Informan VIII Informan yang Berasal dari Etnis India Tamil .1 Informan I

Universitas Sumatera Utara kegiatan-kegiatan yang bersifat multietnis seperti adanya satuan tugas LKMPNPM yang dibentuk dengan tujuan membangun dan menjalankan program pemerintah di kawasan Kampung Madras. Satuan tugas tersebut beranggotakan masyarakat dari berbagai etnis yang ada disana dan juga dari berbagai latar belakang profesional yang berbeda-beda pula.

4.1.3.2.4 Informan VIII

Data diri informan : Nama : Suci Al Falah Jenis Kelamin : Perempuan TTLUsia : Medan, 05 September 1990 25 tahun Agama : Islam EtnisSuku : Minang Alamat : Jl. Cik Di Tiro Belakang No. 26 Pekerjaan : Freelancer Survei Publik Informan selanjutnya dan juga merupakan informan terakhir adalah Suci Al Falah 25 yang sehari-harinya bekerja sebagai freelancer sebuah perusahaan survei publik di kota Medan. Informan sudah menetap di Kampung Madras semenja lahir yaitu selama kurang lebih 25 tahun. Ia juga menuturkan ada beberapa etnis yang tinggal disana diantaranya adalah Etnis India yang terbagi dua yaitu India Tamil dan India Punjabi. Kemudian ada Etnis Pribumi yaitu Suku Minang dan Jawa. Dan yang terakhir adalah Etnis Tionghoa yang menurutnya juga cukup banyak memadati kawasan Kampung Madras. “Udah .... dari lahir udah 25 tahun lah. Etnisnya.....India, India itu ada dua Tamil sama Punjabi, Punjabi itu Bengali. Terus kalau pribumi ada Minang ada Jawa tapi mayoritasnya Minang. Kalau Cina ada juga, Cina pun banyak. ” Dalam pergaulan sehari-hari informan mengaku cukup selektif. Ia lebih banyak memilih bergaul dengan masyarakat Etnis Pribumi dibandingkan dengan Etnis Tionghoa yang menurutnya sebagian besar bersifat tertutup sehingga Universitas Sumatera Utara membuatnya tidak terlalu ingin bergaul dengan mereka. Adapun Etnis India Tamil namun tidak dengan semua masyarakat Etnis India Tamil ia mau bergaul. Ia membatasi hanya dengan masyarakat Etnis India Tamil yang beragama Islam yang diajaknya untuk bergaul. Selain masyarakat Etnis India Tamil yang muslim, ia mengatakan hanya berinteraksi dengan mereka seperlunya saja tergantung kebutuhan. “Pilih-pilih juga kalau jujur. Ya pilih-pilihnya mungkin lebih banyak ke Pribumi ya. Kalau Chinese nya lebih banyak sih tutup pintu semua. Jadi nggak bergaul sama Chinese. Tapi dulu waktu kecil-kecil banyak masih mau bergaul sama Chinese tapi udah pada pindah. Kalau Tamil ada juga sih tapi Tamilnya Tamil Islam sih. Cuma lebih banyak Pribumi sih, kadang yang main ke rumah juga Pribumi. Kalau sama Tamil tergantung kebutuhan juga paling kalau ada perlu baru bergaul. Lebih banyak di rumah sih. ” Dalam kehidupan sehari-hari informan menuturkan bahwa ia sangat jarang berinteraksi dan berkomunikasi dengan masyarakat Etnis India Tamil. Interaksi yang ia lakukan hanya sebatas bertegur sapa ketika bertemu. Tidak ada tempat khusus baginya untuk berinteraksi dengan masyarakat Etnis India Tamil, ia pun mengatakan berinteraksi hanya berdasarkan keperluan dan kebutuhan seperti yang ia paparkan tentang interaksinya dengan Kak Wijes informan IV. Mereka berkomunikasi dan berinteraksi hanya sebatas perihal bisnis MLM multi level marketin g yang ditawarkan oleh Kak Wijes dengan memanfaatkan media online maupun telepon genggam dan terkadang sesekali datang ke rumahnya. Sebenarnya dahulu informan cukup sering berinteraksi