Pengujian dan Analisis Koordinasi Fuse dan Recloser Eksisting Pada Bus 769

63

4.2.3 Pengujian dan Analisis Koordinasi Fuse dan Recloser Eksisting Pada Bus 769

Berdasarkan Lampiran B, arus gangguan minimum If min yang terjadi pada Bus 769 sebesar 162 A, yaitu saat Bus 769 mengalami gangguan 1 fasa ke tanah pada kondisi jaringan distribusi tidak terhubung dengan DG. Gambar 4.22 a dan Gambar 4.22 b menunjukkan urutan waktu operasi dan kurva karakteristik arus - waktu dari koordinasi fuse 68, fuse 69 dan recloser 3. a b Gambar 4.22 a Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan b Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 68, Fuse 69 dan Recloser 3 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 1 Fasa ke Tanah di Bus 769 Pada Jaringan Distribusi Tanpa Terhubung Distributed Generation Gambar 4.22 a dan 4.22 b menunjukkan bahwa saat terjadi gangguan arus lebih 1 fasa ke tanah pada Bus 769, fuse 68 dan fuse 69 bekerja pertama kali dalam memutuskan gangguan bersamaan pada waktu 424 ms, hal ini dikarenakan rating pada kedua fuse sama besarnya yaitu 20K. Bila fuse 68 dan fuse 69 gagal bekerja, maka operasi pertama TCC1 Ground recloser 3 membuka dan menutup Universitas Sumatera Utara 64 dengan cepat untuk mengamankan gangguan pada waktu ke 632 ms. Apabila saat kembali menutup arus gangguan masih mengalir, maka recloser 3 akan membuka pada waktu 10632 ms kemudian menutup kembali dengan operasi kedua TCC1 Ground pada waktu ke 11263 ms. Jika arus gangguan masih tetap saja mengalir setelah melewati operasi kedua TCC1, maka recloser 3 akan membuka secara tetap Lock Out. Setelan operation to lock out dari recloser 3 adalah 2 operasi, maka setelah recloser 3 melewati operasi kedua TCC1 arus gangguan masih dirasakan, recloser akan Lock Out. Gambar 4.23, Gambar 4.24, dan Gambar 4.25 menunjukkan urutan waktu operasi dan kurva karakteristik arus - waktu dari koordinasi fuse 68, fuse 69 dan recloser 3 dengan berbagai kondisi pada jaringan distribusi yang terhubung dengan DG saat terjadi gangguan 1 fasa ke tanah di Bus 769. a b Gambar 4.23 a Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan b Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 68, Fuse 69 dan Recloser 3 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 1 Fasa ke Tanah di Bus 769 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTmH Tonduhan Universitas Sumatera Utara 65 a b Gambar 4.24 a Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan b Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 68, Fuse 69 dan Recloser 3 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 1 Fasa ke Tanah di Bus 769 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTM Silau 2 a b Gambar 4.25 a Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan b Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 68, Fuse 69 dan Recloser 3 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 1 Fasa ke Tanah di Bus 769 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTmH Tonduhan dan PLTM Silau 2 Universitas Sumatera Utara 66 Berdasarkan Lampiran B, arus gangguan maksimum If max yang terjadi pada Bus 769 sebesar 658 A, yaitu saat Bus 769 mengalami gangguan 3 fasa pada kondisi jaringan distribusi terhubung dengan PLTM Silau 2 dan PLTmH Tonduhan. Gambar 4.26 a dan Gambar 4.26 b menunjukkan urutan waktu operasi dan kurva karakteristik arus - waktu dari koordinasi fuse 68, fuse 69 dan recloser 3. a b Gambar 4.26 a Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan b Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 68, Fuse 69 dan Recloser 3 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 3 Fasa di Bus 769 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTmH Tonduhan dan PLTM Silau 2 Gambar 4.26 a dan 4.26 b menunjukkan bahwa saat terjadi gangguan arus lebih 3 fasa pada Bus 769, fuse 68 dan fuse 69 bekerja pertama kali bersama – sama memutuskan gangguan pada waktu 38,1 ms, hal ini dikarenakan rating pada kedua fuse sama besarnya yaitu 20K. Fuse 58 yang berada di dekat DG Bus 648 akan bekerja dalam waktu 109 ms, hal ini diakibatkan mengalirnya kontribusi arus gangguan dari PLTM Silau 2 sebesar 331 A melalui fuse 58. Besar