Seleksi Primer Analysis of land cover changes, genetic structure, and carbon biomass stock of pinus Merkusii Jungh Et De Vriese Strain Tapanuli In Its Natural Distribution In North Sumatra

meskipun suhu optimum bagi aktifitas enzim adalah 72 C. Setelah terjadi annealing selanjutnya dilakukan perbanyakan fragmen DNA melalui proses ekstensi pada suhu 72 C. Seleksi primer dimaksudkan untuk mencari primer acak yang menghasilkan penanda polimorfik, karena tidak semua primer nukleotida dapat menghasilkan produk amplifikasi primer positif dan dari primer positif tidak semuanya menghasilkan fragmen DNA polimorfik. Proses penyeleksian primer yang digunakan dalam metoda mikrosatellite mengikuti primer yang pernah diuji oleh Nurtjahjaningsih et al. 2005, karena belum ada penelitian pendahuluan terhadap jenis P. merkusii alami yang dapat mengamplifikasi DNA tanaman ini. Dalam penelitian ini digunakan 7 primer yang dipilih dari hasil temuan mikrosatelit pada P. merkusii di hutan tanaman Nurtjahjaningsih et al. 2005. Informasi tentang ketujuh primer mikrosatelit tersebut tersaji pada Tabel 4. Tabel 4 Karakteristik primer mikrosatelit dari Pinus merkusii di hutan tanaman, di Pulau Jawa Nurtjahjaningsih et al. 2005

4. PCR Polymerase Chain Reaction

Proses PCR membutuhkan 4 komponen utama yaitu H 2 O, HotStar Mix, primer dan DNA. DNA hasil proses ektraksi sebelum dilakukan proses amplifikasi PCR harus dilakukan pengenceran dengan menggunakan aquabidest. Besarnya perbandingan antara DNA dengan aquabidest tergantung dari tebal dan tipisnya DNA hasil ekstraksi. Untuk proses PCR, DNA 1.5 µl dicampurkan dengan HotStar Mix 7.5 µl, Nuclease-free water 2.5 µl dan primer 1.5 µl disentrifugasi selama 5-10 detik Suhu Nomor Akses annealing o C ke Bank Gen 1. pm01 111-117 56 TG 12 F: AGAGAAGGCACGATTTTGTC AB201535 R: TCCCACTAATCACTTTGAAAG 2. pm04 92 56 TG 10 F: CTCTAAGTAGGACAAGGCCT AB201536 R: CATAATCCAAGGAGTCAAGG 3. pm05 112-118 52 TG 9 F: GAGTCTAATTGCAAACCCCA AB201537 R: TGGAGATCTACCACTTTTTC 4. pm07 284-309 52 AC 8 AT 4 F: GAATCTAAGCATATGAAATGAG AB201538 R: CTTGTTAATGCTACTAGTTATG 5. pm08 132 59 AT 2 GT 11 F: GCTTCAATCTATTGACCCCAT AB201539 R: TAAAGGGGCAGCTGCTACAACCAATGG 6. pm09a 81-99 52 AT 5 GT 18 AT 2 F: CCTTCTCATTTCGATATGCAC AB201540 R: ATTAAAGGTTATATGGGGCT 7. pm12 181-193 59 GT 5 CTGT 5 AT 5 F: GAACAATCATTGCGGGTCCCG AB201541 R: TATGCTGCGTTTATATGTATAAGTGTC Ukuran Produk bp Lokus No Motif Pengulangan Sekuen primer 5-3 kemudian dimasukkan kedalam mesin PCR. Tahapan serta suhu PCR seperti disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Tahapan dalam proses PCR Metode Tahapan Suhu C Waktu menit Jumlah siklus Mikrosatelit Pre- Denaturation Denaturation Annealing Extention Final Extention 95 95 53 72 72 2 1 2 2 5 1 35 1 Pengujian polimorfisme dilakukan dengan melihat pita hasil PCR yang divisualisasi berdasarkan hasil elektroforesis. Hasil pengujian ini dikatakan polimorfisme jika pola pita yang dihasilkan mempunyai sekurang-kurangnya lebih dari satu variasi, sedang hasil pengujian dikatakan monomorfik jika tidak memperlihatkan adanya variasi pada pola pita hasil elektroforesis.

5. Analisis Data

Hasil PCR yang telah dielektroforesis difoto dan dianalisis dengan melakukan skoring pita yang muncul. Pada metode RAPD pola pita yang muncul diterjemahkan kedalam data biner berdasarkan ada atau tidak adanya pita, sedangkan untuk data mikrosatelit dihitung berdasarkan banyaknya alel yang ditemukan sesuai panjang basa. Hasil perhitungan pita-pita DNA tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui keragaman dalam populasi maupun antar populasi. Parameter keragaman genetik yang dihitung dalam penelitian ini adalah Finkelday 2005 : a. Persentase Lokus Polimorfik PLP Suatu lokus gen dikatakan polimorfik jika sekurang-kurangnya ada dua varian yang berbeda alel. Sedang untuk monomorfik tidak memperlihatkan variasi genetik. Persentase lokus polimorfik dihitung dengan rumus; Persentase Lokus Polimorfik PLP =     LM LP LP X 100 dimana Σ LP ; jumlah lokus polimorfik ΣLM ; jumlah lokus monomorfik b. Jumlah alel yang teramati na =   Lokus Alel