dengan masyarakat Etnis India Tamil, hal itu ia lakukan ketika masih menjadi guru les yang kebanyakan muridnya berasal dari Etnis India Tamil. Ia pun menuturkan tidak mendapat kesulitan berinteraksi dengan masyarakat Etnis India Tamil jika dipandang melalui perspektif komunikasi itu sendiri. Universitas Sumatera Utara “Nggak terlalu sering sih. Paling kalau lewat tegur-teguran gitu aja sih. Kalau pas keluar nampak di jalan paling. Kalau yang di tengah ini kan ada kak Wijes namanya, yang sebelumnya juga diwawancarain kan. Udah gitu kan dia ada MLM, nah dia itu sering datang ke rumah nawarin MLM-nya suruh gabung. Nanti dia sering itu bbm, chat, nanya gimana perkembangan. Ya sebatas itu sih karena ada kebutuhan itu aja sih. Kalau dulu sih sempat ada hubungan. Karena kan kakak dulu ngajar les udah gitu banyak anak-anaknya India, karena faktor itu aja diluar itu nggak ada.Secara komunikasi nggak ada kesulitan kayaknya ya karena bahasanya kan sama-sama pakai Bahasa Indonesia. ” Berdasarkan penuturan informan ada beberapa stereotip yang berkembang mengenai Etnis India Tamil antara lain adalah mereka dinilai kasar dan juga suka berbohongmenipu. Informan mengatakan hal tersebut didasari dengan pengalamannya yang melihat secara langsung bahwa ada anggota masyarakat dari Etnis India Tamil yang seringkali berkelahi di lingkungannya. Perkelahian tersebut sedikit membuat keributan ketika itu dan mengundang banyak masyarakat di sekitar berbondong-bondong untuk melihat kejadian tersebut. Dan ketika ia melihat yang berkelahi adalah sesama masyarakat Etnis India Tamil. Informan menilai bahwa masyarakat Etnis Tamil adalah masyarakat yang sangat berani menunjukkan ekspresi mereka di depan publik meskipun hal tersebut bersifat negatif. “Ya mungkin pada umumnya ya sama aja sih, suka gimana ya, suka ngajak berantam gitu tetangga. Memang sih kakak nggak pernah terlibat cuma kan kakak sering lihat kan. Nanti kalau ada apa-apa dikit ribut-ribut terus ngeluarin orang satu kampung gitu. Ya apalagi ya....banyak omongnya, banyak bohongnya ya gitu. Pokoknya kita sih jarang cocok aja ke mereka, kalau kakak pribadi sih lebih banyak jarang berhubungan jadi Universitas Sumatera Utara secara kurang tau juga secara pasti gimana merekanya itu. Tahunya dari dari luar aja, misalnya ada yang berantam si anu sama si anu, ditengah- tengah itu udah diramein. Yang berantam itu kan orang India, nanti sama- sama saudara bisa berantem. Ibaratnya kan ngundang tetangga yang lain buat nontonin kayak gitu sih. Orang itu kayaknya lebih senang kalau ngajak berantam kayaknya ada kepuasan tersendiri gitu buat mereka. Makanya kalau ada berantem kan pasti itu orang India jarang ada orang Pribumi. Kalau kita kan pasti ada rasa malu kalau berantam-berantam gitu. Kakak rasa mereka lebih terbuka sih, terbuka dalam mengekspresikan diri mereka, ya kayak gitu. Udah gini kan India itu suka ngular, sampai ada istilahnya kalau jumpa orang India sama ular, kita tembak orang Indianya dulu baru ularnya karena kan orang Indianya bisa pura-pura mati. Karena kan ibaratnya gimana ya banyak bualnya banyak bohongnya. Kalau bisa sih jangan terlalu banyak berhubungan sih lebih dalam sama mereka. ” Mengenai stereotip yang mengatakan bahwa masyarakat Etnis India Tamil suka “ngular” berbohongmenipu informan mendengar dari masyarakat sekitar yang mengatakan