BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian serta penjelasan pada bab-bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan pokok pembahasan serta sekaligus
merupakan jawaban dari pada permasalahan yang penulis buat, yaitu:
1. Pengaturan jasa konstruksi di Indonesia berdasarkan pada asas kejujuran dan
keadilan, manfaat, keserasian, keseimbangan, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselematan demi kepentingan masyarakat, bangsa,
dan negara. Adapun pengaturan jasa konstruksi bertujuan untuk memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi yang kokoh dan andal,
mewujudkan tertib penyelenggaraan jasa konstruksi, serta mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi. Penyelenggaraan
konstruksi di Indonesia terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.
2. Pengikatan merupakan suatu proses yang ditempuh oleh pengguna jasa dan
penyedia jasa pada kedudukan yang sejajar dalam mencapai suatu kesepakatan untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi. Pengikatan dalam hubungan kerja jasa
konstruksi dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat melalui pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan umum dan terbatas. Penyedia
jasa yang telah memenangkan lelang membuat suatu kesepakatan dengan pengguna jasa yang dituangkan di dalam kontrak kerja konstruksi. Kontrak kerja
konstruksi yang telah disetujui dan disepakati para pihak menimbulkan hak dan
Universitas Sumatera Utara
kewajiban. Hak dan kewajiban ini merupakan prestasi, dimana para pihak berkewajiban memenuhi prestasinya. Dalam pelaksanaan perjanjian terdapat
kemungkinan timbul wanprestasi yang dilakukan oleh para pihak. Apabila masalah prestasi tersebut menimbulkan perselisihan antara penyedia jasa dengan
pemberi pekerjaan maka pada dasarnya akan diselesaikan dengan menempuh musyawarah untuk mufakat. Apabila tidak dapat diselesaikan dengan
musyawarah makan akan dilakukan penyelesaian sengkete melalui pihak ketiga mediasi atau konsiliasi, arbitrase atau pengadilan.
3. Tanggung jawab yang dikenakan kepada para pihak yang bersalah dalam
kegagalan harus memenuhi sanksi perdata yaitu membayar ganti rugi yang dapat dilakukan melalui pihak ketiga atau asuransi, sanksi administratif maupun sanksi
pidana. Pada sanksi pidana, apabila kegagalan bangunan dilakukan oleh perencana konstruksi dikenai pidana paling lama 5 tahun penjara atau dikenakan
denda paling banyak 10 dari nilai kontrak, sedangkan kegagalan bangunan yang dilakukan oleh pelaksana dan pengawas pekerjaan konstruksi dikenai
pidana paling lama 5 tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10 dari nilai kontrak. Kegagalan bangunan ini dapat disebabkan faktor teknis dan
non teknis. Tetapi dapat pula disebabkan oleh kesalahan perencana, pengawas dan pelaksana konstruksi. Suatu bangunan dinyatakan mengalami kegagalan
bangunan apabila telah dinilai oleh penilai ahli yang memiliki sertifikat keahlian dan terdaftar pada lembaga.
Universitas Sumatera Utara
B. Saran