sedang sedang sedang sedang

i. Kejenuhan Basa

Persentase kejenuhan basa merupakan salah satu sifat kimia tanah yang memiliki kaitan erat dengan tingkat kemasaman tanah, ketersediaan hara, dan kesuburan tanah. Kejenuhan basa menunjukkan persentase dari kapasitas tukar kation total yang ditempati oleh kation-kation basa seperti kalsium, magnesium, kalium, dan natrium Tisdale et al. 1985. Berdasarkan hasil analisis kimia tanah dapat diketahui bahwa persentase kejenuhan basa KB di lima lokasi penelitian berkisar antara rendah dan sedang seperti disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Kandungan Kejenuhan Basa pada tapak tumbuh lima populasi alam P. merkusii strain Tapanuli di Tapanuli – Sumatera Utara No Lokasi Kedalaman tanah KB Kriteria cm 1 Dolok Tusam Timur 0 - 05 14 sangat rendah 05-10 29 rendah 10-20 36 rendah 20-30 33 rendah Rata-rata 28.0 rendah 2 Parinsoran 0 - 05 46 sedang 05-10 44 sedang 10-20 41 sedang 20-30 38 sedang Rata-rata

42.3 sedang

3 Dolok Tusam Barat 0 - 05 37 sedang 05-10 44 sedang 10-20 49 sedang 20-30 59 tinggi Rata-rata

47.3 sedang

4 Lobugala 0 - 05 60 tinggi 05-10 52 tinggi 10-20 40 sedang 20-30 38 sedang Rata-rata

47.5 sedang

5 Tolang 0 - 05 32 rendah 05-10 35 rendah 10-20 39 sedang 20-30 40 sedang Rata-rata

36.5 sedang

Analisis struktur tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli Hasil inventarisasi tegakan untuk setiap plot pada masing-masing lokasi dibedakan menjadi dua kategori yaitu tanaman pinus dan non pinus. Dimensi pohon yang diukur untuk setiap plot adalah diameter dan tinggi. Hasil penelitian di Dolok Tusam Timur menunjukkan bahwa untuk vegetasi non pinus didominasi oleh kelas diameter dibawah 30 cm. Sedangkan untuk vegetasi pinus didominasi oleh kelas diameter 20 – 70 cm. Sebaran kelas diameter jenis Pinus merkusii strain Tapanuli dan non Pinus pada plot penelitian di lokasi Dolok Tusam Timur disajikan pada Gambar 7. Gambar 7 Sebaran kelas diameter jenis Pinus merkusii strain Tapanuli dan non Pinus pada plot penelitian di lokasi Dolok Tusam Timur. Hasil penelitian di Parinsoran menunjukkan bahwa untuk vegetasi non pinus didominasi oleh kelas diameter dibawah 10 cm. Sedangkan untuk vegetasi pinus didominasi oleh kelas diameter 20 – 30 cm. Sebaran kelas diameter jenis Pinus merkusii strain Tapanuli dan non Pinus pada plot penelitian di lokasi Parinsoran disajikan pada Gambar 8. 10 20 30 40 50 60 70 Ju m la h Kelas Diameter cm Non Pinus Pinus Gambar 8 Sebaran kelas diameter jenis Pinus merkusii strain Tapanuli dan non Pinus pada plot penelitian di lokasi Parinsoran. Kelas diameter pohon non pinus yang mendominasi di Dolok Tusam Barat adalah diameter di bawah 30 cm. Sedangkan untuk vegetasi pinus didominasi oleh kelas diameter di atas 40 cm. Sebaran kelas diameter jenis Pinus merkusii strain Tapanuli dan non Pinus pada plot penelitian di lokasi Parinsoran disajikan pada Gambar 9. Gambar 9 Sebaran kelas diameter jenis Pinus merkusii strain Tapanuli dan non Pinus pada plot penelitian di lokasi Dolok Tusam Barat 5 10 15 20 25 30 35 40 Jum la h Kelas Diameter cm Non Pinus Pinus 10 20 30 40 50 60 Ju m la h Kelas Diameter cm Non Pinus Pinus Kelas diameter pohon dibawah 30 cm adalah yang mendominasi plot penelitian di Lobugala untuk kategori jenis non pinus. Sedangkan untuk vegetasi pinus, yang mendominasi adalah kelas diameter diatas 30 cm. Sebaran kelas diameter jenis Pinus merkusii strain Tapanuli dan non Pinus pada plot penelitian di lokasi Lobugala disajikan pada Gambar 10. Gambar 10 Sebaran kelas diameter jenis Pinus merkusii strain Tapanuli dan non Pinus pada plot penelitian di lokasi Lobugala Hasil analisis terhadap sebaran kelas diameter jenis Pinus merkusii strain Tapanuli dan non pinus pada plot penelitian di lokasi Tolang disajikan pada Gambar 11. Kelas diameter pohon yang mendominasi plot penelitian di Lobugala untuk kategori jenis non pinus adalah diameter dibawah 30 cm. Sedangkan untuk vegetasi pinus, yang mendominasi adalah kelas diameter diatas 30 cm. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Jum la h Kelas Diameter cm Non Pinus Pinus Gambar 11 Sebaran kelas diameter jenis Pinus merkusii strain Tapanuli dan non Pinus pada plot penelitian di lokasi Tolang Mengacu pada Gambar 7-11 dapat diketahui bahwa secara umum kurva sebaran kelas diameter mengikuti pola sebaran J terbalik dengan komposisi kelas diameter kecil 0-30 cm didominasi oleh jenis non pinus dan untuk kelas diameter besar didominasi oleh jenis P. merkusii strain Tapanuli. Populasi alam P. merkusii strain Tapanuli yang tumbuh di lima lokasi sebaran alaminya memiliki kerapatan tegakan yang berbeda-beda. Gambar 12 Persentase luas bidang dasar Pinus merkusii strain Tapanuli dan luas bidang dasar non pinus 10 20 30 40 50 60 70 Jum la h Kelas Diameter cm Non Pinus Pinus Kerapatan tegakan tertinggi ditemukan pada populasi alam P. merkusii strain Tapanuli yang tumbuh pada kawasan hutan lindung Dolok Tusam Timur yakni 117 individuhektar. Adapun kelimpahan individu jenis non pinus jauh lebih banyak dibanding kelimpahan jenis P. merkusii strain Tapanuli. Namun mengingat jenis P. merkusii strain Tapanuli mendominasi kelas diameter besar maka wajar jika luas bidang dasar P. merkusii strain Tapanuli mendominasi tapak tumbuhnya. Dominasi P. merkusii strain Tapanuli pada tapak tumbuhnya disajikan pada Gambar 12. Hasil analisis tahapan perkembangan pohon untuk lolasi Dolok Tusam Timur, Parinsoran, Dolok Tusam Barat, Lobugala dan Tolang secara berturut- turut disajikan pada Gambar 13, Gambar 14, Gambar 15, Gambar 16 dan Gambar 17. Gambar 13 Grafik tingkat perkembangan pohon pada sebaran alami P. merkusii strain Tapanuli di Dolok Tusam Timur Perkembangan pohon P. merkusii strain Tapanuli di Dolok Tusam Timur menunjukkan dominansi kelas pohon. Kelas pancang, tiang, dan semai relatif rendah. Perkembangan pohon kelas pancang, tiang dan semai terlihat sangat rendah dibandingkan kelas pohon. Hal ini memberikan gambaran tahapan perkembangan pohon yang relatif tidak seimbang dan kurang mewakili sesuai tingkat pertumbuhannya Gambar 13. 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Semai Pancang Tiang Pohon Jum la h Tingkat Perkembangan Non Pinus Pinus Gambar 14 Grafik tingkat perkembangan pohon pada sebaran alami P. merkusii strain Tapanuli di Parinsoran Tingkat perkembangan pohon P. merkusii strain Tapanuli pada sebaran di Parinsoran didominasi oleh kelas pohon. Kemudian berturut-turut kelas tiang, pancang dan semai. Grafik ini juga menunjukkan tingkat perkembangan pohon yang tidak merata Gambar 14. Gambaran yang sama juga terlihat di daerah Dolok Tusam Barat, namun sebaliknya tingkat perkembangan pohon didominasi oleh kelas semai Gambar 15. Gambar 15 Grafik tingkat perkembangan pohon pada sebaran alami P. merkusii strain Tapanuli di Dolok Tusam Barat 10 20 30 40 50 60 70 Semai Pancang Tiang Pohon Jum la h Tingkat Perkembangan Non Pinus Pinus 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Semai Pancang Tiang Pohon Jum la h Tingkat Perkembangan Non Pinus Pinus Gambar 16 Grafik tingkat perkembangan pohon pada sebaran alami P. merkusii strain Tapanuli di Lobugala Pada Gambar 16. tingkat perkembangan pohon P. merkusii strain Tapanuli di daerah Lobugala didominasi oleh kelas pohon sementara kelas tiang, pancang dan semai relatif sangat sedikit. Kondisi yang relatif sama juga terlihat di daerah Tolang Gambar 17. Hal ini menunjukkan tingkat perkembangan P. merkusii strain Tapanuli di kedua wilayah tersebut juga tidak merata. Gambar 17 Grafik tingkat perkembangan pohon pada sebaran alami P. merkusii strain Tapanuli di Tolang Populasi alam P. merkusii strain Tapanuli secara umum memiliki problem regenerasi. Kelima lokasi yang diteliti ternyata didominasi oleh kelas pohon tanpa didukung oleh ketersediaan permudaan yang mencukupi dan mewakili semua 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Semai Pancang Tiang Pohon Jum la h Tingkat Perkembangan Non Pinus Pinus 10 20 30 40 50 60 70 Semai Pancang Tiang Pohon Ju m la h Tingkat Perkembangan Non Pinus Pinus tingkatan pertumbuhan. Hanya lokasi Dolok Tusam Barat saja yang memiliki permudaan pada tingkat semai namun dengan jumlah yang sangat sedikit yakni hanya 250 semaiha. Semai P. merkusii strain Tapanuli banyak ditemukan pada lantai hutan yang relatif bersih dari serasah dan pada longsoran tanah di tebing- tebing di hutan. Sebaliknya pada lantai hutan yang dipenuhi oleh serasah, tidak ditemukan semai P. merkusii strain Tapanuli. Pembahasan Perubahan penutupan dan penggunaan lahan telah diidentifikasi sebagai salah satu penentu utama terjadinya perubahan global yang memberikan dampak besar terhadap ekosistem, biogeokimia global, perubahan iklim, dan kerentanan manusia Foley et al. 2005. Perubahan tutupan lahan selalu memiliki peran utama di dalam ilmu perubahan lahan Turner et al. 2007. Perubahan lahan dapat mempengaruhi sifat biologi, kimia, dan fisik tanah Ross et al. 1999; Chen et al. 2000; Parfitt et al. 2003 yang arah dan besarnya perubahan tergantung pada sejarah pola penggunaan lahan, kondisi iklim, jenis tanah, dan jenis vegetasi Guo Gifford 2002. Perubahan tutupan lahan juga mempengaruhi kondisi komunitas hutan Turner et al. 2003. Berdasarkan hasil analisis perubahan tutupan lahan dapat diketahui bahwa kondisi tutupan hutan di semua lokasi penelitian antara tahun 1994 hingga 2011 relatif dalam keadaan stabil. Kestabilan kondisi hutan ini antara lain nampak dari bentuk tutupan hutan pada peta tutupan lahan Gambar 5 yang relatif tetap dan tidak mengalami fragmentasi selama 17 tahun. Hal ini antara lain nampak dari rendahnya persentase penurunan tutupan hutan yang terjadi antara 1994 hingga 2011 di lokasi penelitian. Bahkan di lokasi Lobugala, tutupan hutannya mengalami peningkatan persentase luas. Kestabilan kondisi hutan ini terjadi baik di lokasi yang masuk ke dalam kawasan hutan lindung Dolok Tusam Timur dan Dolok Tusam Barat dan lokasi yang berada di luar kawasan hutan negara Parinsoran, Lobugala, dan Tolang. Berdasarkan dominasi luas bidang dasar, maka keberadaan tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli memiliki peran penting di dalam menciptakan kondisi hutan yang stabil. Hampir di semua lokasi penelitian, luas bidang dasar tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli mendominasi luas tapak tumbuhnya. Hanya di perbukitan desa Tolang – Kec. Aek Bilah, luas bidang dasar tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli kurang dari 50. Namun kondisi hutan di perbukitan desa Tolang tersebut masih tetap stabil dikarenakan hutan campurannya relatif tidak terganggu. Mengacu pada data hasil inventarisasi tegakan, dapat diketahui bahwa struktur tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli didominasi oleh pohon- pohon dengan kelas diameter besar. Hal inilah yang menjadikan tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli memiliki luas bidang dasar yang mampu mendominasi tapak tumbuhnya. Selain menyebabkan terjadinya kondisi tutupan hutan yang stabil, dominasi tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli juga menyebabkan terjadinya penumpukan seresah pada lantai hutan. Hal ini terkait dengan sifat daun P. merkusii strain Tapanuli yang lambat mengalami proses dekomposisi. Indikasi lambatnya proses dekomposisi serasah ini juga nampak dari nilai CN yang tergolong sedang hingga tinggi hampir di semua lokasi tapak tumbuh yang diteliti. Tebalnya serasah dan bahan organik pada lantai hutan tersebut juga menyebabkan terhambatnya proses regenerasi alam P. merkusii strain Tapanuli yang ada di dalam hutan. Hal ini nampak dari sedikitnya jumlah semai P. merkusii strain Tapanuli yang berhasil ditemukan dalam kegiatan analisis struktur tegakan. Rendahnya jumlah semai P. merkusii strain Tapanuli yang berhasil ditemukan tersebut disinyalir karena biji-biji yang jatuh secara alami tidak langsung menyentuh permukaan tanah, tetapi tersangkut di dalam seresah. Akibatnya biji- biji tersebut tidak mampu berkecambah. Hasil pengamatan di lapangan dapat diketahui bahwa semai alam P. merkusii strain Tapanuli bermunculan pada tebing-tebing yang mengalami longsor. Longsoran tanah yang umumnya berupa lapisan permukaan tanah yang terbuka menjadi media tumbuh yang optimal bagi biji P. merkusii strain Tapanuli untuk berkecambah. Berdasarkan hasil analisis perubahan lahan dapat diketahui juga bahwa tutupan lahan berupa ilalang-semak cenderung mengalami peningkatan pada sebagian besar lokasi penelitian. Hanya di Lobugala lahan yang ditutupi ilalang- semak mengalami penurunan luas. Meningkatnya lahan yang ditutupi ilalang- semak inilah yang diduga kuat memberikan dampak negatif terhadap kualitas tapak tumbuh. Hal ini antara lain terkait dengan sifat ilalang-semak yang memarginalkan lahan. Pada umumnya lahan-lahan yang ditutupi oleh ilalang- semak akan mengalami penurunan kualitas tanahnya, baik secara kimiawi, fisika, maupun biologis. Secara kimiawi lahan-lahan yang ditutupi oleh ilalang-semak akan memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah dikarenakan terjadinya defisiensi unsur hara di dalam tanah. Secara fisik, pada umumnya lahan-lahan yang ditutupi oleh ilalang-semak akan menjadi lebih padat. Adapun secara biologi, lahan-lahan yang ditutupi oleh ilalang-semak akan menjadi lahan-lahan yang lebih tandus karena tidak optimalnya proses biogeokimia di dalam tanah. Berdasarkan hasil analisis perubahan tutupan lahan dapat diketahui bahwa sebagian besar lokasi penelitian mengalami peningkatan luas lahan yang ditutupi ilalang-semak. Hanya lokasi Lobugala yang mengalami penurunan luas lahan ilalang-semak. Parinsoran menempati urutan pertama lokasi yang mengalami peningkatan luas lahan tertinggi yakni 5.59 antara tahun 1994 hingga 2011. Keberadaan ilalang-semak ini akan semakin menjadikan tapak tumbuh lima populasi alam P. merkusii strain Tapanuli semakin miskin hara. Ilalang-semak tersebut muncul sebagai dampak adanya lahan-lahan yang tidak terolah dengan baik dan berkesinambungan. Ilalang-semak juga menyebabkan terhambatnya regenerasi alam P. merkusii strain Tapanuli. Lahan yang tertutupi oleh ilalang-semak akan menyebabkan lantai hutannya tertutup sehingga menghambat terjadinya biji-biji P. merkusii strain Tapanuli yang jatuh ke