Pengertian Kewarisan Sumber Hukum Waris

14

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Kewarisan Menurut Persfektif Fikih

1. Pengertian Kewarisan

Kewarisan Islam dikenal pula dengan sebutan Ilmu Faraidh, yaitu hukum kewarisan yang diikuti oleh umat Islam dalam usaha mereka menyelesaikan pembagian harta peninggalan keluarga yang meninggal dunia. 9 Kata al-Faraidh adalah bentuk jamak dari al-Faridlah yang bermakna al-Mafrudlah atau sesuatu yang diwajibkan. Artinya, pembagian yang telah ditentukan kadarnya. 10 Dalam salah satu buku disebutkan bahwa kata Faridlah itu diambil dari kata Fardlu. Fardlu dalam istilah ulama fikih mawaris ialah bagian yang telah ditetapkan oleh syara. 11

2. Sumber Hukum Waris

Sumber hukum waris adalah al-Quran, as-Sunnah Nabi SAW, dan ijma para ulama. Ijtihad atau qiyas di dalam ilmu faraidh tidak mempunyai ruang gerak, kecuali jika ia sudah menjadi ijma para ulama. 12

a. al-Quran

9 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam Jakarta: Prenada Media, 2004, Cet. 1, h. 35 10 Komite Fakutas Syariah, Universitas Al-Azhar Mesir, Hukum Waris. Penerjemah H. Addys, dkk Jakarta: CV Kuwais Media Kreasindo, 2004, Cet. 1, h. 11 11 Hasbi ash-Shiddieqy, Fiqhul Mawaris Jakarta: Bulan Bintang, 1978, Cet. 1, h. 18 12 Komite Fakutas Syariah, Universitas Al-Azhar Mesir, Hukum Waris. Penerjemah H. Addys, dkk Jakarta: CV Kuwais Media Kreasindo, 2004, Cet. 1, h.14 15 Allah SWT menetapkan hak kewarisan dalam al-Quran dengan angka yang pasti yaitu 12; 14; 18; 13; 23 dan 16 serta menyebutkan pula orang yang memperoleh harta warisan menurut angka-angka tersebut. Dalam al-Quran setidaknya ada 3 ayat yang memuat tentang hukum waris. Ketiga ayat tersebut terdapat dalam surat an-Nisa. Ayat pertama, berbicara tentang kewarisan anak laki-laki dan perempuan serta ayah dan ibu al-furu’ dan al-ushul, seperti yangg termaktub dalam firman Allah SWT. ⌧ ☯ ⌧ ⌧ ☺ ☺ ⌧ ⌧ ⌧ ⌧ ☺ ☺ Artinya: “Allah SWT mensyariatkan bagimu tentang pembagian harta warisan untuk anak-anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua per tiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta, dan untuk dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya saja, maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal memiliki beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. pembagian-pembagian tersebut diatas sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau dan sesudah dibayar utangnya. tentang orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah, Sesunguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. QS. an-Nisa 4:11 16 Kandungan ayat diatas dapat diuraikan sebagai beriku: 1. Jika Pewaris meninggalkan seorang atau beberapa orang anak laki-laki mereka mewarisi seluruh harta peninggalan si mayit. 2. Apabila Pewaris meninggalkan satu orang anak perempuan tidak mewarisi bersama dengan saudara laki-laki, bagian harta warisnya yaitu separuh. 3. Bila anak perempuan tersebut dua orang atau lebih tidak mewarisi bersama- sama dengan anak laki-laki, bagian harta waris mereka adalah dua per tiga. 4. Jika si mayit meninggalkan anak laki-laki dan perempuan, yaitu dengan ketentuan anak laki-laki mendapat dua kali bagian anak perempuan. 5. Hak kewarisan ibu-bapak masing-masing 16 jika Pewaris mempunyai anak. Jika tidak mempunyai anak, ibu bapak yang mewarisi, dengan bagian ibu mendapat 13. 6. Hak waris ibu bersama-sama dengan beberapa saudara Pewaris adalah 16, Untuk persoalan bagian ayah pada poin 5 dan 6 bagian ayah tidak diatur dengan tegas, maka dalam hal ini oleh para mufassir ditafsirkan bahwa bagian ayah adalah ashobah. 13 Ayat kedua, menjelaskan mengenai kewarisan untuk suami-istri, anak-anak ibu saudara-saudara seibu bagi si mayit laki-laki maupun perempuan. Terdapat dalam firman Allah SWT surat an-Nisa 4:12 ⌧ ☺ 13 Mukti Arto, Hukum Waris Bilateral Dalam Kompilasi Hukum Islam, Solo: Balqis Queen, 2009, Cet.1, h. 115 17 ☺ ☺ ☺ ⌧ ☺ ⌧ Artinya: “Dan bagimu suami-suami seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau dan seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau dan sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki seibu saja atau seorang saudara perempuan seibu saja, maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat kepada ahli waris. 14 Allah menetapkan yang demikian itu sebagai syariat yang benar- benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun”. QS. An-Nisa 4:12 Kandungan ayat diatas dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Hak kewarisan suami-istri Suami mendapat 12 bagian bila istrinya tidak meniggalkan anak; dan mendapat 14 bila istri meninggalkan anak. Istri mendapat 14 bila suami tidak meninggalkan anak; dan mendapat 18 bila suami meninggalkan anak. 14 Memberi mudharat kepada waris itu ialah tindakan-tindakan seperti: a. Mewasiatkan lebih dari sepertiga harta pusaka. b. Berwasiat dengan maksud mengurangi harta warisan. Sekalipun kurang dari sepertiga bila ada niat mengurangi hak waris, juga tidak diperbolehkan. 18 2. Hak saudara-saudara bila pewaris adalah kalalah. 15 Bila saudara laki-laki atau perempuan hanya seorang menerima sebanyak 16. Bila saudara lebih dari seorang, maka mereka bersama mendapat 13. Ayat ketiga, menjelaskan kewarisan saudara laki-laki atau perempuan, sebagaimana firman Allah SWT. ⌧ ⌧ ☺ ⌧ ⌧ ☯ ⌧ ☯ ⌧ Artinya: “Mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah. Katakanlah: Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah yaitu: jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai seluruh harta saudara perempuan, jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka ahli waris itu terdiri dari saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan hukum ini kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. QS. An-Nisa 4:176 Ayat diatas, Allah SWT menyebutkan bagian warisan untuk saudara laki-laki dan saudara perempuan yang tidak seibu, dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Jika yang mewarisi laki-laki semua, mereka mewarisi secara bersama-sama tanpa ketentuan bagian yang tetap. 15 Kalalah di definisikan sebagai seseorang yang meninggal dunia dan tidak meninggalkan anak dan ayah. Lihat Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam Jakarta: Prenada Media, 2004, Cet. 1, h. 41 19 2. Jika yang mewarisi saudara perempuan seorang, maka dsia mendapat 12. Sedangkan bila ahli waris dua orang saudara perempuan atau lebih mendapat 23. 3. Apabila bergabung saudara laki-laki dan saudara perempuan, mereka mewarisi dengan ketetapan laki-laki mendapat dua kali lipat bagian perempuan.

