Orientasi Pembinaan PELAKSANAAN SISTEM PEMBINAAN NARAPIDANA

sebagai bekal hidupnya setelah kembali ketengah-tengah masyarakat. 48 Lembaga Pemasyarakatan Wanita merupakan lembaga yang sama seperti pemasyarakatan pada umumnya yang menjalankan fungsinya sebagaimana disebutkan dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.01.PR.07.03 tahun 1983 yaitu, melakukan pembinaan narapidana anak didik ; memberi bimbingan; mempersiapkan sarana dan pengelolaan hasil kerja; melakukan bimbingan sosial dan kerohanian narapidana dan anak didik; melaksanakan pemeliharaan keamanan dan tata tertib Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Medan; dan melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga. Lembaga Pemasyarakatan mengemban misi untuk memberikan pembinaan kepada narapidana dari tidak tahu menjadi tahu, Sedangkan visinya adalah memberikan proses pembinaan agar taat hukum memiliki kesadaran hukum. Pendekatan yang dilakukan dalam pelaksanaan pembinaan adalah secara dinamis, sistematis dan berlanjut.

B. Orientasi Pembinaan

Pembinaan narapidana, tidak hanya ditujukan kepada pembinaan spiritual saja, tetapi juga dalam bidang ketrampilan. Sebab itu pembinaan narapidana juga dikaitkan dengan pembinaan pekerjaan selama menjalani pidana. Dalam sistem kepenjaraan, orientasi pembinaan lebih bersifat top down approach. Pembinaan yang 48 Ady Suyatno, Himpunan Perundang-undangan Tentang Pemasyarakatan, Jakarta : Dirjen Pemasyarakatan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, 2003 hlm. 10 Rita Uli Situmeang: Fungsi Dan Peranan Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pembinaan Narapidana Wanita Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Tanjung Gusta Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 diberikan kepada narapidana, merupakan program-program yang sudah ditetapkan dan narapidana harus ikut serta dalam program tersebut. Top down approach juga didasarkan atas pertimbangan keamanan, keterbatasan sarana pembinaan dan pandangan bahwa narapidana hanya objek semata-mata. Jadi sebagai objek, eksistensi narapidana untuk ikut serta membangun dirinya atau membangun kelompok yang kurang diperhatikan. 49 Pembinaan adalah paket yang datang dari atas. Sering pembinaan semacam tidak memperhatikan kondisi daerah atau kondisi Lembaga Pemasyarakatan yang bersangkutan. Dalam sistem pemasyarakatan, orientasi ini masih tetapi dipertahankan. Sebagai top down approach, maka narapidana tidak dapat menentukan sendiri pekerjaan atau jenis pembinaan yang dipilihnya, yang dianggap sangat dibutuhkannya. Sehingga banyak terjadi ketidaksesuaian antara kebutuhan belajar narapidana dengan sarana pendidikan yang tersedia. Atau ketidaksesuaian antara kebutuhan belajar narapidana dengan pembinaan yang diberikan padanya. Akibatnya upaya pembinaan menjadi hal yang mubazir saja. Padahal dari segi biaya pembiayaan, cukup mahal untuk membina seorang narapidana. Hasilnya tidak sesuai dengan biaya, tenaga dan waktu yang telah dikeluarkan. Jadi sebenarnya pembinaan narapidana denga top down approach tidaklah efektif sama sekali. Orientasi pembinaan semacam harus ditinjau kembali, agar pembinaan yang diberikan kepada narapidana berdaya guna dan berhasil guna, seperti yang diharapkan 49 C.I Harsono Hs, Op.cit hlm 20 Rita Uli Situmeang: Fungsi Dan Peranan Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pembinaan Narapidana Wanita Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Tanjung Gusta Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 pemasyarakatan. 50 Dalam sistem baru pembinaan narapidana, orientasi pembinaan harus diubah. Orientasi itu menjadi bottom up approach. Bottom up approach adalah pembinaan narapidana yang berdasarkan kebutuhan belajar narapidana, setiap narapidana haruslah menjalani pre test sebelum dilakukan pembinaan. Dari hasil pre test akan diketahui tingkat pengetahuan, keahlian dan hasrat belajarnya. Dengan memperhatikan hasil pre test, dipersiapkan materi pembinaan narapidana. Pada pertengahan pembinaan, perlu diadakan mid test untuk mengetahui sejauh mana pembinaan bisa berhasil dan diakhiri pembinaan diadakan post test, untuk mengetahui keberhasilan pembinaan. 51 Cara demikian akan menemukan kesesuaian belajar narapidana dengan kebutuhan belajarnya. Jika yang dipelajari adalah sesuatu yang dibutuhkan, maka hasil yang dicapai bisa semaksimal mungkin, sebab pembinaan mencapai daya guna dan hasil guna yang diinginkan, biaya, tenaga dan waktu yang dikeluarkan untuk membina narapidana juga tidak sia-sia. Tidak sulit untuk memenuhi kebutuhan belajar narapidana, sekalipun jumlah jenis kebutuhannya bermacam-macam. Pembina dapat membuat skala prioritas dari kebutuhan belajar tersebut. Dari skala prioritas dapat ditentukan jenis pembinaannya dengan mempertimbangkan lama setiap jenis pembinaan dengan lama pembinaan yang dijalani oleh setiap narapidana. 50 Ady Suyatno, Op.cit hlm 20. 51 Ibid hlm 21. Rita Uli Situmeang: Fungsi Dan Peranan Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pembinaan Narapidana Wanita Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Tanjung Gusta Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 Sekali lagi bahwa pembinaan narapidana tidak hanya pembinaan mental spiritual saja, tetapi juga pemberian pekerjaan selama di dalam Lembaga Pemasyarakatan merupakan permasalahan tersendiri. Sistem pemasyarakatan telah mampu merubah citra itu, dengan memperlakukannya sebagai subjek. Disinilah faktor manusiawi lebih banyak berbicara, eksistensi manusia lebih ditonjolkan, harga diri lebih dibangkitkan dan didudukkan sejajar dengan manusia yang lain. Perlakuan dan pengaturan yang keras dikendorkan dan narapidana dibina, agar kelak setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan tidak lagi mengulangi perbuatannya dan bisa beradaptasi dengan masyarakat. Pandangan pemasyarakatan tentu sangat baik sekali, setidak-tidaknya untuk mencapai tujuan pemasyarakatan. 52 Dalam sistem baru pembinaan narapidana, perlakuan narapidana diterapkan sebagai subjek sekaligus objek. Ada yang perlu digaris bawahi disini, bahwa perlakuan narapidana yaitu subjek sekaligus objek.

C. Metode Pembinaan