seorang masyarakat Etnis Tamil pernah menipu salah satu anggota dari masyarakat Etnis Pribumi di lingkungannya sehingga ia cukup yakin bahwa stereotip tersebut bukan hanya stereotip melainkan sudah menjadi perilaku maupun kebiasaan masyarakat Etnis Tamil itu sendiri. Informan secara tidak langsung mengatakan bahwa tidak semua masyarakat yang berasal dari Etnis India memiliki sifat amupun perilaku seperti itu sebab Etnis India Tamil itu berbeda dengan Etnis India Punjabi. “Kalau kakak sih nggak pernah punya masalah sama Etnis Tamil soalnya kan kakak nggak pernah berhubungan itu aja sih. Kalau langsung Universitas Sumatera Utara bermasalah sih nggak pernah cuma kan melihat apa yang ada. Kita juga memang nggak pernah kejadian secara langsung sih, cuma kan dengar orang kan, ini si anu habis nipuin si anu terus si anu nggak bayar-bayar hutangnya sama si anu kan kedengaran sama kita. Karena kita kan nggak pernah mau berurusan sama mereka gitu aja sih. Nggak pernah percaya juga sih nggak pernah percaya. Tapi orang India disini kan ada Tamil ada Punjabi, Bengali, itu mereka karakternya beda, yang Punjabi itu agak lebih tertutup sih daripada yang Etnis Tamil. ” Selain stereotip negatif ada pula stereotip positif yang berkembang mengenai Etnis India Tamil. Stereotip tersebut adalah sikap toleransi yang tinggi. Menurut informan untuk toleransi beragama masyarakat Etnis Tamil sangat sangat kooperatif. Sebab ketika ada acara keagamaan maupun hari besar mereka saling menghormati dan menghargai apa yang masyarakat lain sedang lakukan. Informan mengatakan jika dapat dinilai maka untuk sikap toleransi tersebut mereka mendapat nilai sembilan dalam skala satu sampai sepuluh. “Kalau yang positif itu mereka toleransinya ada, kita kan juga sering buat acara agama, mereka juga sering ibadah di kuil jadi kita nggak saling ganggu. Sangat toleran lah saya rasa mereka. Jadi kalau satu sampai sepuluh itu sembilan lah. ” Stereotip negatif yang berkembang secara langsung sangat mempengaruhi niat informan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan masyarakat Etnis India Tamil karena berdasarkan pengalaman orang lain ia menilai bahwa stereotip tersebut sesuai dengan kenyataan yang terlihat. Oleh karena itu ia lebih memilih mengantisipasi untuk tidak berhubungan lebih jauh dengan masyarakat yang berasal dari Etnis India Tamil. “Ya berpengaruh dong, ibaratnya kan gini kita udah tau pengalaman orang ini itu kayak gini, ini itu kayak gini yang buruklah. Karena udah tau Universitas Sumatera Utara buruk ya kita pasti lebih antisipasi untuk bisa lebih berhubungan sama mereka. ” Informan juga menuturkan cara ia beradaptasi terkait stereotip negatif yang berkembang tersebut adalah dengan cara menghindar dan mengurangi interaksi serta hubungan yang lebih dekat dengan masyarakat Etnis India Tamil. Ia juga mengatakan bahwa tidak ingin menuduh tetapi sejauh yang ia ketahui dan temui hampir sebagian besar perilaku masyarakat Etnis India Tamil membenarkan stereotip tersebut. Di samping itu ia juga menilai bahwa tidak semua masyarakat Etnis India Tamil seperti itu pasti masih ada individu-individu baik didalamnya. “Karena kita udah tau pengalaman orang lain kan itu mengurangi kepercayaan kita sama mereka. Ya nggak semua seperti itu, saya yakin sih tidak juga. Cuma sejauh ini yang saya jumpain ya mereka