c. pembatasan kegiatan usaha danatau profesi;
d. 1arangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi;
e. pembekuan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi;
f. pencabutan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi
3. Sanksi perdata Pelaksanaan ganti rugi dalam hal kegagalan bangunan dapat dilakukan
dengan mekanisme pertanggungan pihak ketiga atau asuransi, dengan ketentuan:
165
a. persyaratan dan jangka waktu serta nilai peretanggungan ditetapkan atas
dasar kesepakatan; b.
premi dibayar oleh masing-masing pihak, dan biaya premi yang menjadi tanggungan penyedia jasa menjadi bagian dari unsur biaya pekerjaan
konstruksi. Apabila pengguna jasa tidak bersedia memasukkan biaya premi sebagaimana dimaksud, maka risiko kegagalan bangunan menjadi
tanggungjawab pengguna jasa.
C. Tanggung Jawab terhadap Kegagalan Bangunan dalam Pekerjaan Konstruksi
Tanggung jawab perencananaan, pelaksanaan, dan pengawasan konstruksi dilandasi oleh prinsip-prinsip keahlian sesuai kaidah keilmuan dan kejujuran
intelektual. Kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10
tahun sejak dilakukan penyerahan akhir pekerjaan konstruksi.
166
165
Pasal 46 ayat 1 PP No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Konstruksi.
166
http:www.mudjisantosa.net201309tanggung-jawab-konsultan-pengawas-dalam.html diakses pada tanggal 21 Februari 2016.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penilaian yang dilakukan oleh penilai ahli terhadap hasil perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan konstruksi, dapat menentukan siapakah yang beralah
dalam pelaksanaan konstak konstruksi, apakah perencana konstruksi, pelaksana konstruksi atau pengawas konstruksi. Para pihak yang bersalah ini dibebani
tanggung jawab, baik tanggun jawab perdata, administratif, maupun tanggung jawab pidana.
167
1. UU Jasa Konstruksi
Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan, ketentuan mengenai pertanggungjawaban secara umum terhadap kegagalan bangunan dapat dilihat pada
peraturan-peraturan sebagai berikut :
Dalam UU ini ketentuan mengenai pertanggungjawaban secara umum terhadap kegagalan bangunan dapat dilihat pada Bab VI tentang kegagalan
bangunan. Dalam Pasal 25 ketentuan ini terdapat 3 pengaturan yang harus dipeerhatikan, yaitu:
a. Pengguna maupun penyedia jasa konstruksi wajib bertanggungjawab atas
kegagalan bangunan Pasal 25 ayat 1. b.
Pertanggungjawaban oleh penyedia jasa ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 tahun Pasal 25
ayat 2. c.
Kegagalan bangunan oleh penyedia jasa ditetapkan oleh pihak ketiga selaku penilai ahli Pasal 25 ayat 3.
Menurut Pasal 26 UU Jasa Konstruksi diatur bahwa: a.
Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan perencana atau pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan
167
Salim H.S, Op .Cit., hlm. 126.
Universitas Sumatera Utara
kerugian bagi pihak 1ain, maka perencana atau pengawas konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti rugi.
Tanggung jawab secara keprofesian dalam hal ini diartikan pertanggungjawaban berdassarkan kode etik profesi. Pelaksanaan ganti rugi
dapat dilakukan melalui mekanisme pertanggungan yang pemberlakuannya disesuaikan dengan tingkat pengembangan sistem pertanggungan bagi
perencana dan pengawas konstruksi.
168
b. Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pelaksana
konstruksi dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pelaksana konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang
usaha dan dikenakan ganti rugi. Pasal 27 UU Jasa Konstruksi menyatakan :
“Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pengguna jasa dalam pengelolaan bangunan dan hal tersebut
menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pengguna jasa wajib bertanggung jawab dan dikenai ganti rugi.”
2. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi Menurut PP Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, ketentuan menjadi
pertanggungjawaban secara umum terhadap kegagalan bangunan dapat dilihat pada Bab V tentang kegagalan bangunan dimana terdapat beberapa pengaturan penting
yang harus diperhatikan sebagai berikut :
168
Lihat penjelasan Pasal 26 ayat 1 UU Jasa Konstruksi.
Universitas Sumatera Utara
a. Jangka waktu pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan harus diatur
secara tegas dalam kontrak konstuksi dengan jangka waktu maksimal 10 tahun Pasal 35.
b. Penilai ahli yang bertugas untuk menentukan kegagalan bangunan dipilih dan
disepakati bersala oleh penyedia dan pengguna jasa Pasal 36 ayat 2 dan 3. c.
Apabila terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan kesalahan perencana konstruksii, maka perencana konstruksi hanya bertanggungjawab atas ganti
rugi sebatas hasil perencanaannya yang belum atau tidak diubah Pasal 40 ayat 2.
d. Apabila terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan oleh kesalahan
pelaksana dan pengawas konstruksi, maka tanggung jawab berupa sanksi dan ganti rugi dapat dikenakan pada usaha perseorangan dan atau badan usaha
pelaksana konstruksi penandatanganan kontrak kerja konstruksi Pasal 40 ayat 3 dan 4.
Pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan untuk perencana konstruksi mengikuti kaidah teknik perencanaan dengen ketentuan sebagai berikut :
169
a. selama masa tanggungan atas kegagalan bangunan di bawah 10 sepuluh
tahun berlaku ketentuan sanksi profesi dan ganti rugi; b.
untuk kegagalan bangunan lewat dari masa tanggungan dikenakan ketentuan sanksi profesi.
Berdasarkan penetapan jangka waktu pertanggungjawaban tersebut, perencana konstruksi wajib menyatakan dengan jelas dan tegas tentang umur
konstruksi yang direncanakan, dalam dokumen perencanaan dan dokumen lelang,
169
Lihat penjelasan Pasal 35 ayat 1 PP Penyelenggaraan Konstruksi.
Universitas Sumatera Utara
dilengkapi dengan penjelasannya.
170
Pengguna jasa pun wajib melaporkan terjadinya kegagalan bangunan dan tindakan-tindakan yang diambil kepada menteri atau
instansi yang berwenang dan lembaga. Pengguna jasa bertanggung jawab atas kegagalan bangunan yang disebabkan oleh kesalahan pengguna jasa.
171
Tanggung jawab para pihak terhadap kegagalan bangunan dalam pekerjaan konstruksi adalah :
172
a. Tanggung jawab perencana konstruksi
Apabila terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan oleh kesalahan perencana konstruksi, maka ia hanya bertanggung jawab atas ganti rugi
sebatas hasil perencananaannya yang belum atau tidak berubah. Perencana konstruksi dibebaskan dari tanggung jawab atas kegagalan bangunan sebagai
akibat dari rencana yang diubah pengguna jasa dan atau pelaksana konstruksi tanpa persetujuan tertulis dari perencana konstruksi.
b. Tanggung jawab pelaksana konstruksi
Apabila terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan kesalahannya maka ia dijatuhi sanski administratif dan pembayaran ganti rugi. Penjatuhan sanski
dan pembayaran anti rugi dapat dikenakan usaha perseorangan dan atau badan usaha pelaksana penandatanganan kontrak kerja konstruksi.
c. Tanggung jawab pengawas konstruksi
Apabila terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan oleh kesalahan pengawas maka ia dapat dijatuhi sanksi administratif dan pembayaran ganti
rugi. Penjatuhan sanksi dan ganti rugi dikenakan pada usaha orang
170
Pasal 40 PP Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
171
Pasal 45 PP Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
172
Salim H.S, Op .Ci.t, hlm. 126.
Universitas Sumatera Utara
perseorangan dan atau badan usaha pengawas konstruksi penandatanganan kontrak kerja konstruksi.
Penyedia jasa pada tahap masa pemeliharaan wajib memantau hasil kerjanya, dan menjaga memelihara agar tidak terjadi kerusakan-kerusakan. Apabila terjadi
kerusakan bangunan yang tidak sesuai spesifikasi teknik maka seluruh biaya perbaikan ditanggung oleh penyedia jasa. Tanggung jawab penyedia jasa tidak
berhenti setelah masa pemeliharaan habis tetapi tetap dibebani tanggung jawab dalam waktu tertentu sesuai dengan klausul kontrak biasanya dicantumkan dalam
pasal kegagalan bangunan. Tanggung jawab ini disebut jaminan konstruksi.
173
Dalam Pasal 25 ayat 2 UU Jasa Konstruksi disebutkan kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa ditentukan sejak penyerahan akhir pekerjaan
konstruksi dan paling lama 10 tahun.
174
a. Persyaratan dan jangka waktu serta nilai pertanggungan ditetapkan atas dasar
kesepakatan; Berdasarkan PP Penyelenggaraan Konstruksi Pasal 46, pelaksanaan ganti
rugi dalam hal kegagalan bangunan dapat dilakukan dengan mekanisme pertanggungan pihak ketiga atau asuransi, dengan ketentuan :
b. Premi dibayar oleh masing-masing pihak, dan biaya premi yang menjadi
tanggungan penyedia jasa menjadi bagian dari unsur biaya pekerjaan konstruksi.
Apabila pengguna jasa tidak bersedia memasukkan biaya premi, maka risiko kegagalan bangunan menjadi tangung jawab pengguna jasa. Dan ketentuan lebih
173
http:www.balipost.co.idbaliposcetak20071218 diakses pada tanggal 22 Februari
2016.
174
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
lanjut mengenai pertangunganasuransi ini diatur oleh instansi yang berwenang dalam bidang asuransi.
175
Selain pihak penyedia jasa dan pihak pengguna jasa, ada juga satu pihak yang luput dari regulasi, yaitu pihak pemakai fasilitas. UU Jasa Konstruksi hanya
mengatur sampai pada tingkatan penyedia jasa dan pengguna jasa, sedangkan yang menikmati proyek diabaikan, padahal secara substansial pihak ini cukup punya
peranan yang besar dalam kegagalan bangunan.
176
Kerusakan yang terjadi seering bukan disebabkan pada pihak penyedia jasa dan pengguna jasa, namun justru
dilakukan oleh para pemakai fasilitas ini. Ironisnya, kegagalan bangunan ini justru cenderung ditimpakan kepada para penyedia jasa.
177
175
Pasal 46 ayat 2 dan 3 PP Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Konstruksi.
176
Irwan Kartiwan, Hendra Soenardji dan Kamaja Al Katuuk, Op. Cit., hlm. 38.
177
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan