sebagai  “syarat  subyektif”.  Syarat  formiil  ialah  tata  cara  atau  prosedur melangsungkan  perkawinan  menurut  agama  dan  undang-undang,  disebut  juga
sebagai “syarat obyektif”, adapun syarat materiil dan formiil yaitu:
9
a. Syarat Materiil
UU  Perkawinan  dan  peraturan  pelaksanaannya  telah  menentukan  syarat- syarat perkawinan sebagai berikut
10
: 1
Asas monogami relatif
11
Pasal 3 Ayat 1 UU Perkawinan; 2
Persetujuan bebas kedua belah pihak Pasal 6 UU Perkawinan; 3
Mencapai batas umur, untuk laki-laki 19 tahun dan gadis 16 tahun Pasal 7 ayat 1 UU Perkawinan;
4 Lewat masa iddah Pasal 11 ayat 1 UU Perkawinan;
Masa iddah ini diatur perincian pada pasal 39 PP No. 9 Tahun 1975, yaitu: a
130 hari, apabila perkawinan putus karena kematian; b
90 hari atau 3 X Quru’, apabila perkawinan putus karena perceraian; c
Sampai bayi dilahirkan, apabila perkawinan putus karena perceraian dan isteri dalam keadaan hamil.
Masa  iddah  ini  dihitung  berdasarkan  sejak  jatuhnya  putusan  perkawinan yang  telah  in  kracht  van  gewijsde  untuk  perkawinan  yang  putus  karena
9
Kama  Rusdiana  dan  Jaenal  Arifin.  Perbandingan  Hukum  Perdata.  Jakarta:  Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2007.
10
Ibid., h. 8.
11
Direktorat  Pembinaan  Badan  Peradilan  Agama  Islam,  Himpunan  Peraturan Perundang-undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta, al-Hikmah, 2001, h. 132
perceraian.  Untuk  yang  putus  karena  kematian,  dihitung  sejak  tanggal kematian.
12
d Tidak terhalang oleh larangan perkawinan.
Pasal 8 UU Perkawinan mengatur tentang larangan perkawinan bagi dua yang: 1
Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas; 2
Berhubungan  darah  dalam  garis  keturunan  menyamping  yaitu  antara saudara,  antara  seorang  dengan  saudara  orang  tua  dan  antara  seorang
dengan saudara neneknya; 3
Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibubapak tiri; 4
Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara  susuan dan bibipaman susuan;
5 Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari
isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang; 6
Mempunyai  hubungan  yang  oleh  agamanya  atau  peraturan  lain  yang berlaku, dilarang kawin.
b. Syarat Formiil
Syarat  formiil  sama  halnya  dengan  syarat  eksternal  perkawinan  menurut BW, yaitu syarat-syarat dan formalitas yang harus dipenuhi oleh para pihak baik
sebelum maupun pada waktu mereka melangsungkan perkawinan.
13
12
Ibid., h. 9.
13
Kama  Rusdiana  dan  Jaenal  Arifin.  Perbandingan  Hukum  Perdata.  Jakarta:  Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2007, h. 9.