Informan IV Informan yang Berasal dari Etnis India Tamil .1 Informan I

Universitas Sumatera Utara begitu saja. Hal ini ia alami bukan hanya sekali namun sudah sangat sering terutama di luar lingkungan tempat ia tinggal. Tetapi stereotip negatif tersebut tidak mempengaruhinya dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan masyarakat Etnis Pribumi di lingkungan tempat tinggalnya sebab selama ia tinggal disana ia tidak pernah mengalami peristiwa diskriminatif tersebut. Semua masyarakat Pribumi di lingkungannya menghargai dan menghormatinya tanpa melihat warna kulit yang ia miliki. Secara umum hubungan antarbudaya di lingkungannya terjalin dengan cukup baik, namun jika diamati secara detail maka sepertinya sudah tidak ada lagi nilai-nilai kebudayaan yang dianut sebab gang tempat ia tinggal memandang kebudayaan bukanlah hal yang penting. Karena di lingkungannya transaksi narkoba adalah yang utama sebagai faktor pendukung terjalinnya hubungan antarbudaya yang rukun dan harmonis.

4.1.3.1.4 Informan IV

Data diri informan : Nama : Christafora Jenis Kelamin : Perempuan TTLUsia : Medan, 17 Desember 1951 64 tahun Agama : Kristen Katolik EtnisSuku : India Tamil Alamat : Jl. Cik Di Tiro Belakang No. 18.A Pekerjaan : Penjahit Informan selanjutnya adalah Christafora 64, Bu Chris sehari-harinya bekerja sebagai penjahit di lingkungan tempat ia tinggal. Ia sudah tinggal di lingkungan Kampung Madras sejak ia menikah hingga saat ini, ia sudah tinggal disana selama sekitar 45 tahun. Informan menuturkan etnis yang bermukim di lingkungannya mayoritas adalah Etnis Tionghoa, India, dan Pribumi. Untuk Etnis Pribumi sendiri ada Suku Jawa dan PadangMinang. “Kawasan kampung Madras, saya ya dari nikah sampai sekarang sudah 45 tahun tinggal disini kurang lebihlah. Orang Cina ada, orang Indonesia Universitas Sumatera Utara ada, orang kita Batak nggak ada. Pribuminya Padang, Jawa, India juga banyak. Asal lewat saya semua saya ngomongin, semua saya mau gitu pergaulan di kampung ini. “ Dalam pergaulannya sehari-hari, informan tidak pernah memilih-milih dengan etnis maupun suku apa ia bergaul. Informan setiap harinya berinteraksi dan berkomunikasi dengan etnis Pribumi biasanya di pasar ketika sedang berbelanja dan juga di lingkungan tempat tinggalnya. Konteks komunikasinya sendiri membahas tentang hal-hal yang umum seperti memasak, tentang usaha jahitnya, dan juga tentang penyakit-penyakit yang umumnya diidap oleh mereka yang sudah berumur. Tentang apa obatnya, pantangannya dan lain sebagainya. “Saya senang, kalo begitu saya lewat ke pajak, saya jumpa, saya ngomong gitu, enggak pilih. Setiap hari ke pajak sering saya ngobrol. Ya tentang jahit, tentang sakit-sakit kita gini, ya curhat gitu. Tetangga ada juga orang sini biasa ngomong tentang rumah sakit, tentang sakit, obatnya apa, makanannya apa, jangan makan ini, obatnya ini. Sehari-harinya gitu aja. ” Informan juga mengatakan bahwa tidak pernah menemui kesulitan dalam berkomunikasi dengan masyarakat Pribumi. Menurutnya di lingkungannya semua orang sangat baik dan tidak ada yang berpikir negatif antara satu dengan yang lain. Hubungannya dengan masyarakat Pribumi di lingkungannya juga cukup dekat. Hampir semua tetangga kenal dengan beliau dan beliau menganggap semua masyarakat Pribumi di lingkungannya adalah teman. “Enggak ada, enggak ada. Semua baik-baik gitu. Semua baik, nggak ada eceknya cemburu, iri gitu nggak ada. Dekat, hubungannya senang gitu, “lagi ngapain?” gitu. Kayak teman gitu, suka. Nggak mau diam-diam pergi gitu nggak mau, pasti ada becakap, umapama nya “masak apa gini hari?” gitu suka.” Universitas Sumatera Utara Namun ia juga menuturkan bahwa masyarakat Pribumi di lingkungannya saat ini sebagian ada yang tertutup dan aja juga yang terbuka. Berbeda dengan masyarakat Pribumi yang dulu ia kenal hampir sebagian besar dari mereka terbuka dan bergaul dekat dengannya. Sebagian besar dari masyarakat Pribumi yang dulu sudah pindah dari lingkungan tersebut karena menginginkan tempat tinggal yang lebih besar dan lebih nyaman. Menurut informan masyarakat Pribumi di lingkungannya adalah orang-orang yang baik dan suka menolong. Sebab ketika ia ada masalah seperti pertengkaran antar keluarga di rumahnya, masyarakat Pribumi disana mau membantu melerai ketika dimintai tolong olehnya. Begitu