Universitas Sumatera Utara 67 kontribusi arus ganggguan 3 fasa oleh PLTM Silau 2 ditunjukkan oleh Gambar 4.27. Gambar 4.27 Kurva Karakteristik Arus – Waktu Fuse 58 Saat Terjadi Gangguan 3 Fasa di Bus 769 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTM Silau 2 dan PLTmH Tonduhan Bila fuse 68 , fuse 69, dan fuse 58 gagal bekerja, maka operasi pertama TCC1 Fasa recloser 3 membuka dan menutup dengan cepat untuk mengamankan gangguan pada waktu ke 623 ms. Apabila saat kembali menutup arus gangguan masih mengalir, maka recloser 3 akan membuka pada waktu 10623 ms kemudian menutup kembali dengan operasi kedua TCC1 Fasa pada waktu ke 11245 ms. Jika arus gangguan masih tetap saja mengalir setelah melewati operasi kedua TCC1, maka recloser 3 akan membuka secara tetap Lock Out. Setelan operation to lock out dari recloser 3 adalah 2 operasi, maka setelah recloser 3 melewati operasi kedua TCC1 arus gangguan masih dirasakan, recloser akan Lock Out. Gambar 4.28 menunjukkan urutan waktu operasi dan kurva karakteristik arus - waktu dari koordinasi fuse 68, fuse 69 dan recloser 3 pada jaringan distribusi yang tidak terhubung dengan DG sedangkan Gambar 4.29 dan Gambar Universitas Sumatera Utara 68 4.30 menunjukkan urutan waktu operasi dan kurva karakteristik arus - waktu dari koordinasi fuse 68, fuse 69 dan recloser 3 dengan berbagai kondisi pada jaringan distribusi terhubung dengan DG saat terjadi gangguan 3 fasa di Bus 769. a b Gambar 4.28 a Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan b Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 68, Fuse 69 dan Recloser 3 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 3 Fasa di Bus 769 Pada Jaringan Distribusi Tanpa Terhubung Dengan Distributed Generation a b Gambar 4.29 a Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan b Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 68, Fuse 69 dan Recloser 3 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 3 Fasa di Bus 769 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTmH Tonduhan Universitas Sumatera Utara 69 a b Gambar 4.30 a Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan b Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 68, Fuse 69 dan Recloser 3 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 3 Fasa di Bus 769 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTM Silau 2 Berdasarkan Gambar 4.23 a, diperoleh waktu pemutusan maksimum dari fuse 69 adalah 424 ms dan waktu lebur minimum dari fuse 68 adalah 327 ms, maka rasio waktu dari koordinasi dari kedua fuse tersebut adalah 424 327 x 100 = 129 sedangkan berdasarkan Gambar 4.27 a diperoleh waktu pemutusan maksimum dari fuse 69 adalah 38,1 ms dan waktu lebur minimum dari fuse 68 adalah 19,6 ms, maka rasio waktu dari koordinasi dari fuse 68 dan fuse 69 adalah 38,1 19,6 x 100 = 194 Kedua hasil perhitungan dari rasio waktu diatas menunjukkan bahwa rasio koordinasi fuse 68 dan fuse 69 telah melewati batas yang telah ditetapkan oleh PT. PLN melalui standar PLN No. 64 tahun 1985, oleh karena itu perlu dilakukan Universitas Sumatera Utara 70 perubahan terhadap rating fuse 68 dan fuse 69. Selain berdasarkan standar PLN, operasi koordinasi fuse 68 dan fuse 69 tidak andal dikarenakan waktu pemutusan dari kedua fuse sama dimana daerah yang dilindungi oleh fuse 68 lebih luas dibandingkan daerah yang dilindungi oleh fuse 69. Seharusnya fuse 68 adalah pengaman cadangan terhadap gangguan pada Bus 769 dimana waktu pemutusan fuse 68 harus lebih lama daripada fuse 69 yang merupakan pengaman utama. Koordinasi fuse dan recloser mengalami kegagalan, dimana fuse menjadi pengaman utama pada gangguan 1 fasa ke tanah saat jaringan tidak terhubung dengan DG dan terhubung dengan DG serta gangguan 3 fasa saat jaringan tidak terhubung dengan DG dan terhubung dengan DG pada Bus 769, oleh karena itu perlu dilakukan perubahan setelan arus, waktu dan kurva arus – waktu yang digunakan oleh recloser 3 serta rating dari fuse – fuse yang berkoordinasi dengan recloser 3 untuk mendapatkan koordinasi yang baik sehingga diperoleh sistem pengaman jaringan distribusi yang optimal. 