musim  semi,
masyarakat Tionghoa di Indonesia tetap menjalin silaturahmi dengan menjalankan
60
Clara Ng, Op. Cit. h. 264 —265.
tradisi  Imlek.  Pada  momen  Imlek,  keluarga  berkumpul  untuk  mengucapkan syukur.
Imlek  bertalian  dengan  perayaan  tahun  baru  menurut  penanggalan  lunar. lunar  year.  Hari  raya  ini  biasanya  jatuh  pada  bulan  kedua  masehi  yaitu  pada
Februari.
61
Hari  Raya  Tahun  Baru  Imlek  Yuan  Dan  Yuantan  atau  Xin  Nian Hsin  Nien.  Menurut  Dorothy  Perkins  dalam  Danandjaja,  Tio  Tek  H
dalam  Danandjaja,  James  Danandja,  juga  disebut  Festival  Musim  Semi Chung  Jie  atau
Ch’ung  Chieh;  adalah  pesta  rakyat  yang  paling  utama dalam almanak Tionghoa, baik di Tiongkok maupun di Negara-negara lain
yang berpenduduk keturunan Tionghoa, seperti di Indonesia.
62
Hari  Raya  Tahun  Baru  Imlek  dirayakan  pada  akhir  bulan  Januari,  atau permulaan  Februari,  sesuai  dengan  kalender  lunar  Imlek.  Hari  Raya  ini  dimulai
pada  tanggal  1  Imlek  dan  selesai  pada  tanggal  15  Imlek.  Hari  raya  ini  memulai siklus  baru  dari  tahun  baru  Imlek.  Jadi,  orang  Tionghoa  di  daratan  Tiongkok
menyambut  kedatangan  musim  semi.  Orang-orang  yang  tinggal  di  tempat  yang jauh  dari  rumah  leluhurnya,  akan  pulang  untuk  merayakan  pesta  ini  bersama
orang  tuanya.  Beberapa  minggu  sebelum  hari  raya,  orang  akan  mengirim  kartu ucapan selamat kepada kerabat dan handai taulannya, menghormati orang tuanya,
dan kerabat-kerabat  yang lebih tua. Tiap keluarga akan membersihkan rumahnya karena  mereka  meyakini  bahwa  satu  minggu  menjelang  Hari  Raya  Imlek,  Dewa
Dapur  Caozhung  atau Ts’ao  Chung,  yang  berarti  Pangeran  Dapur  akan
berangkat ke langit untuk melaporkan semua peristiwa di dunia yang telah terjadi di tahun yang baru lewat.
63
Hari Raya Imlek dirayakan oleh masyarakat Tionghoa tanpa membedakan agama  dan  kepercayaan.  Hal  ini  terjadi  karena  Imlek  mempunyai  makna
pengucapan syukur atas berkat dan kelimpahan pada tahun yang telah lewat, dan permohonan berkat  dan  pertolongan Tuhan pada tahun  yang akan datang. Untuk
61
Tedy Yusuf, Sekilas Budaya Tionghoa. Jakarta. Buana Ilmu. 2000. 102
62
James Danandjaja, Folklor Tionghoa, Jakarta. Grafiti. 2010 h. 365 —366.
63
Ibid., h. 366.
itu,  perayaan  Imlek  dapat  disamakan  dengan  hari  raya  Thanks  Giving  Day  di Amerika serikat.
64
Menariknya,  walaupun  di  Indonesia  hanya  ada  dua  musim,  musim  panas dan musim  hujan, tetapi  mereka juga merayakan seolah-olah menyambut musim
semi, yang sebenarnya di Indonesia sedang musim hujan. Pada sekitaran perayaan Imlek, buah-buahan seperti rambutan dan duku dapat kita nikmati karena sedang
musimnya. Masyarakat Tionghoa di Indonesia memiliki kepercayaan berbagai agama,
seperti  Kristen,  Islam,  Hindu  dan  Buddha.  Namun,  hal  ini  tidak  menghalangi mereka menghayati makna  Imlek sebagai ajang reuni  keluarga.  Begitu pula bagi
keluarga peranakan yang telah beberapa generasi beranak pinak di Indonesia. Di  Jakarta,  dahulu  perayaan  Imlek  diselenggarakan  secara  meriah  tidak
hanya  dirayakan  oleh  masyarakat  Tionghoa  saja,  namun  warga  Betawi,  Sunda, Bugis,  Makassar,  Arab,  dan  Indo  yang  ada  di  Jakarta  juga  turut  merayakannya.
