Definisi Kesaksian Saksi Dalam Perkawinan Menurut Fikih

Apabila di dalam suatu pernikahan ada saksi yang menghadiri dan menyaksikan pernikahan itu, tapi pihak yang menikah meminta mereka untuk merahasiakan dan tidak menyebarkan pernikahan itu, maka pernikahan yang dilakukan adalah tetap sah secara hukum. Hal itu berdasarkan dalil-dalil berikut ini. a. Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ََغَ لا َنِ َب ر َغب َس أ َ ح كن ت َالا :ا . “Pelacur adalah perempuan-perempuan yang menikahkan diri mereka sendiri tanpa ada saksi.” 41 b. Aisyah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, دَع َد اَشَ ّ لَ ب ّاإ َحاك ا . “Pernikahan itu tidak sah, kecuali dengan kehadiran seorang wali dan dua orang saksi yang adil.” 42 Kesaksian merupakan syarat sah pernikahan. Apabila hal itu tidak terpenuhi, maka pernikahan menjadi tidak sah. c. Abu Zubair al-Makki meriwayatkan bahwa Umar bin Khathab r.a. menerima pengaduan tentang pernikahan yang hanya disaksikan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan. Dia berkata, “Ini adalah pernikahan siri dan aku tidak 41 Diriwayatkan oleh Tirmidzi di dalam Sunan Tirmidzi, Kitab an- Nikah, Bab Ma Ja‟a La Nikaha illa bi-Bayyinah, jilid III, hlm. 403, hadis nomor 1107. Abu Isa meriwayatkan bahwa Yusuf bin Hamad berkata, “Abdul A’la menjadikan hadis ini sebagai hadis marfu’ di dalam kitab tafsir dan menjadikannya sebagai hadis mauquf di dalam kitab talak.” Menurut Abu Isa, hadis ini tidak terjaga sehingga tida k diketahui siapa yang menjadikannya marfu’, kecuali hadis yang diriwayatkan oleh Abdul A’la dari Sa’id dari Qatadah secara mauquf. 42 Diriwayatkan oleh Daruquthni di dalam Sunan Daruquthni, Kitab an-Nikah,jilid III, h. 225-226, hadits nomor 22. memperbolehkannya. Andai aku hadir ketika itu, tentu aku akan merajam para pelakunya.” 43 Menurut Tirmidzi, hal ini diterapkan dengan baik oleh para ulama dari kalangan para sahabat Nabi saw. dan dilanjutkan oleh para tabi’in dan ulama yang datang setelah mereka. Mereka mengatakan, “Suatu pernikahan tidak sah, kecuali dihadiri oleh para saksi.” 44 Belum ada pihak yang membantah pendapat di atas, kecuali salah satu golongan dari ulama muta‟akhirin. 45 d. Kesaksian berhubungan dengan hak pihak lain yang tidak turut melaksanakan akad, yaitu anak-anak. Karena itu keasksian disyaratkan di dalam sebuah pernikahan agar kelak sang Ayah suami tidak mengingkari keberadaan keturunannya sehingga anak-anak tidak kehilangan nasab mereka. Sebagian ulama berpendapat bahwa pernikahan tanpa kehadiran para saksi dianggap sebagai pernikahan yang sah secara hukum. Di antara ulama yang berpendapat seperti itu adalah ulama dari Mazhab Syi’ah. Selain itu, Abdurrahman bin Mahdi, Yazid bin Harun, Ibnu Mundzir, dan Dawud juga menganut pendapat yang sama. Pernikahan seperti ini telah dipraktikkan oleh 43 Diriwayatkan oleh Malik di dalam Muwatha‟ Malik, Kitab an-Nikah, Bab Jami Ma La Yajuzu min an-Nikah, jilid II, h. 535, hadits nomor 26. Hadis ini dan dua hadis sebelumnya termasuk hadits dhaif, tapi masing-masing hadis itu saling menguatkan antara satu dan yang lain. 44 Diriwayatkan oleh Tirmidzi di dalam Sunan Tirmidzi, Kitab an- Nikah, Bab Ma Ja‟a La Nikaha illa bi-Bayyinah, jilid III, h. 403, hadits nomor 1104. 45 Al-Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2010, Cet. II, h. 273.