Informan V Informan yang Berasal dari Etnis India Tamil .1 Informan I

Universitas Sumatera Utara 4.1.3.2 Informan yang Berasal dari Etnis Pribumi

4.1.3.2.1 Informan V

Data diri informan : Nama : Fahmirawati Jenis Kelamin : Perempuan TTLUsia : Medan, 22 April 1966 50 Tahun Agama : Islam EtnisSuku : PadangMinang Alamat : Jl. Taruma Belakang No. 5A Pekerjaan : Pedagang Makanan Informan kedua adalah Ibu Fahmirawati 50, ia juga merupakan seorang pedagang makanan di kawasan Kampung Madras. Berbeda dengan Mila yang menjual makanan khas India, Bu Mira menjual nasi goreng dan juga mie goreng sebagai menu andalannya serta berbagai minuman hangat maupun dingin juga tersedia di warung makan miliknya. Ia menetap di Kampung Madras sejak lahir artinya selama kurang lebih 50 tahun ia sudah tinggal di kawasan tersebut. Dan sedikit banyak ia sudah mengetahui dan mengenal bagaimana keadaan masyarakat di daerah Kampung Madras sejak dulu hingga sekarang. “Semenjak lahir udah tinggal disini. Jadi kurang lebih udah 50 tahun lah tinggal disini. Disini Ada India, Minang, Jawa, Batak. Kebanyakan orang India, Minang, sama Jawa itu dari dulu. Batak itu baru masuk. Sama itu Chinese..Chinese satu lagi. Ya kalau bergaul ya sama siapa aja nggak pernah milih-milih. Cuma lihat-lihat juga lah orangnya. ” Selama ia tinggal di kawasan Kampung Madras, Bu Mira mengatakan ada beberapa etnis mayoritas di kawasan itu diantaranya adalah India, Minang, Jawa, Chinese dan Batak. Jika dilihat sejak zaman ia kecil, Bu Mira mengatakan bahwa Etnis Batak terhitung etnis baru yang mendiami kawasan tersebut. Keragaman etnik di daerah itu menjadikan ia terbiasa bergaul dengan semua orang dari Universitas Sumatera Utara berbagai etnis, tetapi ia selektif dalam bergaul. Buka berdasarkan etnis melainkan ia memilih teman berdasarkan sifat dan perilakunya. Sama seperti penuturan informan pertama, Bu Mira juga tidak punya waktu khusus dalam menyempatkan berkomunikasi dengan Etnis India Tamil. Karena sibuknya aktivitas berjualan serta masing-masing sudah memiliki kesibukan sendiri. Begitupun ketika ia masih muda, sangat jarang ada waktu khusus untuk berkumpul ataupun nongkrong-nongkrong dengan masyarakat dari Etnis India Tamil. Karena peraturan orangtuanya ketika itu sangat ketat, terlebih lagi ia adalah anak perempuan. Jadi tidak pernah diizinkan untuk berkumpul seperti anak-anak muda zaman sekarang. Kalau untuk saat ini ia hanya berkomunikasi di sela-sela waktu berjualan. Terkadang ia datang ke warung mereka ataupun mereka yang mendatangi warungnya. Serta pada waktu hari-hari besar seperti lebaran maupun jika ada kabar duka, disitulah mereka dapat berinteraksi secara intens. “Ya biasa ajalah kalo kita datangi orang itu atau kita yang datangi orang itu gitu aja. Kalo untuk ngumpul-ngumpul gitu soalnya kan ibu jualan jadi sibuk dengan dagangan sendiri lah. Dulu pun gitu juga waktu masih sekolah jarang ngumpul-ngumpul gitu. Soalnya kan orangtua ibu juga ketat. Mana ada kumpul sana, main sana. Palingan pas lagi hari raya. Kalo orang itu hari raya kita datang. Ada yang menikah kita datang. Kunjung mengunjunglah, ada yang meninggal kita juga datang. Tapi kalau untuk gabung-gabung gitu nggak ada. ” Hampir setiap hari ia berinteraksi dan berkomunikasi dengan masyarakat dari Etnis India Tamil