Sekali lagi bahwa pembinaan narapidana tidak hanya pembinaan mental spiritual saja, tetapi juga pemberian pekerjaan selama di dalam Lembaga
Pemasyarakatan merupakan permasalahan tersendiri. Sistem pemasyarakatan telah mampu merubah citra itu, dengan
memperlakukannya sebagai subjek. Disinilah faktor manusiawi lebih banyak berbicara, eksistensi manusia lebih ditonjolkan, harga diri lebih dibangkitkan dan
didudukkan sejajar dengan manusia yang lain. Perlakuan dan pengaturan yang keras dikendorkan dan narapidana dibina, agar kelak setelah keluar dari Lembaga
Pemasyarakatan tidak lagi mengulangi perbuatannya dan bisa beradaptasi dengan masyarakat. Pandangan pemasyarakatan tentu sangat baik sekali, setidak-tidaknya
untuk mencapai tujuan pemasyarakatan.
52
Dalam sistem baru pembinaan narapidana, perlakuan narapidana diterapkan sebagai subjek sekaligus objek. Ada yang perlu digaris bawahi disini, bahwa
perlakuan narapidana yaitu subjek sekaligus objek.
C. Metode Pembinaan
Dalam membina narapidana, dapat digunakan dengan banyak metode pembinaan. Karena metode pembinaan merupakan cara dalam penyampaian materi
pembinaan agar dapat secara efektif dan efisien diterima oleh narapidana yang dibina, dan yang dapat menghasilkan perubahan dalam diri narapidana itu sendiri, baik itu
perubahan dalam berpikir, bertindak atau dalam bertingkah laku. Dalam hal
52
Ibid hlm 21-23
Rita Uli Situmeang: Fungsi Dan Peranan Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pembinaan Narapidana Wanita Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
USU e-Repository © 2008
penyampaian materi pembinaan tidak saja dilakukan asal dapat menyampaikan materi, tetapi harus juga diperhatikan sejauh mana kesiapan para narapidana dalam
penerimaan materi pembinaan tersebut. Karena narapidana adalah suatu masyarakat yang sangat heterogen yang
terdiri dari berbagai macam manusia, dengan segala karakteristik, latar belakang ekonomi, sosial, pendidikan dan lain sebagainya sering kali tidak sama. Oleh karena
itu penyampaian materi pembinaan harus melihat banyak sudut pandang. Dimana pemberian materi yang sama, dapat disampaikan secara berbeda kepada beberapa
narapidana. Sehingga dalam membina narapidana, sangat diperlukan banyak metode penyampaian materi pembinaan, baik metode itu digunakan secara sendiri-sendiri
atau digabungkan. Dalam hal ini pembina narapidana harus banyak mengenal metode
pembinaan, sebelum melakukan pembinaan. Karena pembina narapidana tidak dapat menyama ratakan pembinaan narapidana secara sama untuk seluruh narapidana yang
memiliki latar belakang kehidupan yang heterogen. Penelitian awal untuk pembinaan narapidana, harus dilakukan pada saat narapidana masuk ke dalam Lembaga
Pemasyarakatan di mana penelitian harus akurat. Sebelum suatu pembinaan berlangsung diharapkan para pembina harus langsung mengenal situasi kejiwaan dari
narapidana yang akan dibina. Situasi pembinaan sering kali tidak diperhatikan oleh para pembina, bukan saja dalam pembinaan narapidana, akan tetapi juga dalam
pendidikan formal di luar Lembaga Pemasyarakatan. Sehingga sering terjadi bahwa
Rita Uli Situmeang: Fungsi Dan Peranan Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pembinaan Narapidana Wanita Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
USU e-Repository © 2008
anak didik hanya mampu menyerap 60 dari materi pendidikan yang diberikan dalam pembinaan.
Situasi kejiwaan narapidana, kekacauan pikiran terhadap segala sesuatu, misalnya terhadap keluarga dirumah, terhadap hubungan sesama narapidana, harus
terlebih dahulu dihilangkan agar narapidana tersebut dengan serius menerima materi pembinaan dan dapat mengikuti pembinaan dengan tuntas.
Ada dua pendekatan dalam memberikan pembinaan bagi narapidana menurut kebutuhan yaitu :
2. Pendekatan dari atas Top down approach
Dimana pembinaan atau materi pembinana berasal dari pembina, atau paket pembinaan bagi narapidana telah disediakan dari atas. Narapidana tidak ikut
menentukan jenis pembinaan yang akan dijalaninya, tetapi langsung saja menerima pembinaan dari para pembina. Praktek pembinaan inilah yang masih
digunakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Wanita Medan dalam memberikan pembinaan bagi Warga Binaan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Wanita
Medan. 3.
Pendekatan dari bawah Bottom up approach Dimana pendekatan pembinaan narapidana dari bawah merupaakn suatu cara
pembinaan narapidana dengan memperhatikan kebutuhan pembinaan atau kebutuhan belajar narapidana. Tidak setiap narapidana mempunyai kebutuhan
belajar yang sama, minat belajar yang sama pula.
Rita Uli Situmeang: Fungsi Dan Peranan Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pembinaan Narapidana Wanita Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Tanjung Gusta Medan, 2008.
USU e-Repository © 2008
Dalam pembinaan ini seluruh kegiatan sangat tergantung kepada pribadi narapidana sendiri, dan fasilitas pembinaan adalah yang dimiliki oleh Lembaga
Pemasyarakatan. Sering kali seorang narapidana tidak mengetahui apa yang menjadi kebutuhan pembinaan bagi dirinya atau kebutuhan belajarnya. Hal ini
disebabkan narapidana tersebut tidak tahu dan tidak mengenal diri sendiri. Pembinaan narapidana dengan pendekatan dari bawah, membawa konsekuensi
yang tinggi bagi para pembina, karena pihak pembina harus mampu menyediakan sarana dan prasarana bagi tercapainya tujuan pembinaan.
Ada perbedaan yang menyolok antara pendekatan dari atas dengan pendekatan dari bawah yaitu pada tujuan yang hendak dicapai melalui pembinaan
tersebut. Dalam pendekatan dari atas, tujuan yang hendak dicapai telah ditentukan oleh pembina, sedangkan pendekatan yang dari bawah, tujuan yang hendak dicapai
ditentukan oleh narapidana itu sendiri. Selain dari pada itu bahwa pendekatan dari atas membuat para pembina menentukan arah pembinaan narapidana, tujuan
pembinaan sesuai dengan keinginan pembina, sedangkan pendekatan dari bawah narapidana telah menentukan akan menjadi apa, sesuai dengan tujuan yang
dibuatnya.
53
D. Pelaksanaan Pembinaan Narapidana