dan ukuran partikel, warna sungai dapat berkisar mendekati putih, merah dan coklat. Di sungai yang kekeruhannya tidak terlalu banyak, plankton dapat berkembang dan
membuat warna sungai menjadi kehijauan. Menurut Mason 1981 nilai kekeruhan dapat menunjukan kandungan bahan
tersuspensi  dan  koloid  yang  terdapat  pada  perairan  sungai.  Kekeruhan  di  sungai terutama disebabkan oleh adanya erosi dari daratan yang terbawa masuk ke sungai.
Kekeruhan dapat menghalangi penetrasi cahaya matahari kedalam perairan sehingga dapat mengganggu proses fotosintesis. Menurut Effendi 2003, padatan tersuspensi
berkolerasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi  nilai padatan tersuspensi, nilai kekeruhan  juga  semakin  tinggi.  Akan  tetapi,  tingginya  nilai  kekeruhan  tidak  selalu
diikuti dengan tingginya padatan terlarut.
2.3.2. Padatan terlarut total Total Dissolved Solid - TDS
Padatan  terlarut  total  Total  Dissolved  Solid  adalah  bahan-bahan  terlarut diameter 10
-6
mm dan koloid diameter 10
-6
mm – 10
-3
mm yang berupa senyawa- senyawa  kimia  dan  bahan-bahan  lain,  yang  tidak  tersaring  pada  kertas  saring
berdiameter 0,4μm Rao 1992 in Effendi 2003. Nilai padatan terlarut total  perairan sangat  dipengaruhi  oleh  pelapukan  batuan,  limpasan  dari  tanah,  dan  pengaruh
antropogenik  berupa  limbah  domestik  dan  industri  Effendi  2003.  Menurut  Reid 1961    reaksi  dan  proses  dari  ion-ion  dan  materi  organis  di  sungai  berasal  dari
proses  kimia  dan  biologi  dan  kondisi  sungai  tersebut.  Air  yang  ada  di  sungai  yang besar,  secara  umum  memiliki  keseragaman  yang  sama,  begitu  banyak  sehingga
secara kuantitatif, kandungannya menjadi bermakna. Kandungan  jumlah  zat  padatan  terlarut  berpengaruh  terhadap  kesadahan  air
yaitu garam-garam kalsium, sulfat dan klorida, semakin tinggi zat padatan terlarut di dalam  air  semakin  tinggi  pula  nilai  kesadahan  dan  kadar  garamnya,  sehingga  akan
menurunkan  kandungan  oksigen  yang  terlarut  dalam  air  Fardiaz  1992.  Padatan terlarut  total  sangat  bervariasi,  tergantung  pada  karakteristik  masukan  ke  sungai.
Dalam  hal  ini,  ekosistem  lotik  dan  lentik  mempunyai  beberapa  perbedaan  yang umum.  Pada  kenyataannya  keduanya  saling  mempengaruhi  satu  sama  lain
dikarenakan cara yang memungkinkan saling berhubungan seperti di inlet atau outlet Welch  1952.  Berdasarkan  Peraturan  Pemerintah  Nomor  82  tahun  2001  dengan
kriteria  baku  mutu  air  kelas  I,  yaitu  perairan  tawar  yang  diperuntukkan  sebagai  air baku  air  minum  dan  kelas  III,  yaitu  perairan  tawar  yang  diperuntukkan  bagi
kepentingan  perikanan,  peternakan,  dan  pertanaman  harus  memiliki  nilai  padatan terlarut total maksimal sebesar 1000 mgl.
2.3.3. Suhu
Pada  ekosistem  lotik,  fenomena  temperatur  biasanya  berbeda  dengan ekosistem  lentik.  Prinsipnya  adalah  1  suhu  cenderung  sama  di  setiap  kedalaman,
bahkan  di  sungai  yang  dangkal,  perbedaan  suhu  antara  permukaan  dan  dasar diabaikan,  2 kecenderungan mengikuti suhu udara lebih dekat daripada di danau,
3  stratifikasi  suhu  hampir  tidak  ada.  Beberapa  prinsip  dari  keadaan  utama terjadinya perbedaan suhu  yaitu 1 kedalaman air, 2 kecepatan arus, 3 material
dasar,  4  suhu  masukan  air  dari  anak  sungai,  5  masuknya  cahaya  matahari,  6 tingkat penutupan sungai, 7 waktu harian Welch 1952. Sedangkan menurut Reid
1961  sebagian  besar  faktor  yang  menetukan  suhu  adalah  radiasi  panas  langsung dari matahari. Di sisi lain, suhu dari sungai merupakan  sebuah ukuran dari aksi dan
interaksi  bebrapa  faktor,  seperti  pada  sungai  yang  berada  di  pegunungan  memiliki suhu  yang  lebih  sejuk  dari  substratnya,  akibat  dari  bayangan  vegetasi  yang
menutupinya. Sedangkan pada sungai yang berada di dataran rendah, lebih lebar dan dalam, sehingga air lebih terpapar oleh sinar matahari, dan menyimpan energi panas
lebih besar. Menurut  Barus  2001  pola  temperatur  ekosistem  air  dipengaruhi  oleh
berbagai  faktor  seperti  intensitas  cahaya  penyinaran  matahari,  pertukaran  panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian geografis, dan juga faktor  canopy
penutupan  oleh  vegetasi.  Moriber  1974  menyatakan  bahwa  peningkatan  suhu menyebabkan  penurunan  daya  larut  oksigen  dan  juga  akan  menaikan  daya  racun
polutan  terhadap  organisme  perairan.  Suhu  optimal  bagi  ikan  dan  organisme makanannya adalah berkisar antara 25
– 30 °C Boyd 1988. Berdasarkan Peraturan Pemerintah  Nomor  82  tahun  2001  dengan  kriteria  baku  mutu  air  kelas  I,  yaitu
perairan  tawar  yang  diperuntukkan  sebagai  air  baku  air  minum  dan  kelas  III,  yaitu perairan  tawar  yang  diperuntukkan  bagi  kepentingan  perikanan,  peternakan,  dan
pertanaman harus memiliki nilai baku mutu suhu dengan deviasi 3
o
C.
2.3.4. Kecepatan arus