dan biasanya berlangsung di dekat rumah dan di tempat ia berjualan. Konteks komunikasi maupun isi pesan yang dibahas sama seperti orang bertetangga pada umumnya, mereka membahas tentang usaha, tentang anak-anak dan lain sebagainya. Ia juga menuturkan bahwa tidak ada pembahasan yang formal hanya membahas kehidupan sehari-hari dan sedikit bercanda. Tingkat keseringan ia berkomunikasi dengan masyarakat Etnis India Tamil karena hampir Universitas Sumatera Utara seluruh tetangganya rata-rata masyarakat Tamil serta letak rumah yang sangat rapat yang hanya dibatasi oleh sebuah papan secara tidak langsung terkadang membuatnya mengetahui apa yang sedang terjadi di rumah tetangganya. “Komunikasi ya biasa-biasa aja pas jualan gini. Seloroh-seloroh aja enggak ada yang formal kali. Seringnya ya sering hampir setiap hari soalnya kan kita bertetangga. Ngobrol masalah tentang jualannya, tentang anak-anak, banyaklah. Apa lagi ya masalah duit ya namanya curhat itu kalo sebelah-sebelahan ya pasti ada. Ngobrolnya dekat rumah. Orangkan kita sebelah-sebelah. Dari pintu ke pintu ajalah rumahnya kan rapat. Jadi kalo ada tetangga ngomong ya kedengaran kadang-kadang karena dindingnya kan cuma papan. ” Untuk kesulitan dalam berkomunikasi dengan masyarakat dari Etnis India Tamil Bu Mira memaparkan bahwa hal tersebut ada tetapi tidak semua hanya beberapa orang tertentu saja. Karena menurutnya setiap orang itu memiliki prinsip dan peraturan yang berbeda sehingga membuatnya merasa tidak cocok ketika berkomunikasi ataupun berinteraksi dengan orang tersebut. Terkadang kesulitan berinteraksi juga dikarenakan adanya pertengkaran antara anak yang membuat orangtua menjadi enggan untuk saling berinteraksi. Pada dasarnya tidak sulit untuk berkomunikasi dengan masyarakat Etnis India Tamil karena ia dengan tetangganya tidak pernah mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Namun ia juga memiliki prinsip sendiri dalam bergaul ada batasan-batasan yang menurutnya harus dijaga dalam bergaul, Karena tidak semua orang itu sama dan bisa dekat dengan kita begitupun sebaliknya. Hal terpenting adalah bagaimana kita mengetahui sifat, sikap dan perilaku orang yang bergaul dengan kita. “Kayaknya tengok orangnya juga lah. Tapi kalo sama sebelah rumah ibu gak adalah. Tapi kadang-kadang kan manusia ini lain-lain. Kadang- kadang ada bangsa yang ketat peraturanlah, ada yang inilah nggak cocok, kan biasalah di kampung kan gitu. Kadang-kadang juga karena ada Universitas Sumatera Utara anaknya yang begado. Makanya kita juga kan jangan rapat kali lah sama orang itu. Bergaul itu juga pakai jarak. Prinsip Bu Mira yang menjaga jarak dalam bergaul merupakan salah satu bentuk pencegahan dini dari terjadinya konflik antarbudaya. Dan merupakan sikap preventif untuk meminimalisir serta menghindari gesekan-gesekan yang mungkin dapat terjadi antara dirinya dengan orang lain. Khususnya dengan masyarakat yang berasal dari Etnis India Tamil. Prinsip itu tidak membuatnya mengalami kesulitan dalam berinteraksi ataupun berkomunikasi dengan masyarakat Etnis Tamil dengan berpegang pada prinsip seperti itu ia bahkan memiliki tetangga yang sudah dianggap seperti saudaranya sendiri. “Ada, sebelah rumah ibu. Ya itu udah seperti saudara orang India Tamil dia. Sama Chinese pun gitu juga udah macam