pun ketika anak-anaknya masih kecil, mereka mau memperhatikan anaknya ketika ia sedang bekerja dan tidak pernah membeda- bedakan jika anaknya itu adalah anak keturunan Etnis India Tamil. “Yang sekarang ya masing-masing dirumah lah. Kalo nggak penting kali ya tertutup juga, kalo yang nggak penting kali kita pun nggak mau dekat sama yang tertutup gitu. Kita yang bergaul tiap hari ajalah yang kita deket, eceknya gitu. Cuma kalo ada pertengkaran dirumah kita orang itu mau juga dipanggil gitu. Sering ada rusuh dirumah kita masalah anak- anaklah. Orang itu perhatikan, Ibu kan sering kerja gitu orang itu perhatikan sama anak-anak kita. Cuma udah pada nggak ada orang- orang dulu. Pindah, orangtuanya meninggal anak-anaknya yang udah berhasil pindah nyari rumah yang lebih cantik gitu. Beda, orang dulu yang tinggal disini baik-baik, macam Kak Em, anaknya suaminya, semua baik-baik. Mau tau sama anak-anak, kalau anak-anak lagi main terus nangis mau dia perhatian gitu, nggak pilih bangsa lah gitu. Mereka itu baik-baik, ada yang jualan, ada yang jualan nasi kita sering beli. Baiklah, kalo ada apa-apa gitu dirumah kita entah ada kerusuhan gitu tentang anak orang itu dipanggil terus langsung datang gitu. Macam suami dia Universitas Sumatera Utara menunjuk pada tetangganya gitu, kalau dipanggil terus datang, udah kayak saudara gitu, terus nolong gitu. ” Stereotip yang dimiliki oleh informan mengenai Etnis Pribumi merupakan stereotip yang positif dalam hal ini ia menganggap bahwa masyarakat Pribumi itu baik dan suka menolong. Stereotip tersebut melekat cukup kuat pada informan dan dikuatkan dengan pengalaman langsung informan yang selama ini hidup berdampingan dengan masyarakat Etnis Pribumi dari berbagai suku. Berdasarkan penuturan informan hubungan antarbudaya yang terjalin cukup bagus karena selama ia tinggal ia tidak pernah mendengar maupun melihat ada warga yang menceritakan keburukan mengenai warga lain. Sehingga dapat mencegah gesekan-gesekan kecil diantara individu maupun etnis. Kegiatan peringatan hari kemerdekaan menurutnya adalah salah satu kegiatan yang mampu mengumpulkan dan menyatukan warga sebagai satu bangsa karena disitulah masyarakat dari beragam etnis berkumpul dan berinteraksi. Ia pun menuturkan sering mengadakan pesta pernikahan anaknya dan mengundang masyarakat Etnis Pribumi yang ia kenal untuk datang, berkumpul dan berinteraksi satu sama lain. “Bagus, nggak ada yang saling : kamu nggak bagus, dia nggak bagus, nggak ada. Saling tidak pernah nyaci-nyaci gitu. Berkumpul gitu ada, kalo diundang gitu semuanya ngumpul rame-rame seneng senenglah disni. Ibu kan sering bikin pesta, anakku banyak. Semua datang gitu kalo diundang. Sama paling 17 Agustus lah acara anak anak perlombaan ada, tari-tarian juga ada, juga nyanyi nyanyian, dimana-mana disini adalah keramain 17 Agustus, pasang panggunglah mereka ” Informan pernah memiliki konflik pribadi dengan masyarakat Etnis Pribumi yang disebabkan karena ada seseorang yang menceritakan hal negatif tentang dirinya yakni tentang makanan yang tidak halal. Ia menyelesaikan masalah tersebut secara kekeluargaan dengan berbicara dan mengklarifikasi terkait cerita negatif yang tersebar tentangnya. Namun orang yang bermasalah dengannya merasa tidak pernah mengatakan hal seperti itu dan ia pun sudah ikhlas Universitas Sumatera Utara dan memaafkan tanpa memperpanjang masalah tersebut. Saat ini hubungannya dengan orang tersebut masih baik karena ia sering menyapa setiap kali mereka bertemu. “Masalah apa itu ya masalah-masalah anak, ada kan anakku ulang tahun dia kita undang, terus dibilangnya nggak usahlah pergi kesana makanannya nanti nggak halal gitu. Padahal dari kecil sering mamaknya bikin kayak gitu. Saya dengar melalui dari orang. Terus saya ngomong ginilah ke dia, mana mungkin kita masak nggak halal, masa kita kasih nggak halal. Kamu memang makan tapi kan kita dosanya itu ada di kita. Terus dia bilang “oh nggak adalah Kak, aku nggak ada ngomong gitu”. Oh udahlah, terus aku nggak berdebat lagi. Saya selesaikan dengan pelan-pelan udah. Saya sendiri mulai cakap sama dia ,saya nggak bisa musuh sama orang dek. Padahal dia lebih muda, kita udah tua saya sendiri ngomong sama dia. Saya nggak bisa nggak ngomong sama orang gitu.” Untuk konflik antar etnis di lingkungan tempat ia tinggal tidak