4.3 Studi Koordinasi Fuse dan Recloser Pada Jaringan Sistribusi yang Terhubung dengan Distributed Generation Berdasarkan analisis dan pengujian terhadap koordinasi fuse dan recloser eksisting pada jaringan distribusi yang terhubung dengan Distributed Generation, diperoleh bahwa perlu dilakukan perubahan terhadap seluruh rating fuse eksisting yang berkoordinasi dengan seluruh recloser. Setelan – setelan recloser di sepanjang penyulang PM.6 yang mengalami perubahan meliputi setelan arus fasa dan tanah, setelan waktu serta kurva karakteristik arus – waktu sedangkan setelan jumlah operasi dari recloser dan setelan waktu reset dari recloser tidak berubah. Universitas Sumatera Utara 71 Fuse 58 tidak termasuk cangkupan studi, hal ini dikarenakan penentuan rating fuse 58 tidak hanya mempertimbangkan koordinasi dengan seluruh recloser tetapi juga mempertimbangkan koordinasi antara fuse - fuse pengaman cabang lainnya dimana fuse – fuse tersebut tidak berkoordinasi dengan seluruh recloser yang ada di sepanjang penyulang PM.6. Langkah – langkah penyetelan recloser dan pemilihan rating fuse harus dilakukan sedemikian rupa sehingga dicapai sebuah koordinasi fuse dan recloser yang baik untuk mengamankan jaringan distribusi. Berikut adalah langkah – langkah yang harus dilakukan : 1. Menentukan Besar Arus Gangguan Minimum dan Gangguan Maksimum yang Terjadi Pada Daerah yang Dilindungi Oleh Koordinasi Fuse dan Recloser Kurva koordinasi fuse dan recloser pada jaringan distribusi dibatasi oleh arus gangguan maksimum dan arus gangguan minimum seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.7. Dengan mengetahui besar arus gangguan minimum dan maksimum, maka pemilihan setelan recloser dan rating fuse dapat dilakukan di sepanjang rentang koordinasi yang dibatasi. 2. Pemilihan Setelan Arus Fasa dan Tanah dari Recloser Pemilihan setelan arus fasa secara tipikal adalah 200 – 250 dari besar arus beban maksimum yang mengalir melalui recloser, sedangkan untuk pemilihan setelan arus tanah secara tipikal adalah sama dengan besar arus beban maksimum yang mengalir melalui recloser [15]. 3. Pemilihan Kurva TCC1 Recloser Sebagai Operasi Pemutusan Segera Instantaneous Universitas Sumatera Utara 72 Operasi pemutusan segera recloser merupakan pengaman bagi gangguan sementara yang terjadi pada jaringan distribusi dan operasi yang bekerja pertama sekali dalam koordinasi fuse dan recloser oleh karena itu kurva yang dipilih adalah kurva yang akan menghasilkan suatu operasi recloser untuk membuka dan menutup kembali dengan waktu yang sangat singkat. 4. Pemilihan Rating Fuse Fuse merupakan pengaman utama bila terjadi gangguan tetap di jaringan distribusi. Fuse tidak dapat mendeteksi apakah gangguan yang mengalir diakibatkan oleh gangguan sementara atau gangguan tetap, oleh karena itu rating fuse yang dipilih adalah fuse yang memiliki waktu minimum lebur MMT dan waktu clearing TCT yang lebih lama daripada waktu pembukaan dan penutupan kembali recloser secara cepat yang dilakukan oleh operasi pemutusan segera recloser. Pemilihan rating fuse pada penyulang PM.6 juga harus sesuai standar PLN No. 64 tahun 1985 mengenai koordinasi antara fuse pengaman cabang dikarenakan pada penyulang PM.6 terdapat koordinasi antara fuse pengaman cabang yang berada di dalam zona proteksi dari koordinasi fuse dan recloser. Pada penelitian ini, penulis menggunakan fuse tipe lambat T sebagai fuse yang berkoordinasi dengan semua recloser pada penyulang PM.6 dikarenakan fuse tipe T dapat memberikan daerah koordinasi yang lebih luas sehingga koordinasi antara fuse dan koordinasi fuse dengan recloser dapat dicapai dengan baik. Pemilihan rating fuse juga memperhatikan ukuran arus pengenal yang telah disediakan oleh software ETAP sehingga Universitas Sumatera Utara 73 pemilihan dapat dilakukan dengan benar. Lampiran C menampilkan ukuran – ukuran arus pengenal dari fuse yang telah disediakan. 5. Pemilihan Kurva TCC2 Recloser Sebagai Operasi Pemutusan Tunda Delay Operasi pemutusan tunda recloser merupakan operasi pengaman cadangan untuk gangguan tetap bilamana fuse gagal bekerja untuk mengamankan gangguan, oleh karena itu waktu pemutusan gangguan dari kurva ini harus lebih lama daripada waktu clearing TCT dari fuse yang berkoordinasi dengan recloser.