saudara. Sampai sekarang juga masih kayak saudara. ” Berdasarkan pengalaman Bu Mira, ia menceritakan bagaimana masyarakat India Tamil dari dulu hingga sekarang. Dahulu jika memiliki uang masyarakat India Tamil sering berkumpul dan mabuk-mabukan khususnya para pria. Kalau yang wanita sebagian besar dirumah dan jarang keluar serta tertutup. Berbeda dengan masyarakat Tamil saat ini, sudah tidak ada lagi yang mabuk-mabukan sepert saat Bu Mira masih muda. Cerita Bu Mira ini merupakan pemicu terbentuknya stereotip terhadap Etnis India Tamil. Dimana orang Tamil dinilai suka mabuk-mabukan dan wanita dari Etnis Tamil dulunya tertutup dan lebih banyak berdiam diri dirumah. Stereotip ini cenderung menuju ke arah yang negatif, walaupun saat ini sudah tidak ditemui lagi perilaku masyarakat Tamil yang seperti itu.. Stereotip pada dasarnya sangat sulit untuk dihilangkan terlebih stereotip tersebut adalah stereotip negatif. “Kalau itu semua manusia sama lah dek kayaknya. Cuma mereka ini kalo dulu ya, kalo dulu orang india ini nggak kayak india sekarang. Kalo dulu orang india ini kalo dia ada duit kerjanya mabuk-mabuk. Tapi nggak Universitas Sumatera Utara kayak india sekarang. India dulu ya suka mabuk, ngumpul-ngumpul yang laki-laki ya. Kalo perempuannya banyak dirumah. ” Jika dilihat dari pemaparan Bu Mira mengenai stereotip tersebut maka dapat diamati bahwa stereotip tersebut sangat melekat pada diri Bu Mira dan ia meyakini bahwa stereotip tersebut memang benar adanya. Hal tersebut dapat dibuktikan sebab ia melihat secara langsung di lingkungan tempat tinggalnya pada saat itu. Namun ia hanya mengatakan bahwa hal tersebut terjadi di lingkungannya dan tidak mengetahui bagaimana di lingkungan pemukiman Etnis India Tamil yang lain. “Ya dari lingkungan ibu. Makanya kita bisa cakap. Karena orang yang dulu banyak Indianya pemabuk. Di lingkungan ibu ya. Tapi nggak taulah di lingkungan lain. Itu dulu sekarang nggak lagi. Orangnya udah pada pindah-pindah. ” Berkembangnya stereotip mengenai Etnis India Tamil tersebut tak lantas mempengaruhi keinginan dan niat Bu Mira dalam berinteraksi dengan mereka. Karena hal tersebut terjadi di masa lampau, terlebih lagi masyarakat yang mendukung stereotip tersebut saat ini sudah tidak tinggal di kawasan itu dan sudah banyak dari mereka yang pindah ke tempat lain. Sehingga sudah tidak ada lagi masyarakat Etnis Tamil yang sering mabuk-mabukan di daerah tersebut. Ia juga menceritakan bahwa masyarakat Etnis India Tamil sekarang sudah lebih modern dan mengalami peningkatan dari sisi ekonomi jika dibandingkan dengan masyarakat India Tamil pada waktu itu. Banyak dari mereka yang sukses dalam berdagang dan berwirausaha di daerah tempat ia tinggal. “Nggak pengaruh kali karena udah biasa menghadapinya. Kalo sekarang indianya modern. Istilahnya banyaklah yang udah diatas. Dulu dari semua suku india itu ada dibawah. Kalo sekarang udah banyak yang keataslah sikit. Sudah pandai berdagang. Dalam hal ekonomilah Universitas Sumatera Utara pokoknya. Sekarang bukan orang padang aja yang pandai berdagang, orang Ind ia juga banyak.” Stereotip yang melekat dan benar adanya membuat Bu Mira terbiasa dan mengharuskannya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya pada masa itu. Karena menurutnya selama mereka minum mereka tidak pernah