b. Sunnah Nabi SAW

Ada beberapa hadits yang menerangkan tentang pembagian harta waris, antara lain: Ibnu Abas r.a meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda: ﻴ ﺎ ﺳإ ﻦ ﻰﺳﻮ ﺎﻨ ﺪ ﷲا ﻲ ر سﺎ ﻦ ا ﻦ ﻪﻴ أ ﻦ سوﺎﻃ ﻦ ا ﺎﻨ ﺪ ﻴهو ﺎﻨ ﺪ ﺎ ﻬﻨ : لﺎ ﺳ و ﻪﻴ ﷲا ﻰ ﻲ ﻨ ا ﻦ ر ﻰ وﻷ ﻮﻬ ﻲ ﺎ ﺎﻬ هﺄ ﺋاﺮﻔ ا اﻮ أ ﺮآذ 16 Artinya: “Berikanlah harta waris kepada orang-orang yang berhak. Sesudah itu sisanya yang lebih utama adalah orang laki-laki”. HR. Bukhari dan Muslim. Adapun yang lebih utama adalah yang lebih dekat. Bila kita gabungkan antara hadits diatas dengan ayat-ayat al-Quran yang telah diuraikan sebelumnya, jelaslah bagi kita bahwa dalil-dalil tersebut telah mencakup seluruh hukum waris. Hadits tersebut juga memberikan penjelasan bagi ahli waris, jika harta waris masih tersisa setelah dibagikan menurut ketentuan bagian tetap, maka sisanya dibagikan kepada ashabah nasabiyyah kerabat yang terikat dalam hubungan 16 ﺪ ﻦ ﻴ ﺎ ﺳإ ﻮ أ ﷲاﺪ يرﺎﺨ ا ﻲﻔ ﺠ ا ، ﻴ يرﺎﺨ ا ; ﺎﺠ ا ﻴ ا ﺮ ﺘﺨ ا ، راد ﻦ ا ﺮﻴ آ ، ﺔ ﺎ ﻴ ا - توﺮﻴ : 1407 – 1987 ‚ دﺪﻋ ءاﺰﺟﻷا : 6 ‚ ص . 2483 20 nasab yang lebih dekat. Setelah itu baru beralih kepada ashabah sababiyyah kerabat yang disebabkan jasa-jasanya dalam membebaskan budak. 17 Ashabah sababiyyah juga disebsutkan dalam hadits rasulullah SAW: ﻲ ر ﺮ ﻦ ا ﻦ ﺎ ﻦ مﺎ ه ﺎﻨ ﺪ ﺮ ﻦ ﻔ ﺎﻨ ﺪ لﺎ ﺎ ﻬﻨ ﷲا : نأ ﺔ ﺋﺎ تدارأ ﻪﻴ ﷲا ﻰ ﻲ ﻨ ا لﺎ ءﻻﻮ ا نﻮﻃﺮﺘ ﻬ إ ﺳ و ﻪﻴ ﷲا ﻰ ﻲ ﻨ ﺎ ةﺮ ﺮ يﺮﺘ ﺳ و ﺘ أ ﻦ ءﻻﻮ ا ﺎ ﺈ ﺎﻬ ﺮﺘ ا 18 Artinya: “Hak wala’ itu hanya bagi orang yang telah membebaskan budak.” HR Mutafaq‘alaih Dengan kata lain, semua dalil-dalil diatas telah menjelaskan pembagian harta waris secara fardh bagian tetap dan ta’shib bagian lunak.

