Gambaran Umum Lokasi Keterkaitan padang lamun sebagai pemerangkap dan penghasil bahan organik dengan struktur komunitas makrozoobentos di perairan pulau Barrang Lompo

4.2.1 Fisika dan Kimia Kolom Air

Tabel 5 menyajikan hasil pengukuran parameter fisika dan kimia kolom air di Pulau Barrang Lompo. Suhu berperan dalam kecepatan laju metabolisme dan respirasi organisme air Odum 1993. Berdasarkan hasil pengukuran suhu menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara stasiun Tenggara dan Timur Laut serta masih berada dalam kisaran yang normal untuk daerah tropis. Kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan lamun berkisar antara 28-30 o C Zimmerman 1987, dan berkisar 35-40 o C merupakan suhu yang kritis bagi makrozoobentos karena dapat menyebabkan kematian Hawkes 1978. Tabel 5 Parameter fisika-kimia kolom air di lokasi penelitian Parameter Unit Stasiun Tenggara Stasiun Timur Laut Kisaran Rerata Kisaran Rerata Suhu o C 29-31 30 30-31 30,5 Salinitas o oo 30-34 32 30-32 31 DO mgl 3,25-4,21 3,7 2,42-3,87 3,1 TSS mgl 33,0-45,1 39,2 11,0-44,7 27,9 BOT mgl 36,7-79,6 57,7 46,1-111,2 78,7 Nitrat mgl 0,03-0,22 0,1 0,03-0,32 0,2 Ortofosfat mgl 0,44-1,11 0,6 0,26-0,90 0,6 pH 8,18-8,33 8,18-8,33 8,20-8,29 8,20-8,29 Salinitas stasiun Tenggara dan Timur Laut tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Kisaran tersebut berkisar 30-34 o oo dan masih layak untuk kehidupan lamun dan biota yang ada didalamnya makrozoobentos. Salinitas untuk lamun berkisar antara 24-35 o oo Hillman et al.1989. Salinitas tidak berpengaruh terhadap faktor-faktor biotik lamun karena umumnya lamun dapat mentolerir salinitas secara luas. Oksigen terlarut DO berperan dalam proses metabolisme makro dan mikroorganisme dengan memanfaatkan bahan organik yang berasal dari hasil fotosintesis. Berdasarkan hasil pengukuran, stasiun Tenggara memiliki kadar oksigen terlarut berkisar 2,42-3,87 mgl dan Timur Laut berkisar 3,25-4,21 mgl. Oksigen terlarut di stasiun Tenggara dan Timur Laut tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Oksigen terlarut tersebut termasuk tinggi apabila dibandingkan dengan kadar oksigen terlarut yang ditetapkan oleh baku mutu air laut untuk biota laut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004 yaitu berkisar 5 mgl. Tingginya oksigen terlarut di stasiun Tenggara dan Timur Laut kemungkinan karena berada di daerah pasang surut. Hasil pengukuran padatan tersuspensi TSS, diperoleh stasiun Tenggara memiliki padatan tersuspensi berkisar 33,0-45,1 mgl lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun Timur Laut yang berkisar 11,0-44,7 mgl. Tingginya partikel tersuspensi di stasiun Tenggara disebabkan oleh proses pengadukan, dimana masih berada di zona pasang surut dan kedalaman perairannya lebih dangkal yakni sekitar 1-2 meter dibandingkan dengan stasiun Timur Laut yang memiliki kedalaman sekitar 3-4 meter. Sementara total bahan organik BOT di stasiun Tenggara lebih rendah yakni berkisar 36,7-79,6 mgl dibandingkan dengan Timur Laut yang berkisar 46,1-111,2 mgl. Total bahan organik lebih tinggi di stasiun Timur Laut diduga karena berdekatan dengan pemukiman. Konsentrasi nitrat dan ortofosfat tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara stasiun Tenggara dan Timur Laut. Nitrat dan ortofosfat di stasiun Tenggara berkisar 0,03-0,22 dan 0,03-0,32 mgl, sementara Timur Laut berkisar 0,44-1,11 dan 0,26-0,90 mgl. Berdasarkan baku mutu Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004, nilai nitrat dan ortofosfat yang diperoleh termasuk diatas nilai nitrat dan ortofosfat baku mutu yang telah ditetapkan, dimana nilai nitrat dan ortofosfat baku mutu untuk biota laut sekitar 0,015 mgl dan 0,008 mgl. Nilai pH yang terukur berkisar 8,18-8,33. Nilai ini merupakan kisaran yang normal bagi pH air laut Indonesia, dimana menurut Nontji 2002 bahwa kisaran yang normal untuk perairan Indonesia berkisar 6,0-8,5. Berdasarkan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004, nilai pH di lokasi penelitian masih layak untuk kehidupan biota laut, dimana pH baku mutu untuk biota laut sekitar 7-8,5. Perubahan pH perairan laut biasanya sangat kecil. Hal ini disebabkan oleh adanya turbulensi massa air yang selalu menstabilkan kondisi perairan.