mengganggu sehingga ia tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut. Ia menuturkan bahwa sampai saat ini ia masih tetap berhubungan baik dengan salah satu temannya yang ketika itu juga sering mabuk-mabukan. “Biasa aja kita harus pandai bawa dirilah. Dia kan minum nggak mengganggu kita. Dia kan minum untuk dirinya sendiri. Ada juga kok kawan ibu yang dulu kayak gitu, tapi ya kita tetap bekawan, becanda ya becanda seloroh ya seloroh sampe sekarang pun. Eceknya nggak ada inilah. ” Berdasarkan penuturan Bu Mira mengenai kondisi hubungan sosial yang ada di Kampung Madras sepertinya agak sedikit berbeda dengan penuturan informan pertama. Di kawasan ini sebagian masyarakat Tamil ada yang mau bersosialisasi dan ada juga yang tidak. Sebagian terbuka dan sebagian ada yang menutup diri. Seperti ketika ada kemalangan di tempat ia tinggal, tidak semua masyarakat mau membantu tetapi sebagian besar ada juga yang membantu. Menurutnya tidak semua manusia itu sama tetapi selama tidak saling mengganggu hal tersebut tidak menjadi masalah bagi Bu Mira. “Sosial? Kayaknya ada yang mau bersosial ada yang enggak. Ada yang terbuka ada juga yang tertutup. Misalnya kalo ada orang yang pesta atau meninggal dia mau bantu, tapi ada juga yang nggak mau tau. Nggak semuanya sama. Modelnya siapa lu siapa gua. Dia dia kita kita selama nggak saling mengganggu ya nggak apa-apa. ” Universitas Sumatera Utara Di kawasan Kampung Madras sebenarnya tidak ada kegiatan khusus yang melibatkan masyarakat antara Etnis Pribumi dan Etnis India Tamil secara langsung. Tetapi kebersamaan antar etnis dapat dilihat pada hari besar ketika ada acara keagamaan yang diselenggarakan di kawasan tersebut. “Nggak ada. Karena orang ini kan orang ini ada acara khusus gitu. Tapi adalah India yang muslim. Kan dia buat acara misalnya 1 Muharram orang itu kan bikin acara, terus bagi-bagi beras atau bagi apa dia manggil yang nggak muslimnya juga gitu. ” Seperti pada tanggal 1 Muharram yang merupakan tahun baru bagi mereka yang beragama Islam. Biasanya masyarakat muslim India Tamil mengadakan acara dan melakukan sedekah dengan membagi-bagikan beras kepada siapa saja yang membutuhkan meskipun mereka yang berasal dari agama dan etnis yang berbeda. Sebagai seorang individu, Bu Mira juga pernah mengalami konflik pribadi dengan salah satu masyarakat Etnis Tamil. Permasalahan umum seperti pertengkaran antara anak dengan anak yang akhirnya diselesaikan secara kekeluargaan melalui komunikasi yang baik antara dirinya dan orangtua dari anak tersebut tanpa harus berlarut-larut sehingga dapat menciptakan suasana yang nyaman dalam kehidupan bertetangga. “Kalo dulu nggak ada. Tapi kalo sekarang adalah itupun kan karena anak-anak. Ya biasalah anak sama anak begado. Ya kita pisah la, kita ngomong orangtua sama orangtua. ” Bu Mira terlihat sangat khawatir dengan lingkungan Kampung Madras saat ini. Hal ini dikarenakan pernah ada konflik antara anggota masyarakat Etnis Tamil dengan anggota masyarakat Etnis Pribumi. Bukan karena perbedaan yang mereka miliki melainkan dipicu karena maraknya peredaran narkoba di kawasan ini. Universitas Sumatera Utara “Adalah sekarang kan zaman ada yang pro dan ada yang kontra begado- gado itu adalah. Disini kan juga lingkungan narkoba biasalah kawan sama kawan. Soalnya kan