Konsep Keadilan Menurut Hukum Islam

49 dapat dipungkiri ada beberapa hal krusial dan beberapa perbedaan disana-sini yang menempatkan hukum kewarisan Islam dalam bentuk yang baru.

C. Konsep Keadilan Dalam Pembagian Harta Waris

1. Konsep Keadilan Menurut Hukum Islam

Mengenai jumlah bagian yang didapat oleh laki-laki dan perempuan terdapat dua bentuk. Pertama, laki-laki mendapat jumlah yang sama banyak dengan perempuan; seperti ibu dan ayah sama-sama mendapat seperenam dalam keadaan pewaris meninggalkan anak kandung. Begitu pula saudara laki-laki dan saudara perempuan sama-sama mendapat seperenam dalam keadaan pewaris adalah seseorang yang tidak memiliki ahli waris langsung. Kedua, laki-laki memperoleh bagian lebih banyak atau dua kali lipat dari bagian yang didapat oleh perempuan; seperti anak laki- laki mendapat dua kali bagian anak perempuan, saudara laki-laki mendapat dua kali bagian saudara perempuan dan dalam kasus yang terpisah duda mendapat dua kali bagian yang diperoleh janda. Bila ditinjau dari segi jumlah bagian yang diperoleh antara laki-laki dan perempuan yaitu 2:1 baca: dua banding satu, memang terdapat ketidaksamaan. Akan tetapi, hal tersebut bukan berarti tidak adil karena keadilan dalam pandangan Islam tidak hanya diukur dengan jumlah yang didapat saat menerima hak waris tetapi juga dikaitkan pada kegunaan dan kebutuhan. Oleh karena itu, bentuk keadilan dalam kewarisan bukan terletak pada jenis kelamin, melainkan terletak pada substansinya. Substansi yang dimaksud dapat terlihat dalam Surat an-Nisa 4:11, 12, dan 176. 50 Pada Surat an-Nisa 4 ayat 11 dinyatakan bahwa anak laki-laki mendapat bagian lebih besar dari perempuan. Demikian pula ayah mendapat bagian lebih banyak dari ibu apabila tidak ada anak. Dalam Surat an-Nisa 4 ayat 12, suami dan istri mendapat bagian yang berbeda. Demikian pula dalam Surat an-Nisa 4 ayat 176 saudara laki-laki mendapat bagian lebih banyak dari saudara permpuan. Terjadinya perolehan bagian yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, mufassirin memberikan komentar. Menurut al-Maragi, terjadinya perbedaan bagian yang diperoleh oleh ahli waris laki-laki dan perempuan mempunyai hikmah tersendiri yaitu laki-laki mencari nafkah untuk diri dan keluarganya, sementara perempuan hanya membutuhkan nafkah untuk dirinya, dan bahkan apabila perempuan telah menikah, maka nafkahnya ditanggung oleh laki-laki yang menjadi suaminya. Dari kenyataan ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan material dalam kedudukan ekonomi antara laki-laki dan perempuan bila dilihat dari fungsinya. 60 Syariat Islam telah membedakan pembagian harta waris antara laki-laki dan perempuan dalam perkara kewarisan 2:1 baca dua banding satu karena ada beberapa hikmah yang tersembumyi: a. Bahwa perempuan itu biaya hidup dan keperluannya telah terpenuhi, sebab nafkahnya menjadi kewajiban anaknya atau bapaknya, saudara laki-laki atau kerabat lainnya. 60 Eli Nurmalia, Respon Perempuan Terhadap System Pembagian Waris 2:1 Dalam Hukum Kewarisan Islam, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008, h. 27 51 b. Permpuan tidak dibebani untuk memberikan nafkah pada keluarga, kerabat serta orang lain yang menjadi kewajibannya untuk memberikan nafkah kepadanya. c. Nafkah laki-laki lebih banyak dari perempuan dan kewajiban yang berkaitan dengan harta lebih besar, maka keperluannya terhadap harta tertentu lebih besar dari pada keperluan perempuan. d. Laki-laki berkewajiban memberikan maskawin kepada istrinya dan dia juga dibebani untuk memberikan biaya, tempat tinggal dan ongkos makan serta pakian kepada istri dan anak-anaknya. Selain itu masalah lain yang juga dibebankan kepada laki-laki oleh syariat Islam yang mulia, berdasarkan perintah Allah, Tuhan Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui. ☺ Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”. QS. Ath-Thalak 65:7 Dari pandangan yang singkat ini, jelaslah bahwa Allah begitu bijaksana dalam membedakan bagian laki-laki dan perempuan dalam kewarisan. Apabila nafkah atas seseorang itu lebih banyak dan kewajiban yang dibebankan kepadanya lebih besar, maka menurut keadilan dalam pandangan Islam, dibenarkan jika bagiannya lebih 52 banyak. 61 Kendati perempuan mendapatkan bagian setengah dari laki-laki lidzdzakari mitslu hadzdzil untsayayn, namun ketentuan itu bisa menjadi lebih banyak dari laki-laki, sebab laki-laki punya tanggung jawab menafkahi anggota keluarganya, sedangkan harta bagian perempuan adalah untuk dirinya sendiri. Karena itulah, Rasul SAW menekankan umat Islam untuk senantiasa melakukan dan melaksanakan hukum waris sesuai dengan ketentuan yang ada dalam al-Quran. Semua yang sudah diatur dalam al-Quran bertujuan memberikan keadilan pada setiap orang. 62 Hal serupa juga diungkapkan oleh Syaikh Muhammad Ghazali. Beliau menambahkan bahwa perempuan tidak wajib untuk bekerja atau mencari uang karena jika dia mempunyai suami atau saudara laki-laki, seharusnya mereka yang mendukungnya dalam segi keuangan. 63

