Ingatannya Baik Bersih dari Tuduhan

disyariatkannya, yaitu publikasi i‟lan oleh karena itu maka pernikahan tersebut tidak sah. Sedangkan menurut Hanabilah hukum nikah sirri semacam ini adalah makruh. 2 2. Pengertian nikah sirri yang berkembang di kalangan umat Islam Indonesia pada umumnya, yaitu pernikahan yang dilaksanakan dengan memenuhi syarat dan rukun pernikahan yang terdapat dalam syariat Islam, tetapi tanpa melalui Pegawai Pencatat Nikah PPN sehingga pernikahan tersebut tidak dicatat dalam Akta Perkawinan menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku. 3 Perkawinan sirri atau perkawinan di bawah tangan ialah perkawinan yang dilaksankan dengan tidak memenuhi syarat dan prosedur peraturan perundangan. Terdapat perbedaan pendapat tentang sah tidaknya perkawinan di bawah tangan, dikarenakan adanya perbedaan penafsiran terhadap ketentuan Pasal 2 Ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Yang jelas ketentuan Pasal 2 Ayat 2 yang mengharuskan pencatatan perkawinan terpisah dengan ketentuan Pasal 2 Ayat 1 yang mengatur tentang sahnya perkawinan yang harus dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaannya. 4 2 Muhammad Sahnun bin Said al-Tanukhi, al-Mudawwanah al-Kubra Beirut: Dar al- Sadr, 1322 H, III:192-194. Khoiruddin Nasution, Status Wanita Di Asia Tenggara Studi Terhadap Perundang-Undangan Perkawinan Muslim Kontemporer Di Indonesia dan Malaysia Jakarta: INIS, 2002, hlm. 143. Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh Beirut: Dar al-Fikr, 1984, VII :71. 3 Kamal Muchtar. “Nikah Sirri di Indonesia”, dalam al-Jami‟ah Jurnal Ilmu Pengetahuan Agama Islam No.56, Yogyakarta, IAIN Sunan Kalijaga, 1994, h. 14. 4 Abd. Shomad, Hukum Islam Pennormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia. Jakarta: Kencana, 2010. H. 309. Menurut hukum Islam, perkawinan di bawah tangan atau sirri adalah sah, asalkan telah terpenuhi syarat dan rukun perkawinan. Namun dari aspek peraturan perundangan perkawinan model ini belum lengkap dikarenakan belum dicatatkan. Pencatatan perkawinan hanya merupakan perbuatan administratif yang tidak berpengaruh pada sah tidaknya perkawinan. 5 Yang biasanya bisa menjadi korban akibat adanya perkawinan model ini, yang biasanya muncul jika ada masalah, bentrokan dan suatu kepentingan, dalam bentuk pengingkaran terjadinya perkawinan di bawah tangan yang dilakukan dan tak jarang pula anak yang dilahirkan dalam perkawinan itu juga tidak diakui. Terkadang muncul permasalahan juga dalam hal pembagian waris. 6 Pasal 42 dan 43 UUP mengatur bahwa anak sah ialah anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang sah, sedangkan anak yang dilahirkan dari perkawinan yang tidak sah hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibunya. Karena menurut hukum Islam, perkawinan sirri itu sah, maka anak yang dilahirkan dari perkawinan itu adalah sah. Problema akan muncul berkaitan dengan masalah administratif berkenaan dengan surat kelahirannya. 7 a. Persepektif Fikih Konvensional 5 Abd. Shomad, Hukum Islam Pennormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia. Jakarta: Kencana, 2010. H. 309. 6 Ibid., h. 309. 7 Ibid., h. 310. Dalam perjalanan hukum Islam, Nikah Sirri bukanlah masalah yang baru, karena di dalam kitab al-Muwatha karya Imam Malik telah termaktub, bahwa istilah nikah sirri berasal dari perkataan Umar Ibnu al-Khathab r.a.: ع .كلم ا ر خا لج ّاإ ه لع دَ ش مَل حَاك ف ل جَر ب َرَ ع ّ أ .ر ب با ا : أرما .ت جرل ه ف تمّدقت تنك ل ا ّرّسلا حاك Artinya: “Bahwasanya Umar dihadapkan kepadanya seorang laki-laki yang menikah tanpa ada saksi, kecuali seorang laki-laki dan seorang perempuan. Lalu Umar berkata: Ini nikah sirri, Aku tidak membolehkannya, seandainya kamu melakukannya pasti aku rajam.” Pengertian nikah sirri dalam perspektif Umar tersebut adalah bahwa syarat jumlah saksi belum terpenuhi, kalau jumlah saksi belum lengkap meskipun sudah ada yang datang, maka nikah semacam ini memakai kriteria Umar dapat dipandang sebagai nikah sirri. 8 Dilihat dari keterangan nikah sirri tersebut dapat ditarik suatu pengertian bahwa nikah sirri itu bersangkut-paut dengan kedudukan saksi dan syarat-syarat pada saksi itu sendiri. Imam Abu Hanifah dan Syafi’i sependapat bahwa nikah sirri rahasia tidak boleh. 9 Kemudian mereka berselisih pendapat apabila terdapat dua orang saksi dan keduanya diamanati untuk merahasiakan pernikahan, apakah hal ini dianggap nikah sirri atau tidak?. 8 http:www.badilag.netdataARTIKELARTIKEL NASAB ANAK DI LUAR PERKAWINAN.pdf, diakses pada tanggal 7 Oktober 2013. 9 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Penerjemah M.A Abdurrahman dan A. Haris Abdullah, Semarang: CV. As- Syifa’, 1990, Cet. Ke-1., h. 383.