narkoba ini bikin emosi orang naik jadi marah lah.” Dulunya jika ada konflik-konflik yang melibatkan antar etnis biasanya diselesaikan dengan cara kekeluargaan melalu mediasi oleh tokoh-tokoh masyarakat yang ada disana. Tetapi karena pada saat itu yang menjadi akar masalahnya adalah narkoba, maka ranah kekeluargaan bukan cara yang tepat mengahdapi konflik seperti itu. Hingga akhirnya pihak berwenanglah yang harus turun tangan dalam menyelesaikan konflik tersebut. “Paling orang-orang tua lah. Tapi pun orangtua juga udah malas ngeladeni anak sekarang. Soalnya kan sekarang banyak anak muda yang udah pakai narkoba. Jadi kalo kita lawan kita juga yang kena. Jadi panggil polisi lah. ” Setelah konflik tesebut terjadi dan segera ditangani pihak yang berwenang keadaan lingkungan Kampung Madras sepertinya tidak berpengaruh secara keseluruhan. Hanya masyarakat yang bertempat di basis-basis narkoba yang tidak menerima kejadian tersebut. Selebihnya tidak mempermasalahkannya karena hal tersebut adalah masalah hukum. “Kalo masyarakat aman-aman aja tapi ya lingkungan narkoba itulah paling yang nggak te rima karena ada polisi itu tadi.” Sebagian dari masyarakat termasuk Bu Mira sangat khawatir karena kejadian itu. Meskipun tidak mempengaruhi hubungan antar etnis tapi tetap saja semua masyarakat harus waspada, menjaga jarak serta berhati-hati dalam bergaul dan memilih teman. Agar tidak terlibat dengan hal-hal yang menyangkut hukum karena bisa berimbas terhadap aktivitas ekonomi di kawasan tersebut. Universitas Sumatera Utara “Ya mengganggulah agak jantungan juga. Kita kan jualan disini kan bisa pula nanti kena sasaran . Kalo hubungan antar etnis ya masih baik-baik aja. Cuma ya itu tadi kita jantungan lihat orangnya juga. Jaga jarak ajalah pokoknya. ” Saling menghormati adalah hal mutlak yang harus dilakukan setiap masyarakat dalam kehidupan multietnis dengan beragam perbedaaan dan pandangan. Hal ini adalah salah satu cara Bu Mira dalam menjaga kerukunan dan keharmonisan di tempat ia tinggal. Menurutnya saling menghormati itu tidak bisa dilakukan hanya dari satu sisi. Jangan pernah menunggu orang terlebih dahulu menghormati kita, tetap mulailah menghormati mereka terlebih dahulu. “Menghormati, ya tergantung kita juga. Kita menghargai orang itu orang itu juga menghargai kita. Ya misalnya kalo orang itu lagi sembahyang, sembahyangnya di kuil kan. Ya kita hargailah jangan bikin ribut. Begitu juga dengan mereka, pas kita lagi ada adzan orang itu juga harus tenang. Ya saling mengerti lah. ” Beliau sangat yakin karena dengan begitu keharmonisan dapat terwujud. Implementasi dari sikap saling menghormati ia tuturkan ketika sedang beribadah. Masyarakat Etnis Tamil yang beragama Hindu umumnya beribadah di kuil dan sudah sepatutnya masyarakat dari etnis lain tidak mengganggu mereka dengan cara tidak membuat keributan. Begitupun sebaliknya ketika adzan berkumandang masyarakat dari etnis lain juga harus menghargai. Intinya harus ada toleransi dan saling pengertian. Ketika ditanyakan mengenai harapannya terhadap keberlangsungan hubungan antar etnis yang tinggal disini, Bu mira mengatakan kedepannya harus aman dan rukun. Tetapi ia lebih berharap kalau narkoba bisa dibersihkan dari kawasan Kampung Madras. “Ya maunya aman, rukun, kalau bisa dihilangkanlah narkoba