pH Oksigen terlarut Dissolved Oxygen- DO

stasiun 3. Menurut Effendi 2003 nilai TDS sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan dari tanah, dan pengaruh antropogenik. Oleh karena itu, nilai TDS tertinggi di stasiun 1, dapat diduga dari aktivitas pelapukan batuan yang berasal dari substrat yang berupa batuan, serta limpasan ion-ion yang berasal dari tanah dikarenakan pada stasiun 1 yaitu berupa mata air, sehingga air yang keluar dari dalam tanah lebih banyak membawa ion-ion terlarut di air. Nilai TDS pada stasiun 2 yang masih tergolong tinggi, dapat diduga dari aktivitas antropogenik karena lokasi pada stasiun 2 berupa pemukiman warga. Sedangkan nilai TDS terrendah terdapat pada stasiun 3, hal ini dapat diduga dari tidak adanya pelapukan batuan. Selain itu kandungan TDS yang rendah dapat diindikasikan bahwa ion-ion yang terlarut di air memiliki kandungan yang rendah. Berdasarkan baku mutu air PP RI no.82 Tahun 2001 kelas I dan kelas III, nilai yang diperbolehkan untuk TDS adalah 1000 mgl Lampiran 2, sehingga dari ketiga stasiun pengamatan memiliki nilai TDS yang masih memenuhi kriteria baku mutu air.

4.3. Parameter Kimia

4.3.1. pH

Berdasarkan hasil analisis insitu dari parameter pH, rataan nilai pH di Way Perigi berkisar antara 6,5 sampai 7,3. Sebaran nilai pH dapat terlihat pada Gambar 8. Gambar 8. Sebaran rataan nilai pH setiap stasiun selama pengamatan Pada setiap stasiun pengamatan nilai pH tidak terlalu berfluktuasi jauh. Nilai yang didapatkan cenderung sama pada setiap stasiun dan setiap sampling. Menurut 5 6 7 8 9 stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 pH Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 Rata-rata Sastrawijaya 2000 air yang masih segar dari pegunungan biasanya mempunyai pH yang lebih tinggi, semakin ke hilir pH air akan semakin asam, karena ada penambahan peningkatan bahan-bahan organik yang terurai. Berdasarkan baku mutu air PP RI no.82 Tahun 2001 kelas 1 dan kelas III, nilai yang diperbolehkan untuk pH yaitu berkisar antara 6 – 9 Lampiran 2, sehingga nilai sebaran pH di ketiga stasiun pengamatan di Way Perigi memenuhi kriteria baku mutu.

4.3.2. Oksigen terlarut Dissolved Oxygen- DO

Berdasarkan hasil analisis oksigen terlarut atau DO, rataan nilai DO di Way Perigi berkisar antara 4,54 mgl sampai 6,82 mgl. Nilai sebaran DO seluruh stasiun pengamatan masih tergolong baik, terlihat pada Gambar 9. Gambar 9. Sebaran rataan nilai DO setiap stasiun selama pengamatan Pada setiap stasiun, nilai DO tertinggi yaitu saat sampling 3 dan terrendah saat sampling 2. Hal ini dikarenakan DO berkaitan dengan suhu, saat suhu tinggi pada sampling 2 Gambar 3, maka nilai DO akan rendah dikarenakan banyak oksigen yang terlepas ke udara, begitu juga sebaliknya saat suhu rendah pada sampling 3 Gambar 3, maka nilai DO akan tinggi. Pada masing-masing stasiun nilai DO tertinggi yaitu pada stasiun 2, hal ini dapat diduga dari arus sungai pada stasiun 2 yang lebih deras dibandingkan stasiun 1 dan 3 Lampiran 1. Namun pada stasiun 1 saat sampling 1 dan 2, nilai DO berada dibawah baku mutu yang mengindikasikan kurang baik bagi air baku air minum. Hal ini dapat diduga dari 1 2 3 4 5 6 7 8 stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 DO m g l Baku mutu kelas I Baku mutu kelas III Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 Rata-rata pengadukan di mata air yang tidak terlalu deras, sehingga nilai DO pun tidak terlalu tinggi, di tunjang dengan tingginya suhu yang tinggi. Selain berkaitan dengan suhu dan arus, DO juga diduga dapat berkaitan dengan jumlah bahan-bahan organik yang mencemari badan perairan, semakin banyak bahan organik yang mencemari badan perairan maka semakin banyak pula oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik tersebut sehingga kandungan oksigen menurun hingga sedemikian rupa Buchari 2001. Berdasarkan baku mutu PP RI no.82 tahun 2001 kelas I dan kelas III, nilai DO sebaiknya yaitu ≥ 6 mgl dan ≥ 3 mgl Lampiran 2, sehingga nilai sebaran DO di stasiun 1 berada di bawah baku mutu dan pada stasiun 2 dan 3 masih memenuhi kriteria baku mutu.

4.3.3. Kebutuhan oksigen biokimiawi Biochemical Oxygen Demand- BOD