seperti itu. Mungkin ada sih yang nggak seperti itu cuma saya rasa jarang lah kayaknya. Kita nggak mau menuduh sebenernya karena yang bener-bener baik itu pasti ada. Cuma kita kan mengantisipasi supaya nggak terlalu terlibat ambil resiko. Yang baik pasti adalah nggak semuanya seperti itu. ” Untuk hubungan antarbudaya yang terjalin di Kampung Madras, secara pribadi informan menilai hubungan tersebut lebih cenderung mengarah kepada sikap saling cuek. Namun pada kondisi tertentu hubungan antarbudaya dan sosial di lingkungannya terlihat cukup baik. Seperti ketika ada momen kemalangan maupun perayaan pesta pernikahan dimana semua masyarakat dari etnis yang berbeda mau membantu dalam kegiatan masak-memasak di lingkungannnya. Informan juga menuturkan bahwa tidak pernah melihat maupun mendengar ada terjadi konflik etnis di kawasan Kampung Madras sampai saat ini. “Hubungannya lebih ke arah cuek sih kalau menurut kakak, Cuma ada kondisi-kondisi tertentu misalnya ada yang meninggal ada pesta mereka Universitas Sumatera Utara mau bantu, nanti masaknya bareng, mau sih rata-rata. Kalau konflik sih nggak pernah ada. ” Ada beberapa kegiatan yang mendukung terjalinnya hubungan antarbudaya yang baik di Kampung Madras salah satunya ialah dibentuknya satuan tugas LKMPNPM Madras yang juga telah dikemukakan oleh informan sebelumnya. Satuan tugas ini merupakan wadah dimana aspirasi masyarakat disalurkan dan dikelola sendiri oleh masyarakat serta didanai oleh pemerintah. Program kerjanya sendiri mencakup pembangunan infrastruktur, kegiatan sosial dan lain sebagainya. Melalu wadah tersebut masyarakat multietnis disana saling berbaur dan berdiskusi mengenai kelanjutan kawasan Kampung Madras ke depannya. Selain kegiatan formal ada pula kegiatan informal seperti perayaan kemerdakaan yang menjadi salah satu alat dalam mengumpulkan dan mengabungkan masyarakat disana sebagai satu bangsa yang terdiri dari beragam budaya dan latar belakang. “Ada dulu ada namanya LKM Madras, sekarang kan udah jadi PNPM nah PNPM itu anggotanya itu orang Pribumi sama orang India. Kita kayak program bangun infrastruktur terus kegiatan sosial, dananya kan memang PNPM itu hibah dari pemerintah tapi pelaksanaannya kan warga sekitar. Disitu tergabung semua, ya membaur lah. Jadi kalau untuk kerukunan, kerja sama di Kampung Keling ini masih bagus. Saling tolong menolongnya juga bagus. Cuma kan karena berantem-berantemnya itu tadi jadi malas berurusan gitu. Nanti anaknya dimarahin dikit mamaknya udah nyerang gitu kan, jadi kita takut hal itu lebih bagus kita jaga jarak aja sama mereka gitu. Kalau non formalnya paling 17 agustus tapi di Kediri sana ramenya. Kalau jaman saya kecil-kecil dulu ada disini sering malahan.” Universitas Sumatera Utara Dalam menjaga kerukunan dan keharmonisan dalam kehidupan masyarakat multietnis, informan menuturkan saling sapa, saling tegur, tidak membuat masalah, saling menghormati dan saling berbagi adalah beberapa cara yang mutlak harus dilakukan oleh masing-masing elemen masyarakat demi terwujudnya hubungan antarbudaya yang baik. ”Ya kalau ada tetangga disapa, ditegur, jangan cari masalah, dihormati. Mereka beribadah ya dihormati, mereka butuh sesuatu ya dibantu, mereka berlebaran ataupu n kita berlebaran kita berbagi.” Kesimpulan Kasus Berdasarkan pemaparan informan yang telah menetap di Kampung Madras