Rukun, Syarat, dan Sebab-sebab Mewariskan

21 Dalam hal kewarisan para sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in telah berijma atau bersepakat tentang legalitas ilmu faraidh dan tidak ada seorang pun yang menyalahi ijma’ tersebut. diantara masalah-masalah yang berhubungan dengan faraid telah diputuskan melalui kesepakatan atau ijma’ mereka: 20 a. Masalah-masalah saudara mewarisi bersama kakek, yang dalam al-Quran maupun hadits tidak dijelaskan. b. Status cucu yang ayahnya terlebih dahulu meninggal dunia dari pada kakek yang bakal diwarisi yang mewarisi bersama-sama saudara-saudara ayah paman si cucu.

3. Rukun, Syarat, dan Sebab-sebab Mewariskan

a. Rukun waris

Menurut bahasa rukun adalah sesuatu yang dianggap kuat dan dijadikan sandaran. Menurut istilah, rukun adalah keberadaan sesuatu yang menjadi bagian atas keberadaan sesuatu yang lain. Dengan demikian, rukun waris adalah sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan bagian harta waris. Rukun-rukun untuk mewarisi ada 3: 1. Al-muwarrits, yaitu orang yang meninggal dunia, baik mati hakiki atau mati hukmi. 21 20 Asyhari Abta dan Djunaidi Abd. Syakur, Ilmu Waris al-Faraidl, Surabaya: Pustaka Hikmah Perdana, 2005, Cet.1, h. 6 21 Mati hakiki sebenarnya ialah hilangnya nyawa seseorang yang semula nyawa itu sudah berujud padanya. kematian ini dapat disaksikan oleh panca indera dan dapat dibuktikan dengan alat pembuktian. Mati hukmi yuridis ialah suatu kematian yang disebabkan oleh adanya vonis hakim. 22 2. Al-warits, yaitu orang hidup atau anak dalam kandungan yang mempunyai hak mewarisi, meskipun dalam kasus tertentu akan terhalang. 3. Al-mauruts, yaitu harta benda yang menjadi warisan. Sebagian ulama faraidh menyebutnya dengan mirats atau irits. Adapun yang termasuk dalam kategori warisan adalah harta atau hak-hak yang mungkin dapat diwariskan, seperti hak perdata, hak menahan barang yang belum dilunasi pembayarannya, dan hak menahan barang gadaian. Jika salah satu dari rukun tersebut tidak ada, misalnya orang yang meningal dunia mempunyai harta tetapi tidak mempunyai ahli waris atau mempunyai ahli waris tetapi tidak mempunyai harta warisan, maka waris-mewarisi tidak bisa dilakukan, karena tidak terpenuhinya rukun-rukun waris.

b. Syarat waris

Lafal syuruth syarat-syarat adalah bentuk jamak dari syarath. Menurut bahasa, syarat berarti tanda. Sedangkan syarat menurut istilah adalah sesuatu yang karena ketiadaannya, tidak ada hukum. Syarat –syarat waris sebagai berikut: 1. Matinya orang yang mewariskan, baik mati hakiki sejati, mati hukmi menurut keputusan hakim, maupun mati taqdiri menurut perkiraan yang kuat. Lihat Mukti Arto, Hukum Waris Bilateral Dalam Kompilasi Hukum Islam, Solo: Balqis Queen, 2009, Cet.1, h. 54 23 2. Ahli waris yang hidup, baik secara hakiki atau hukmi, setelah kematian muwarits. Adapun cara mengetahui hidup tidaknya ahli waris setelah kematian muwarits, harus dilakukan pengujian, pendeteksian, dan kesaksian dua orang yang adil. Contoh dari hidupnya ahli waris secara hukmi adalah anak yang berada dalam kandungan. Ia dapat mewarisi harta si mayit jika keberadaannya benar-benar terbukti disaat kematian muwarits, meskipun si janin belum ditiupkan ruh kedalam dirinya, dengan satu syarat bahwasanya ia benar-benar hidup ketika lahirnya nanti. 3. Tidak ada penghalang-penghalang mewarisi. 22

c. Sebab-sebab Waris

Sebab-sebab yang mengakibatkan seseorang menerima harta warisan yang berlaku dalam syariat Islam ada 3, yaitu:

1. Kekerabatan

Dokumen yang terkait

Pelimpahan hak asuh anak kepada bapak (studi kasus putusan pengadilan agama Jakarta perkara nomor 1829/Pdp.G/2008/PAJT)

1 40 92

Putusan verstek pengadilan agama depok dalam perkara cerai gugat : analisa putusan pengadilan agama depok perkara no. 1227/pdt.g/2008/pa.dpk

4 21 94

Pelimpahan Hak Asuh Anak Kepada Bapak Akibat Perceraian (Studi Putusan Pengadilan Agama Bekasi Nomor: 345/Pdt.G/2007/Pa.Bks.)

0 12 73

HAK SUAMI SEBAGAI AHLI WARIS DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM (Analisis Putusan Perkara Gugat Waris Di Pengadilan Agama Kota Cirebon Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.)

1 6 104

Cerai Gugat Karena Suami Pengguna Narkoba (Analisis Putusan Pengadilan Agama Tigaraksa Nomor 0154/Pdt.G/2013/Pa)

4 71 86

Perceraian akibat suami riddah: analisis koperatif putusan penagdilan agama bogor perkara Nomor 49/Pdt.G/2010/PA.BGR. dan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Perkara Nomor 378/Pdt.G/2009/PA.JP

0 3 62

Penyelesaian Harta Bersama Dalam Perceraian (Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Perkara No: 126/Pdt.G/2013/PTA.JK)

2 18 0

Penerapan Hermeneutika Hukum di Pengadilan Agama Dalam Penyelesaian Sengketa (Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Bekasi Tentang Harta Bersama)

0 12 172

Urgensi izin isteri secara lisan dan tertulis dalam poligami (analisis putusan pengandilan agama rangkasbitung perkara No. 0390/pdt.G/2013/PA.Rks )

0 6 73

Murtad Sebagai Penghalang Hadhanah (Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor 1700/Pdt. G/2010/PAJT)

1 29 206