Bentuk folklor ini nyaris punah selama puluhan tahun selama pemerintahan Orde Baru  yang  anti-Cina  itu.  Akan  tetapi,  sejak  orde  reformasi  perayaan  ini  bangkit
kembali karena diperbolehkan untuk dirayakan kembali oleh Presiden Megawati. Masyarakat yang merayakan Imlek bukan hanya dari kalangan masyarakat
Tionghoa  saja,  masyarakat  Betawi  pun  merayakan  Imlek  walaupun  tdak mengadopsi keseluruhan tata cara perayaannya.
65
Tradisi  yang  sangat  kental pada  saat  Imlek  adalah  baju  baru  dan  pembagian  angpau.  Para  orang  tua  akan
membagikan  angpau  kepada  anak-anaknya  yang  belum  berumah  tangga  dan kepada  sanak  family  lainnya  yang  juga  masih  membujang.  Tradisi  seperti  ini
mirip dengan tradisi pada saat Lebaran. Selama lima belas hari sampai Hari Raya cap  go  me,  para  keturunan  Tionghoa  mengenakan  baju  baru,  pada  masa  lampau
umumnya mereka mengenakan baju shanghai berwarna merah. Makanan  khas  perayaan  Imlek  adalah  kue  bulan  atau  kue  keranjang,
masyarakat Betawi menyebutnya kue cina. Kue ini disusun bertingkat-tingkat dari
64
Ibid., h. 366 —367.
65
Hingga saat ini di keluarga peneliti pun yang beretnis Betawi masih merayakan Imlek dengan tradisi membeli bandeng pasar malam yang berukuran besar dan memberikannya kepada
sanak keluarga pada saat Imlek.
yang paling besar sampai  mengerucut  ke ukuran  terkecil. Kue ini wajib ada saat perayaan  Imlek  sebagai  persembahan  ketika  sembahyang.  Penganan  lain  yang
sering  muncul  pada  saat  Imlek  adalah  manisan  buah  atep  atau  kolang  kaling
66
. Makanan lain seperti daging babi, kimlo, asinan, dan bakmi biasanya selalu tersaji
di meja makan ketika Imlek. Sesungguhnya,  keluarga  adalah  magnet  perayaan  Imlek.  Pada  saat  Imlek
tiba, seluruh keluraga berkumpul. Keluarga yang tinggal jauh di negeri orang pun akan pulang untuk merayakan Imlek bersama.
Filsuf  besar  Cina,  Konfusius  Kong  Zi,  menegaskan,  dari  keluarga  yang kuat  akan  lahir  masyarakat  yang  kuat.  Dari  situ  terbentuklah  bangsa  yang  kuat.
Itulah inti kehidupan berbangsa, membangun keluarga guyub dan harmonis.
67
Imlek  sebagai  ajang  reuni  keluarga  juga  terlihat  pada  keluarga  Nung Atasana, anak-anak Nung yang tinggal di berbagai kota sampai mancanegara akan
berkumpul  bersama  pada  saat  Imlek  tiba.  Siska  yang  tinggal  di  Singapura  dan sering berpergian ke luar negeri untuk urusan bisnis, akan pulang saat Imlek. Rosi
meninggalkan bayi-bayi mawarnya di Puncak. Novera mengambil cuti mengajar, dari Jogja ia akan terbang ke Jakarta. Hal ini terlihat pada teks berikut.
Mereka  berkumpul  kembali  tepat  tiga  hari  sebelum  Imlek  pada tahun  berikutnya.  Semua  tampak  berbeda  pada  saat  itu.  Nung  tidak
bersama-sama  mereka  lagi.  Siska  tampak  lebih  kurus.  Novera berkacamata. Kulit Roni semakin gelap.
68
Setiap  keluarga  punya  tradisi  Imleknya  masing-masing,  demikian  juga dengan  keluarga  Nung  Atasana.  Setiap  pagi  Imlek,  sebelum  berangkat
beraktivitas, mereka sekeluarga memasak  dimsum untuk  dimakan bersama-sama. Keluarga  sederhana  ini  akan  bangun  pagi-pagi  dan  menyiapkan  besek,  adonan
untuk  bahan-bahan  membuat  dimsum.  Mereka  bergotong-royong  bersama.
66
Pada saat lebaran, etnis Betawi di lingkungan keluarga peneliti pun selalu ada kue cina dan manisan kolang-kaling.
67
Iwan Santosa, Peranakan Tionghoa di Nusantara Jakarta. PT Kompas Media Nusantara, 2012, h. 141.
68
Clara Ng, Op. cit., h. 355.