pernah terjadi karena menurutnya semua orang disini sudah berbaur dan tidak pernah membeda-bedakan etnis serta memiliki pemikiran positif dan sikap rasis. Karena selama ia tinggal disana ia tidak pernag mendengar ada masyarakat Pribumi yang mengatakan bahwa Etnis India Tamil itu “keling”. Kondisi ini berbanding terbalik dengan yang dialami WW informan V yang seringkali mendapat perlakuan rasis oleh masyarakat Pribumi. “Nggak ada kita nggak pernah dengar gitu membeda-bedakan nggak ada itu. Ada keributan pun orang nggak pernah bilang “Kamu itu keling, nggak ada itu” kita nggak dengerlah. Orang kita juga nggaak mau bilang kayak gitu ya kan. ” Universitas Sumatera Utara Informan memiliki cara sendiri dalam menjaga hubungan, kerukunan dan keharmonisan dengan masyarakat yang berasal dari etnis yang berbeda. Ia mengatakan bersikap ramah, tidak sombong dan tidak tinggi diri adalah cara yang menurutnya efektif. Ia juga tidak terlalu memperdulikan orang lain yang berpikir negatif tentangnya ia tetap menyapa dan berinteraksi dengan mereka baik itu dari etnis lain maupun dari masyarakat sesama Etnis India Tamil. “Saya nggak pernah sombong sama mereka gitu. Nggak pernah saya itu tinggi diri, lagak gitu kalo lewat nggak mau ngomong. Lewat pun kalo kadang ada orang yang nggak seneng sama saya, saya panggil juga, saya senang gitu. Biar mereka nggak senang itu urusan dia, yang penting saya panggil. Ada juga kita punya suku yang nggak senang sama kita, kita lewat kita panggil “oop” ya udah. Terserah respon kamu kayak mana yang penting saya lewat kalo udah manusia itu nampak saya panggil, nggak pernah saya diem aja. Ya mereka nggak senang nggak suka sama saya, saya nggak perduli sama sekali. Yang penting saya lewat saya panggil. Nah diapun bilang “kemana kak?”, “ke gereja” saya bilang gitu. ” Dalam setiap doa yang ia panjatkan kepada Tuhan, informan berharap seluruh masyarakat dapat hidup rukun dan berdampingan. Khususnya dalam kehidupan bertetangga, karena menurutnya tetangga adalah segala-galanya dan keluarga baginya. Ketika ada hal-hal yang mendesak dan membutuhkan bantuan maka tetanggalah yang selalu ada dan bukannya keluarga yang berada jauh dari tempat tinggalnya. “Maunya tiap hari aku berdoa maunya semua rukun, kalau saya berdoa saya tetap meminta begitu. Karena tetangga ini yang famili buat kita. Tetangga itu adalah segala-galanya sama kita. Karena kita juga ada apa- Universitas Sumatera Utara apa kan, saudara dari jauh belum tentu bisa cepat datang, ya tetanggalah. ” Kesimpulan Kasus Berdasarkan pemaparan informan yang telah menetap selama sekitar 45 tahun di Kampung Madras bahwa ada beberapa etnis yang hidup berdampingan di lingkungan tempat ia tinggal antara lain Etnis India Tamil, Etnis Tionghoa dan Etnis Pribumi yang didominasi oleh Suku Minang dan Jawa. Dalam bergaul informan juga tidak memilih-milih, sebab baginya semua tetangganya sudah ia anggap sebagai keluarga. Ia biasanya berinteraksi di sekitar rumahnya dan umumnya membahas tentang kehidupan sehari-hari seperti menu masakan, usaha menjahitnya, penyakit yang diidap oleh orang seusianya dan lain sebagainya. Tidak terdapat kesulitan bagi informan dalam berinteraksi dengan masyarakat Etnis Pribumi sebab menurutnya semua masyarakat memliki pikiran yang positif terhadap masyarakat lain. Selama ia menetap di lingkungannya informan menuturkan bahwa ia meyakini bahwa masyarakat Etnis Pribumi adalah orang yang baik dan suka menolong. Kedua hal ini dapat diasumsikan sebagai setereotip positif yang berkembang dalam diri informan. Stereotip ini melekat kuat dan diyakini oleh informan karena selama hidupnya ia mengalami langsung hal yang berkaitan dengan stereotip tersebut. Berdasarkan pengamatan berdasarkan penuturan informan, hubungan antarbudaya di lingkungannya terjalin dengan cukup baik karena menurutnya tidak ada masyarakat Pribumi maupun masyarakat yang berasal dari etnis lain yang bersikap rasis, berpikir negatif serta membeda-bedakan latar belakang masing-masing. Informan juga berpendapat bahwa hal kecil yang dimulai dari individu seperti sikap ramah, tidak sombong dan tidak tinggi diri dapat menjadi faktor pendukung dalam menjaga hubungan antarbudaya yang rukun dan harmonis. Universitas Sumatera Utara 4.1.3.2 Informan yang Berasal dari Etnis Pribumi

4.1.3.2.1 Informan V