ini. Karena keributan itu dari narkoba ini. Karena narkoba emosi orang jadi tinggi. Universitas Sumatera Utara Mengganggu kita lah, soalnya kan asap-asapnya bisa merusak kalo kita hirup. Rokok aja bahaya apalagi asap ganja itu. Pemerintahlah yang harus tanggung jawab, terkadang malah pemerintah itu sendiri yang jualan. Dia juga yang jual dia juga yang nangkap. ” Ia juga menegaskan tentang bagaimana bahaya narkoba bagi pengguna dan bagi orang-orang yang berada disekitarnya. Dan bagaimana tanggung jawab pemerintah dalam hal ini. Karena berdasarkan kacamata beliau terkadang malah utusan pemerintah yang berseragam aparatlah yang melakukan kegiatan transaksi narkoba di kawasan ini. Karena menurutnya kemungkinan besar narkoba juga dapat menjadi pemicu timbulnya konflik. Kesimpulan Kasus Berdasarkan pemaparan informan yang telah menetap selama kurang lebih 50 tahun di Kampung Madras bahwa ada beberapa etnis yang hidup berdampingan antara lain Etnis India Tamil, Etnis Tionghoa, Etnis Pribumi yang didominasi oleh Suku PadangMinang dan Jawa. Adapun Suku Batak namun masih sedikit yang tinggal di lingkungannya. Informan hampir setiap hari berinteraksi dan berkomunikasi dengan masyarakat Etnis India Tamil. Ia biasa berinteraksi dan berkomunikasi di tempat ia berjualan dan rumahnya, konteks komunikasi sendiri merupakan komunikasi yang non formal karena sehari-hari ia membahas tentang dagangan, keluarga, menu masakan dan lain sebagainya. Ia pun memiliki teman dekat yang berasal dari Etnis India Tamil dan juga Etnis Tionghoa. Baginya tidak ada kesulitan dalam berkomunikasi karena sehari-hari mereka berbicara dengan menggunakan Bahasa Indonesia. Informan memiliki stereotip negatif terhadap masyarakat Etnis India Tamil yang melekat cukup kuat dan tepat. Karena didasarkan pada pengalaman langsung yang terjadi di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Stereotip tersebut mengenai masyarakat Etnis India Tamil yang suka mabuk-mabukan khususnya bagi kaum pria. Sedangkan kaum wanita lebih banyak berdiam diri di rumah dan tertutup. Namun stereotip negatif tersebut menurut informan sudah tidak terlihat lagi saat ini karena ia sudah tidak pernah lagi melihat masyarakat Etnis India Tamil yang Universitas Sumatera Utara suka mabuk-mabukan di lingkungannya. Selain itu ada juga stereotip positif mengenai masyarakat Etnis India Tamil yang identik dengan berdagang. Hal ini dikuatkan dengan banyaknya masyarakat Etnis India Tamil yang memilih berdagang dalam mencari nafkah, berbeda dengan zaman dulu. Berkembangnya stereotip negatif tadi tak lantas mempengaruhi niat informan dalam berinteraksi dan berkomunikasi, hanya saja dalam bergaul ia lebih memilih selektif dan menjaga jarak dengan masyarakat Etnis India Tamil. Hubungan sosial dan antarbudaya di kawasan Kampung Madras cukup baik, namun sama seperti lingkungan lain pada umumnya terdapat masyarakat yang terbuka dan ada pula yang tetutup. Pernah ada konflik antara etnis yang berbeda namun hal itu disebabkan karena narkoba sehingga tidak berpengaruh terhadap hubungan harmonis yang telah terjalin di kawasan Kampung Madras. Faktor yang mendukung terjalinnya hubungan baik tersebut adalah dikarenakan masing-masing individu memiliki sikap saling mengahargai, toleransi dan saling mengerti.

4.1.3.2.2 Informan VI