4.3.1 Studi Koordinasi Fuse dan Recloser Pada Saerah yang Silindungi Oleh Recloser 1

Dokumen yang terkait

Studi Regulasi Tegangan Menggunakan Step Voltage Regulator pada Jaringan Distribusi 20 kV yang Terhubung dengan Distributed Generation

1 7 161

Studi Koordinasi Fuse Dan Recloser Pada Jaringan Distribusi 20 Kv Yang Terhubung Dengan Distributed Generation (Studi Kasus: Penyulang PM. 6 Gardu Induk Pematangsiantar)

0 0 25

Studi Koordinasi Fuse Dan Recloser Pada Jaringan Distribusi 20 Kv Yang Terhubung Dengan Distributed Generation (Studi Kasus: Penyulang PM. 6 Gardu Induk Pematangsiantar)

0 0 25

Studi Koordinasi Fuse Dan Recloser Pada Jaringan Distribusi 20 Kv Yang Terhubung Dengan Distributed Generation (Studi Kasus: Penyulang PM. 6 Gardu Induk Pematangsiantar)

1 6 2

Studi Regulasi Tegangan Menggunakan Step Voltage Regulator pada Jaringan Distribusi 20 kV yang Terhubung dengan Distributed Generation

0 0 14

Studi Regulasi Tegangan Menggunakan Step Voltage Regulator pada Jaringan Distribusi 20 kV yang Terhubung dengan Distributed Generation

0 0 1

Studi Regulasi Tegangan Menggunakan Step Voltage Regulator pada Jaringan Distribusi 20 kV yang Terhubung dengan Distributed Generation

0 0 3

Studi Regulasi Tegangan Menggunakan Step Voltage Regulator pada Jaringan Distribusi 20 kV yang Terhubung dengan Distributed Generation

0 0 41

Studi Regulasi Tegangan Menggunakan Step Voltage Regulator pada Jaringan Distribusi 20 kV yang Terhubung dengan Distributed Generation

0 0 56

Studi Koordinasi Fuse Dan Recloser Pada Jaringan Distribusi 20 Kv Yang Terhubung Dengan Distributed Generation (Studi Kasus: Penyulang PM. 6 Gardu Induk Pematangsiantar)

0 0 69