Penyelesaian Sengketa Konstruksi Tanggung Jawab Terhadap Kegagalan Bangunan dalam Pekerjaan Konstruks Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi

pelaksanaan konstruksi, dan kontrak pengawasan. Apabila ketiga kontrak ini dilaksanakan maka di dalamnya akan dituangkan pula kontrak berdasarkan imbalan, jangka waktunya, dan cara pembayarannya. 133

D. Penyelesaian Sengketa Konstruksi

Sengketa bisa saja terjadi dan bermula dari suatu situasi di mana ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain. Hal ini diawali oleh perasaan tidak puas yang bersifat subyektif dan tertutup. Kejadian ini dapat dialami oleh siapapun baik perorangan maupun kelompok. Perasaan tidak puas akan muncul ke permukaan apabila terjadi conflict of interest. Pengertian sengketa kontrak konstruksi construction dispute adalah sengketa yang terjadi sehubungan dengan pelaksanaan suatu usaha jasa konstruksi antara para pihak. 134 133 Nazarkhan Yasin, Op. Cit., hlm. 95. 134 Nazarkhan Yasin, Mengenal Klaim Konstruksi dan Penyelesaian Sengketa Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004, hlm. 83. Kontrak kerja konstruksi yang telah disetujui dan disepakati oleh para pihak menimbulkan hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban ini berupa prestasi, dimana pihak penyedia jasa berkewajiban memenuhi prestasi sedangkan pihak pemberi tugas berhak atas prestasi. Pelaksana dan pemberi tugas harus bertindak aktif untuk mewujudkan prestasi tersebut. Jika tidak ada tindakan aktif dari salah satu pihak maka prestasi akan sulit terwujud. Dalam pelaksanaan perjanjian terdapat kemungkinan timbul wanprestasi yang dilakukan oleh para pihak. Wanprestasi ini dapat berasal dari pihak penyedia jasa maupun dari pihak pemberi pekerjaan. Apabila masalah wanprestasi tersebut menimbulkan perselisihan antara penyedia jasa dengan pemberi pekerjaan maka pada dasarnya akan diselesaikan dengan menempuh musyawarah untuk mufakat. Universitas Sumatera Utara Penyelesaian sengketa dalam kontrak bukan bertujuan menempatkan para pihak pada dua ujung yang saling berlawanan, yaitu pada posisi sebagai pihak yang menang atau kalah, tetapi yang diinginkan dan diharapkan adalah pemecahan masalah yang dapat memberikan kepuasan kepada para pihak yang berperkara. Penyelesaian suatu persoalan diupayakan dicapai dan dilakukan secara bersama- sama atas dasar saling pengertian dan saling sepakat. 135 Apabila salah satu pihak lalai atau tidak menepati prestasi sebagaimana yang telah diperjanjikan dinamakan melakukan wanprestasi. Wujud dari wanprestasi tersebut meliputi : 136 1. Tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan untuk dilaksanakan. 2. Melaksanakan apa yang diperjanjikan tetapi tidak sama dengan isi perjanjian. 3. Terlambat dalam melakukan kewajiban perjanjian. 4. Melakukan sesuatu yang diperjanjikan untuk tidak dilakukan. Lingkup sengketa jasa konstruksi dapat saja terjadi pada tingkat perencanaan konstruksi, pelaksanaan konstruksi, juga pada tingkat pengawasan konstruksi itu sendiri. Maka dari itu sengketa jasa konstruksi terdiri dari 3 bagian : 137 1. Sengketa precontractual yaitu sengketa yang terjadi sebelum adanya kesepakatan kontraktual, dan dalam tahap proses tawar menawar. Dalam proses tawar menawar para pihak akan saling bernegosiasi untuk mendapat kesepakatan bersama. 2. Sengketa contractual yaitu sengketa yang terjadi pada saat berlangsungnya pekerjaan pelaksanaan konstruksi. Artinya tahapan kontraktual sudah selesai, 135 Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan Bandung: Citra Aditya Bakti, 2012, hlm. 16. 136 Wirjono R. Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian Bandung: Sumur, 1981, hlm. 61. 137 Bambang Poerdyatmono, Alternatif Penyelesaian Sengketa Jasa Konstruksi, Jurnal Universitas Madura, Volume 8 Nomor 1, Madura: Universitas Madura, 2007, hlm. 15. Universitas Sumatera Utara disepakati, ditandatangani, dan dilaksanakan di lapangan. Sengketa terjadi manakala apa yang tertera dalam kontrak tidak sesuai dengan apa yang dilaksanakan di lapangan. Dalam istilah umum sering orang mengatakan bahwa pelaksanaan proyek di lapangan tidak sesuai dengan bestek, baik bertek tertulis kontrak kerja dan atau bestek gambar lampiran-lampiran kontrak, ditambah perintah-perintah direksipengawas proyek manakala bestek tertulis dan bestek gambar masih ada yang belum lengkap. 3. Sengketa pascacontractual yaitu sengketa yang terjadi setelah bangunan beroperasi atau dimanfaatkan selama 10 sepuluh tahun. Sengketa disini bisa terjadi karena kegagalan bangunan setelah bangunan beroperasi selama 10 tahun. Menurut Pasal 36 UU Jasa Konstruksi, pola penyelesaian sengketa di dalam pekerjaan jasa konstruksi dibagi menjadi 2 cara yaitu melalui pengadilan atau di luar pengadilan, berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa. Dan pada pasal 37 ayat 1 UU Jasa Konstruksi, menyatakan: penyelesaian jasa sengketa konstruksi diluar pengadilan dapat ditempuh untuk masalah-masalah dalam kegiatan pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi serta dalam hal terjadinya kegagalan bangunan. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan adalah cara penyelesaian sengketa antara pengguna jasa dan penyedia jasa dengan memilih penyelesaian melalui pengadilan. Dalam hal pilihan penyelesaian sengketa melalui pengadilan, prosedur dan prosesnya mengikuti ketentuang-ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata KUHAP. Putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan bersifat mengikat, artinya, putusan tersebut dapat dipaksakan pelaksanaannya. Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan putusan secara sukarela, maka pengadilan dapat melaksanakan eksekusi terhadap isi putusan pengadilan dengan cara paksa, yaitu dengan Universitas Sumatera Utara menggunakan alat-alat kepolisian. Akan tetapi, pada kenyataannya bahwa pilihan penyelesaian sengketa melalui pengaadilan kurang disukai dan diminati untuk menyelesaikan sengketa konstruksi, karena penyelesaiannya membutuhkan “waktu yang sangat lama bertahun-tahun, biaya yang tidak sedikit tidak resmi, sifatnya terbuka, para hakimnya hanya memiliki pengetahuan hukum, dengan kata lain para Hakim atau Jaksa tidak berlatar belakang disiplin ilmu teknik-seorang Insinyur, ahli ekonomi, atau arsitek.” 138 1. Melalui pihak ketiga Penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau biasa disebut dengan alternatif penyelesaian sengketa alternative dispute resolation adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak. Menurut Pasal 49 ayat 1 PP Penyelenggaraan Jasa Konstruksi penyelesaian sengketa dalam penyelenggaraan jasa konstruksi di luar pengadilan dapat dilakukan dengan cara : a. Mediasi Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa mediasi adalah pengikutsertaan pihak ketiga dalam proses penyelesaian sengketa, yang mana pihak ketiga tersebut bertindak sebagai penasihatpenengah mediator. 139 138 Nazarkhan Yasin, Op. Cit., hlm. 90. 139 Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia Jakarta : Sinar Grafika, 2005, hlm. 122. Tugas mediator adalah bertindak sebagai fasilitator, yaitu hanya membimbing para pihak yang bersengketa untuk mengatur suatu pertemuan dan mecapai suatu kesepakatan. Mediator ditunjuk oleh para pihak atau oleh Lembaga Arbitrase dan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Untuk menyelesaikan persolan para pihak, pihak mediator dapat meminta bantuan penilai ahli. Apabila mediator berhasil dalam menyelesaikan sengketa para pihak, maka hasil Universitas Sumatera Utara kesepakatan tersebut dituangkan dalam bentuk kesepakatan tertulis, yang ditandatangani oleh para pihak dan mediator Pasal 50 PP Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Kesepakatan yang dibuat oleh kedua pihak bersifat final dan mengikat. 140 1 menemukan jalan kerluar dan pembaruan perasaan; Tugas mediasi dalam memberikan kesempatan para pihak untuk: 2 melenyapkan kesalahpahaman; 3 menentukan kepentingan yang pokok; 4 menemukan bidang-bidang yang mungkin dapat disetujui; 5 menyatukan bidang-bidang tersebut menjadi solusi yang disusun oleh para pihak. Manfaat yang paling esensi dari mediasi adalah cepat, murah dan komunikasi antara para pihak. Mediasi ini difokuskan untuk menyelesaikan persoalan secara damai. 141 b. Konsiliasi Konsiliasi adalah suatu upaya untuk mendamaikan antara pengguna jasa dengan penyedia jasa terhadap sengketa yang timbul di bidang jasa konstruksi. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan jasa konsiliasi dilakukan dengan menggunakan bantuan seorang konsiliator. Syarat menjadi konsiliator yaitu ditunjuk berdasarkan kesepakatan para pihak yang bersengketa dan harus mempunyai sertifikat keahlian yang ditetapkan oleh lembaga. Tugas konsiliator adalah menyusun dan merumuskan upaya penyelesaian untuk ditawarkan kepada para pihak. Jika rumusan itu disetujui oleh para pihak, 140 Ibid., hlm. 123. 141 Ibid. Universitas Sumatera Utara maka solusi yang dibuat konsiliator menjadi rumusan pemecahan masalah. Rumusan pemecahan masalah dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis. Kesepakatan tertulis yang ditandatangani oleh kedua belah pihak bersifat final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik. 2. Arbitrase melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad hoc Penyelesaian sengketa konstruksi dengan menggunakan cara arbitrase mengacu pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Alternatif Penyelesaian Sengketa. Arbitrase adalah penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum berdasarkan pada perjanjian arbitrase yang diubat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa. 142 Perjanjian Arbitrase merupakan suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis. Perjanjian tertulis itu dibuat oleh para pihak sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjia arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. 143 a. Seorang wakil dari pihak pertama pengguna jasa. Para pihak yang mengadakan kontrak kontsruksi telah tercantum cara penyelesaian sengketa yang muncul di antara mereka. Keanggotaan arbitrase ini terdiri dari : b. Seorang wakil dari pihak kedua penyedia jasa. c. Seorang ahli sebagai ketua, yang pengangkatannya disetujui oleh pengguna jasa dan penyedia jasa. Para arbiter inilah yang mengadakan persidangan dan mengambil keputusan untuk menyelesaikan berbagai kasus yang muncul di antara mereka. Putusan yang 142 Pasal 12 ayat 1 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Alternatif Penyelesaian Sengketa. 143 http:www.landasanteori.com201509perjanjian-arbitrase-bentuk-dan-contoh.html diakses pada tanggal 5 Maret 2016. Universitas Sumatera Utara dihasilkan bersifat final dan mengikat. Pihak yang bersalah harus memikul biaya Arbitrase, kecuali apabila Panitia Arbitrase memutuskan lain. Sebelum Panitia Arbitrase memulai dengan tugasnya, dibuat surat perjanjian yang ditandatangani oleh kedua pihak dan ditandatangani pula oleh Panitia Arbitrase yang menyatakan bahwa mereka menerima tugas. Keputusan Panitia Arbitrase mempunya kekuatan seperti perjanjian antara pihak yang membuatnya. Para pihak wajib mentaatinya juga mengenai biaya-biaya yang bersangkutan. 144 144 Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Op. Cit., hlm. 83. Universitas Sumatera Utara BAB IV TANGGUNG JAWAB TERHADAP KEGAGALAN BANGUNAN DALAM PEKERJAAN KONTSRUKSI

