Syarat Materiil Syarat Perkawinan Menurut Hukum Perdata

disebutkan pada saat akad, 3 suami, 4 isteri suami dan isteri ini disyaratkan bebas dari halangan menikah seperti masih dalam masa iddah atau sedang ihram dan 5 sighah. 16 Sedangkan Syafi’iyah juga mengatakan rukun nikah ada lima namun sedikit berbeda dengan Malikiyah, yaitu 1 suami, 2 isteri, 3 wali, 4 dua saksi dan 5 sighah. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ulama sepakat mengatakan bahwa ijab dan qabul adalah rukun nikah. Sementara, selain pada dua hal tersebut, mereka berbeda pendapat. Jumhur ulama mengatakan, rukun nikah selain ijab dan qabul adalah suami, isteri, dan wali. Sedangkan Syafi’iyah berpendirian, selain keduanya rukun nikah yang lain adalah suami, isteri, wali, dan dua saksi. Adapun menurut Malikiyah, selain ijab dan qabul yang termasuk rukun nikah adalah suami, isteri, wali, dan mahar. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang rukun nikah, baik yang disepakati maupun yang tidak disepakati, maka berikut ini akan dijelaskan satu persatu.

a. Wali

Mengenai keabsahan nikah tanpa wali, ada dua pendapat di kalangan ulama. Pendapat pertama oleh jumhur ulama, bahwa suatu pernikahan tidak sah tanpa keberadaan wali. Ini berdasarkan nash al- Qur’an dan hadits. 16 Abd Al-Rahman al-Jaziri, selanjutnya disebut al-Jaziri, al- Fiqh „Ala Madzahib al- Arba‟ah Beirut: Dar al-Fikr, 1996 jilid 4, h. 14. Adapun nash al- Qur’an disebutkan dalam Surah al-Baqarah [2]: 232 berikut ini:      “Maka janganlah kamu para wali menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya ”. 17 Ayat di atas menunjukkan peran dan fungsi seorang wali, jika tidak maka wewenang “menghalangi” dalam ayat di atas tidak punya arti apa-apa bagi seorang wali. Juga berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Musa al- Asy’ari.: ا َحاك ّاإ ّ لَ ب “Bahwa sebuah pernikahan tidak sah kecuali dengan wali.” HR. Abu Daud. Maksud dari hadis di atas adalah sebuah pernikahan tidak sah jika wali tidak ada, karena seorang wanita tidak punya kapasitas unutuk menikahkan dirinya tanpa adanya seorang wali atau mewakilkannya kepada orang lain jika wali berhalangan untuk menikahkannya, dan jika ia lakukan hal itu maka nikahnya tidak sah. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.: ا أ أَر ما تَحكَ ر َغب إ اَ ِ لَ اَ حاك نف ل طاَب ا بأ د اد “Bahwa wanita siapa saja yang menikah tanpa seizing walinya maka nikahnya tidak sah.” HR. Abu Daud. Pendapat kedua dikemukakan oleh Hanafiyah, bahwa wanita berakal yang sudah baligh, baik gadis atau janda, dapat menikahkan dirinya dan anak perempuannya, dan boleh mewakilkannya kepada orang lain. Karena wali dalam 17 Kawin lagi dengan bekas suami atau dengan laki-laki yang lain