Etnis Pribumi Etnis India Tamil

Universitas Sumatera Utara Samovar dan Porter juga memaparkan bahwa stereotip dapat mempengaruhi keberlangsungan hubungan antarbudaya antara lain sebagai berikut: 1. Stereotip dapat menjadi penyebab tidak berlangsungnya interaksi antarbudaya. Bila kita mempunyai stereotip, maka kita akan memilih untuk bertempat tinggal dan bekerja dalam latar yang meminimalkan kesempatan kontak dengan orang dari kelompok yang tidak disukai. 2. Stereotip cenderung menciptakan beberapa faktor negatif selama pertemuan antarbudaya yang secara serius akan mempengaruhi kualitas interaksi. 3. Bila stereotip sangat intensif, maka orang yang berstereotip akan terlibat dalam sikap diskriminatif terhadap kelompok yang tidak disukai. Dan kondisi akan mudah mengarah pada konfrontasi dan konflik terbuka Rahardjo, 2005: 62. Fraser P. Seitel, seorang pakar public relation, menulis dalam bukunya: semua orang yang hidup di dunia ini memiliki gambaran stereotip, yaitu sebuah image yang melekat dan dipercayai kebenarannya. Kebanyakan dari kita adalah korban stereotip. Komunikasi antarbudaya cenderung mengalami kemudahan jika pelaku komunikasi yang berbeda budaya memiliki derajat persamaan dalam persepsi, sebaliknya jika terdapat kesulitan dalam persamaan persepsi maka komunikasi yang berlangsung tidak akan efektif dan menimbulkan kecenderungan untuk saling menguatkan perbedaan antar kelompok. Hambatan yang disebabkan stereotip dapat menjadi potensi munculnya konflik antar etnis sehingga kita sebagai anggota dari suatu kelompok budaya sudah seharusnya meminimalisir dan mencegah berkembangnya stereotip khususnya stereotip yang bersifat negatif Lubis, 2012: 87.

2.2.5 Etnis Pribumi

Etnis Pribumi adalah kelompok etnis yang mempunyai daerah mereka sendiri. Masyarakat Indonesia terbagi dalam dua golongan besar yaitu golongan Etnis Pribumi dan Etnis Pendatang Eropa, India, Cina, dsb. Golongan Pribumi dapat didefinisikan sebagai golongan mayarakat yang berasal dari seluruh suku Universitas Sumatera Utara atau campuran dari suku-suku asli di wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Ada pula pengertian yang menyatakan etnis pribumi adalah warga negara Indonesia yang tidak berkulit putih, dan bukan merupakan golongan Timur asing atau golongan Eropa Damayanti, 2011: 27. Berdasarkan pengertian mengenai etnis pribumi di atas dapat disimpulkan bahwa etnis Pribumi di kota Medan adalah kelompok etnis yang bukan berasal dari keturunan negara lain yang berdomisili di kota Medan. Berikut adalah gambaran presentase etnis yang ada di Kota Medan pada tahun 2000 : Tabel 2.2.5 Presentase Jumlah Etnis di Kota Medan Tahun 2000 Etnis Presentase Jawa 27,03 Batak 23,79 Tionghoa 17,65 Mandailing 8,36 Minangkabau 7,57 Melayu 6,18 Lain-lain 9,42 Sumber: BPS Sumut Catatan: Data BPS Sumut mencatat Batak sebagai gabungan suku bangsa, total Simalungun 1,69, TapanuliToba 19,71, Pakpak 1,64, dan Nias 0,75 adalah 23,79.