2. Konsep Keadilan dalam Pandangan Feminis Gender

Dokumen yang terkait

Pelimpahan hak asuh anak kepada bapak (studi kasus putusan pengadilan agama Jakarta perkara nomor 1829/Pdp.G/2008/PAJT)

1 40 92

Putusan verstek pengadilan agama depok dalam perkara cerai gugat : analisa putusan pengadilan agama depok perkara no. 1227/pdt.g/2008/pa.dpk

4 21 94

Pelimpahan Hak Asuh Anak Kepada Bapak Akibat Perceraian (Studi Putusan Pengadilan Agama Bekasi Nomor: 345/Pdt.G/2007/Pa.Bks.)

0 12 73

HAK SUAMI SEBAGAI AHLI WARIS DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM (Analisis Putusan Perkara Gugat Waris Di Pengadilan Agama Kota Cirebon Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.)

1 6 104

Cerai Gugat Karena Suami Pengguna Narkoba (Analisis Putusan Pengadilan Agama Tigaraksa Nomor 0154/Pdt.G/2013/Pa)

4 71 86

Perceraian akibat suami riddah: analisis koperatif putusan penagdilan agama bogor perkara Nomor 49/Pdt.G/2010/PA.BGR. dan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Perkara Nomor 378/Pdt.G/2009/PA.JP

0 3 62

Penyelesaian Harta Bersama Dalam Perceraian (Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Perkara No: 126/Pdt.G/2013/PTA.JK)

2 18 0

Penerapan Hermeneutika Hukum di Pengadilan Agama Dalam Penyelesaian Sengketa (Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Bekasi Tentang Harta Bersama)

0 12 172

Urgensi izin isteri secara lisan dan tertulis dalam poligami (analisis putusan pengandilan agama rangkasbitung perkara No. 0390/pdt.G/2013/PA.Rks )

0 6 73

Murtad Sebagai Penghalang Hadhanah (Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor 1700/Pdt. G/2010/PAJT)

1 29 206