Pembinaan Tujuan Pembinaan Kerangka Teori

a. Pembinaan

Pembinaan narapidana wanita tidak terlepas dari wanita yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Wanita, sebab walaupun narapidana wanita Medan berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan mereka tetap wanita, wanita yang masih mempunyai masa depan kelak dikemudian hari wanita-wanita yang berada di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Wanita tetap ditangani sebagai wanita karena yang hilang hanyalah kemerdekaan bergeraknya. Pada dasarnya, tindakan pemidanaan penahanan dan pemenjaraan adalah ”upaya paksa” terhadap seseorang yang bertentangan dengan hak asasi manusia, namun karena dijamin oleh peraturan perundangan, maka tindakan itu sah menurut hukum. Lembaga pemasyarakatan dalam hal ini berfungsi sebagai tempat pelaksanaan ”upaya paksa” tersebut. Sebagai tempat di lakukan pemidanaan, lembaga pemasyarakatan, melaksanakan fungsinya berdasarkan teori pemidanaan yang berlaku. Sebagaimana di ketahui, teori pemidanaan dari masa ke masa mengalami perubahan. Pada zaman dahulu, pidana dijatuhkan dengan tujuan ”pembalasan”. Keadilan masyarakat dicapai melalui pembahasan yang setimpal, mata di balas dengan mata, dan gigi dibalas dengan gigi an eye for an eye, and a tooth fot a tooth ; Mozaik Doktrin . Pada masa kemudian, disamping masih menganut teori pembahasan, tujuan pemidanaan berkembang dalam bentuk penjeraan deterence, Rita Uli Situmeang: Fungsi Dan Peranan Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pembinaan Narapidana Wanita Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Tanjung Gusta Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 baik yang ditujukan kepada di pelaku special deterence maupun kepada anggota masyarakat general. 12

b. Tujuan Pembinaan

Gagasan Sahardjo kemudian dirumuskan dalam konferensi Dinas Kepenjaraan di Lembang Bandung, dalam sepuluh prinsip pembinaan dan bimbingan bagi narapidana. Prinsip-prinsip untuk bimbingan dan pembinaan adalah : 1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna dalam masyarakat. 2. Penjatuhan pidana bukan tindakan pembalasan dendam dari negara. 3. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan bimbingan. 4. Negara tidak berhak membuat seseorang narapidana lebih buruk atau lebih jahat daripada sebelum ia masuk lembaga. 5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat. 6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu atau hanya diperuntukkan bagi kepentingan lembaga atau negara saja. Pekerjaan yang diberikan harus ditujukan untuk pembangunan negara. 7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan asas Pancasila. 8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia meskipun ia telah tersesat. Tidak boleh ditunjukkan kepada narapidana bahwa ia itu penjahat. 9. Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan. 10. Sarana fisik lembaga dewasa ini merupakan salah satu hambatan pelaksanaan sistem pemasyarakatan. 13 Ke sepuluh prinsip-prinsip bimbingan dan pembinaan narapidana, lebih dikenal sebagai Sepuluh Prinsip Pemasyarakatan. Ada tiga hal yang dapat ditarik dari kesepuluh Prinsip Pemasyarakatan, yaitu : sebagai tujuan, proses dan pelaksanaan pidana penjara di Indonesia. Sebagai tujuan, proses dan pelaksanaan 12 Marjaman, Warta Pemasyarakatan, Jakarta : Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Desember 2006, hlm. 3. 13 C.I. Harsono, Op.cid, hlm. 2-3. Rita Uli Situmeang: Fungsi Dan Peranan Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pembinaan Narapidana Wanita Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Tanjung Gusta Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 pidana penjara di Indonesia, pemasyarakatan telah berjalan lebih dari seperempat abad. Dalam usianya yang semakin dewasa, pemasyarakatan baik sebagai tujuan, proses, pelaksanaan pidana maupun sebagai disiplin ilmu, telah membuktikan kemandiriannya, sekaligus telah membuktikan keberhasilan dan kegagalannya. Sebagaimana di ketahui bahwa teori pemidanaan dari masa ke masa mengalami perubahan. Di mana pada zaman dahulu pidana dijatuhkan dengan tujuan pembalasan. Keadilan masyarakat hanya dicapai melalui pembalasan yang setimpal. Pecah kulit, atau diikat dan ditarik dengan beberapa kuda dari semua arah, di samping juga pengurungan dalam sel, merupakan bagian dari penjeraan seseorang. Maksud mendapatkan ”rasa keadilan” si korban dan masyarakat pada kedua zaman tersebut dilakukan melalui perlakukan fisikkekerasan, yang lebih cenderung termasuk kategori penyiksaan. Pada masa selanjutnya sudah tidak ada lagi berorientasi kepada tujuan pembalasanpenjeraan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu tujuan pemidanaan berubah pada orientasi rehabilitasi perbaikan, penyembuhan, namun masih dipandang berorientasi pada individu dengan mengesampingkan kepentingan masyarakat secara umum. Oleh karenanya, pada masa kini pemidanaan diarahkan lebih pada tata perlakuan yang bertujuan bukan saja agar para terpidana bertobat dan tidak melakukan tindak pidana lagi, melainkan Rita Uli Situmeang: Fungsi Dan Peranan Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pembinaan Narapidana Wanita Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Tanjung Gusta Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 juga melindungi masyarakat dari tindak kejahatan. Dimana tata perlakuan ini dilaksanakan berdasarkan sistem pemasyarakatan berlaku sejak 27 April 1964. 14 Dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan menyatakan bahwa sistem pemasyarakatan disamping bertujuan untuk mengembalikan warga Binaan Pemasyarakatan sebagai warga yang baik juga bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan diulangi tindak pidana oleh narapidana. Demikian juga Lembaga Pemasyarakatan Wanita Medan adalah merupakan salah satu tempat untuk membina, pembinaan narapidana wanita.

2. Kerangka Konsepsi