A. Faktor Terjadinya Kegagalan Bangunan dalam Pekerjaan Konstruksi

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1 86 105

Penghentian Proyek Pembangunan Monerel Jakarta (Analisis Pasal 25 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi)

0 9 0

Analisis Terhadap Tanggung Jawab Penyelenggara Jasa Transportasi Go-Jek Ditinjau Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

0 0 1

PERTANGGUNGJAWABAN PIHAK-PIHAK DALAM PEKERJAAN KONSTRUKSI TERKAIT KEGAGALAN KONSTRUKSI BANGUNAN YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA ORANG LAIN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG J.

0 1 1

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENERBANGAN TERHADAP PENUMPANG DALAM KECELAKAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN.

0 0 13

Tanggung Jawab Terhadap Kegagalan Bangunan dalam Pekerjaan Konstruks Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi

0 0 6

Tanggung Jawab Terhadap Kegagalan Bangunan dalam Pekerjaan Konstruks Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi

0 0 1

Tanggung Jawab Terhadap Kegagalan Bangunan dalam Pekerjaan Konstruks Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi

0 0 17

Tanggung Jawab Terhadap Kegagalan Bangunan dalam Pekerjaan Konstruks Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi

0 0 21

Tanggung Jawab Terhadap Kegagalan Bangunan dalam Pekerjaan Konstruks Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi

0 0 5