2.2.6 Etnis India Tamil

Etnis India Tamil merupakan salah satu etnis yang berasal dari bangsa India. Menurut sejarahnya, mereka adalah pendatang yang pada awalnya sebagai Universitas Sumatera Utara kuli di perkebunan Deli. Mereka pertama kali dibawa masuk ke Indonesia oleh pemerintah Belanda pada abad ke-19, umumnya mereka dipekerjakan di sejumlah perkebunan di kota Medan. Sebagian besar berasal dari India bagian selatan, namun tidak sedikit pula yang berasal dari India bagian utara. Umumnya etnis India Tamil berasal dari kerajaan Drawidia di India Selatan, sebagian besar dari mereka berasal dari kelas atau status sosial ekonomi rendah dan tidak terpelajar. Mereka dibujuk untuk datang ke tanah Deli dengan cerita tentang kekayaan dan kesuburan Tanah Deli serta dijanjikan akan mendapatkan pekerjaan mudah dengan bayaran tinggi pada industri perkebunan yang berkembang pada masa itu. Etnis Tamil yang masuk ke Indonesia kebanyakan dipekerjakan di perusahaan perkebunan Belanda yang bernama Deli Maatschappij Sinar, 2001: 1. Pada kenyataannya mereka tidak mendapatkan seperti apa yang dijanjikan. Mereka dipekerjakan sebagai buruh kasar dengan beban kerja yang sangat berat tetapi gaji yang diperoleh rendah. Mereka juga menempati perumahan yang tidak layak. Mereka banyak diasosiasikan dengan pekerjaan kasar, seperti kuli perkebunan, kuli pembuat jalan, penarik kereta lembu, dan pekerjaan-pekerjaan lainnya yang lebih mengandalkan otot. Hal ini terkait dengan latar belakang orang Tamil yang datang ke Medan, yaitu mereka yang berasal dari golongan rendah di India, yang tentu saja memiliki tingkat pendidikan yang amat rendah pula. Etnis India Tamil tidak hanya tersebar di Sumatera Utara, tetapi juga mereka banyak menetap di Jakarta dan di Sigli, Aceh. Kebanyakan dari masyarakat Tamil beragama Hindu, namun tidak sedikit pula yang beragama Islam dan Kristen. Istilah “keling” di Sumatera Utara digunakan untuk menyebut orang India yang identik dengan kulit gelap, khususnya masyarakat Tamil dan julukan ini cenderung memiliki konotasi negatif. Padahal sebenarnya istilah kata “keling” ini digunakan untuk orang Jawa yang berasal dari kerajaan Kalingga di Jawa Tengah. Namun orang Belanda membuat kesalahan pengucapan kata Kalingga sehingga menjadi kata keling. Hal ini juga berdampak pada penyebutan nama daerah yang sampai saat ini merupakan salah satu pusat kebudayaan dan pengembangan Etnis Tamil yaitu Kampung Keling Sinar, 2001: 2. Universitas Sumatera Utara 2.3 Penelitian Terdahulu Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang pernah meneliti tentang stereotip antar etnis: 2.3.1 Penelitian Ahmad Rizandy R Penelitian beliau berjudul “Stereotip Suku Mandar di Kota Makassar Studi Komunikasi Antarbudaya Suku Bugis dan Suku Mandar di Kota Makassar ”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana stereotip yang berkembang pada suku Bugis terhadap suku Mandar di kota Makassar. Serta untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi berkembangnya stereotip suku Bugis terhadap suku Mandar di kota Makassar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif kualitatif yang bertujuan menjelaskan, mengungkap fakta, keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian berjalan dan menyuguhkan apa adanya. Penelitian deskriptif kualitatif menafsirkan dan menuturkan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi di dalam masyarakat, pertentangan dua keadaan atau lebih, hubungan antarvariabel, perbedaan antar fakta, pengaruh terhadap suatu kondisi, dan lain- lain. Subjek penelitian adalah masyarakat keturunan suku Bugis yang menetap dan berinteraksi selama kurang lebih 5 tahun terhadap suku Mandar. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkankan bahwa stereotip yang terbentuk pada masyarakat suku Bugis di kota Makassar mengalami perkembangan positif. Perkembangan tersebut dapat diukur dari empat dimensi stereotip yakni a Arah direction, penilaian dari penilaian negatif ke positif, b Intensitas, yakni stereotip negatif terhadap suku Mandar melemah dan stereotip positif menguat, c Ketepatan, adalah kebenaran akan stereotip negatif tidak pernah terjadi atau tidak pernah dialami secara langsung dan d Isi khusus content, yaitu terbentuk penggambaran baru mengenai suku Mandar yakni orang-orang suku Mandar taat beribadah, memiliki sikap terbuka, tutur kata sopan, memiliki rasa solidaritas tinggi dan cepat tersinggung. Universitas Sumatera Utara Interaksi Komunikasi Antarbudaya FAKTOR PEMBENTUK STEREOTIP :

1. PENGALAMAN

PRIBADI 2. INFORMASI ORANG TERDEKAT

3. MEDIA

DIMENSI STEREOTIP PRIBUMI 1. Arah direction

2. Intensitas 3. Ketepatan

4. Pesan DIMENSI

STEREOTIP INDIA TAMIL

1. Arah direction 2. Intensitas

3. Ketepatan 4. Pesan

Terbentuknya stereotip pada masyarakat suku Bugis terhadap suku Mandar disebabkan beberapa faktor. Pertama adalah lingkungan sosial, yaitu sumber stereotip itu diterima sebagai pesan atau informasi, baik itu dari keluarga atau pun orang lain. Kedua adalah persepsi, dalam Hal ini terkait dengan pengamatan suku Bugis terhadap perilaku suku Mandar dalam kehidupan sehari- hari serta pemaknaan dari masyarakat suku Bugis mengenai stereotip yang berkembang. Ketiga adalah interaksi langsung yaitu terbentuknya peluang untuk melakukan komunikasi baik secara personal maupun kelompok sehingga antara suku Mandar dan suku Bugis dapat saling memahami. Keempat adalah unsur kebudayaan seperti kepercayaan, nilai, sikap dan lembaga sosial. Unsur kepercayaan, nilai dan sikap merupakan unsur yang mempengaruhi cara berpikir dalam merespon stereotip yang diterima, sedangkan lembaga sosial menjadi wadah pertemuan dan sosialisasi antara suku Bugis dan suku Mandar sehingga mereka dapat saling memahami dan terbangun hubungan yang harmonis.

2.4 Model Teoritis