c. Ijma’

Ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid pada suatu masa setelah wafatnya Rasulullah SAW, terhadap hukum syara yang bersifat praktis ‘amaly. Ijma’ merupakan suatu dalil yang memiliki tingkat kekuatan argumentatif setingkat dibawah dalil-dalil Nash al-Quran dan Hadits. Ia merupakan dalil pertama setelah al-Quran dan Hadits, yang dapat dijadikan pedoman dalam menggali hukum syara. 19 17 Komite Fakutas Syariah, Universitas Al-Azhar Mesir, Hukum Waris. Penerjemah H. Addys, dkk Jakarta: CV Kuwais Media Kreasindo, 2004, Cet. 1, h.19 18 ﺪ ﺤ ﻦ ﻴﻋﺎ ﺳإ ﻮ أ ﷲاﺪ ﻋ يرﺎﺨ ا ﻲﻔ ا ، ﺢﻴﺤ يرﺎﺨ ا ; ﺎ ا ﺢﻴﺤ ا ﺮ ﺘﺨ ا ، راد ﻦ ا ﺮﻴﺜآ ، ﺔ ﺎ ﻴ ا - توﺮﻴ : 1407 – 1987 ‚ دﺪﻋ ءاﺰﺟﻷا : 6 ‚ ص . 2476 19 Muhammad Abu Zahrah, Usul Fikih. Penerjemah Saefullah Ma’sum, dkk, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008 Cet.11, h. 307-308 21 Dalam hal kewarisan para sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in telah berijma atau bersepakat tentang legalitas ilmu faraidh dan tidak ada seorang pun yang menyalahi ijma’ tersebut. diantara masalah-masalah yang berhubungan dengan faraid telah diputuskan melalui kesepakatan atau ijma’ mereka: 20 a. Masalah-masalah saudara mewarisi bersama kakek, yang dalam al-Quran maupun hadits tidak dijelaskan. b. Status cucu yang ayahnya terlebih dahulu meninggal dunia dari pada kakek yang bakal diwarisi yang mewarisi bersama-sama saudara-saudara ayah paman si cucu.

3. Rukun, Syarat, dan Sebab-sebab Mewariskan

Dokumen yang terkait

Pelimpahan hak asuh anak kepada bapak (studi kasus putusan pengadilan agama Jakarta perkara nomor 1829/Pdp.G/2008/PAJT)

1 40 92

Putusan verstek pengadilan agama depok dalam perkara cerai gugat : analisa putusan pengadilan agama depok perkara no. 1227/pdt.g/2008/pa.dpk

4 21 94

Pelimpahan Hak Asuh Anak Kepada Bapak Akibat Perceraian (Studi Putusan Pengadilan Agama Bekasi Nomor: 345/Pdt.G/2007/Pa.Bks.)

0 12 73

HAK SUAMI SEBAGAI AHLI WARIS DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM (Analisis Putusan Perkara Gugat Waris Di Pengadilan Agama Kota Cirebon Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.)

1 6 104

Cerai Gugat Karena Suami Pengguna Narkoba (Analisis Putusan Pengadilan Agama Tigaraksa Nomor 0154/Pdt.G/2013/Pa)

4 71 86

Perceraian akibat suami riddah: analisis koperatif putusan penagdilan agama bogor perkara Nomor 49/Pdt.G/2010/PA.BGR. dan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Perkara Nomor 378/Pdt.G/2009/PA.JP

0 3 62

Penyelesaian Harta Bersama Dalam Perceraian (Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Perkara No: 126/Pdt.G/2013/PTA.JK)

2 18 0

Penerapan Hermeneutika Hukum di Pengadilan Agama Dalam Penyelesaian Sengketa (Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Bekasi Tentang Harta Bersama)

0 12 172

Urgensi izin isteri secara lisan dan tertulis dalam poligami (analisis putusan pengandilan agama rangkasbitung perkara No. 0390/pdt.G/2013/PA.Rks )

0 6 73

Murtad Sebagai Penghalang Hadhanah (Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor 1700/Pdt. G/2010/PAJT)

1 29 206