selama kurang lebih 25 tahun, ada beberapa etnis yang menetap disana. Etnis tersebut antara lain Etnis India Tamil, Etnis India Punjabi, Etnis Tionghoa, dan Etnis Pribumi yang diwakili oleh Suku Minang dan Suku Jawa. Dalam pergaulan sehari-hari informan adalah orang yang cukup selektif sehingga tingkat interaksi dan komunikasinya dengan masyarakat Etnis India Tamil tidak terlalu intens. Ia hanya berinteraksi sekedarnya saja seperti saling menyapa dan tidak mau banyak berbicara jika hal tersebut tidak diperlukan. Informan mengaku tidak bergaul dengan Etnis Tionghoa karena dinilai tertutup. Berbeda dengan Etnis India Tamil, ia memiliki beberapa teman namun hanya terbatas pada Etnis India Tamil yang beragama Islam saja. Secara komunikasi ia tidak mengalami kesulitan berkomunikasi dengan masyarakat Etnis Tamil karena masih menggunakan bahasa yang sama yaitu Bahasa Indonesia. Terdapat setereotip negatif yang berkembang tentang masyarakat Etnis Tamil pada diri informan antara lain ialah kasar dan suka “ngular” berbohongmenipu. Untuk setereotip negatif yang pertama ia mengetahuinya melalui pengalaman langsung dengan melihat dan mendengar sehingga ia sangat meyakini kebenaran akan setereotip tersebut. Sedangkan untuk stereotip yang kedua informan banyak mendengar informasi tentang stereotip tersebut dari orang-orang sekitar di lingkungan tempat ia tinggal dan ia pun meyakini bahwa stereotip tersebut memang benar adanya meskipun tidak secara langsung terjadi Universitas Sumatera Utara kepada dirinya. Stereotip tersebut ternyata sangat mempengaruhi niatan informan untuk mau berinteraksi dan berhubungan lebih dekat dengan masyarakat yang berasal dari Etnis India Tamil. Terkait denga stereotip tersebut informan mencoba menyesuaikan diri dengan memilih untuk menghindar dan mengurangi intensitas berhubungan dan berinteraksi jika memang hal tersebut tidak ia perlukan. Sejauh yang ia temui semua masyarakat Etnis India Tamil cenderung membenarkan stereotip tersebut menjadi kenyataan. Namun menurutnya tidak semua masyarakat Etnis India Tamil sesuai dengan stereotip tersebut, mungkin masih ada banyak orang yang baik yang berasal dari Etnis India Tamil. Selain itu ada juga stereotip positif yaitu sikap toleransi yang tinggi yang dinilainya ada pada masyarakat Etnis India Tamil secara keseluruhan. Stereotip ini diyakini informan berdasarkan pengamatan secara langsung dan juga pengalaman pribadi yang ia rasakan. Menurut penuturan informan secara pribadi ia menilai hubungan antarbudaya sudah cukup baik tetapi pada kondisi tertentu seperti saat ada kemalangan maupun ada perta pernikahan semua masyarakat di lingkungannya mau bahu-membahu dan saling membantu dalam kegiatan masak-memasak untuk kebutuhan kegiatan tersebut. Ada pula wadah yang mempersatukan masyarakat multietnis ke dalam satu kesatuan, adalah satuan tugas LKMPNPM Madras yang merupakan fasilitator dalam menjangkau aspirasi masyarakat di Kampung Madras baik itu dalam hal pembangunan infrastruktur maupun berbagai kegiatan sosial yang dapat mempersatukan masyarakat disana. Informan juga menilai beberapa cara dalam mewujudkan kerukunan dan keharmonisan dapat menjadi faktor terciptanya hubungan antarbudaya yang baik, cara tersebut antara lain adalah dengan menunjukkan sikap saling menyapa, saling menghormati dan saling berbagi.

4.2 Pembahasan