lantai hutan langsung menyentuh tanah. Kondisi inilah yang barangkali menjadi sebab tidak ditemukannya semai P. merkusii pada plot penelitian yang berlokasi di areal terbuka. Selain ilalang-semak, penambahan luas tutupan lahan ladang juga dapat menyebabkan terjadinya hambatan regenerasi alami P. merkusii strain Tapanuli. Hal ini terkait dengan teknik dan sistem berladang yang dilakukan oleh masyarakat. Secara garis besar masyarakat setempat memulai kegiatan perladangan dengan cara membuka lahan melalui pembakaran. Sebenarnya kegiatan pembakaran dalam pembukaan ladang tersebut dapat merangsang terjadinya perkecambahan biji P. merkusii strain Tapanuli yang ada di lantai hutan atau yang tersangkut di semak-semak. Namun karena setelah kegiatan pembakaran tersebut dilakukan pembersihan lahan land clearing maka biji-biji P. merkusii strain Tapanuli yang kemungkinan sudah siap berkecambah kembali menjadi dorman atau rusak tersapu oleh alat pembersih lahan ke bagian tepi lahan yang dibuka untuk ladang. Kondisi inilah yang barangkali menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan P. merkusii strain Tapanuli pada areal terbuka menyebar secara individual dan tidak beraturan pada tepi areal perladangan. Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah, dapat diketahui bahwa kelima lokasi sebaran alam P. merkusii strain Tapanuli yang diteliti memiliki sifat kimia yang relatif sama. Secara keseluruhan kelima lokasi yang diteliti memiliki sifat- sifat kimia tanah yang mirip dengan ciri-ciri kimia tanah podsolik merah kuning yang memiliki tingkat kesuburan tanah rendah. Nilai pH tanah adalah sifat kimia tanah yang menunjukkan besarnya kandungan ion H+ di dalam tanah dan berguna sebagai indikator tingkat kemasaman atau alkalinitas tanah. Semakin tinggi kandungan ion H+ di dalam tanah maka semakin kecil nilai pH nya dan semakin masam tanah tersebut. Nilai pH tanah ditentukan berdasarkan kandungan ion H+ dan OH- yang memiliki hubungan berbanding terbalik Pritchett 1979; Tan 1993. Namun demikian berdasarkan kandungan C organiknya, ternyata sebagian besar lokasi memiliki kadar C tinggi. Hanya lokasi Parinsoran yang kadar C organiknya rendah. Tingginya persentase C organik pada sebagian besar lokasi penelitian memberikan harapan bahwa tapak tumbuh kelima populasi alam P.merkusii strain Tapanuli dapat dikelola dengan baik. Mengacu pada data struktur tegakan, dapat diketahui bahwa hampir semua populasi alam P. merkusii strain Tapanuli mampu tumbuh dan berkembang sehingga mendominasi tapak tumbuhnya. Hal ini menandakan bahwa sifat kimia tanah tidak menjadi kendala pertumbuhan dan perkembangan bagi populasi alam P. merkusii strain Tapanuli. Persentase C organik adalah sifat kimia tanah yang menunjukkan besarnya bahan organik yang terkandung di dalam tanah. Kandungan bahan organik penting untuk diketahui karena menjadi salah satu faktor yang menentukan kesuburan tanah. Melalui proses dekomposisi bahan organik, berbagai unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman dapat tersedia di dalam tanah. Persentase N merupakan sifat kimia tanah yang menunjukkan ketersediaan unsur N di dalam tanah. Adapun C-N rasio menggambarkan kesetimbangan hubungan antara unsur C dan N di dalam tanah. Proses dekomposisi bahan organik di dalam tanah dapat dilihat dari nilai C-N rasionya. Semakin tinggi nilai C-N rasio tanah maka bahan organik yang ada di dalam tanah tersebut semakin lama terdekomposisi. Sebaliknya semakin rendah nilai C-N rasio tanah maka proses dekomposisi bahan organik tersebut semakin cepat Foth 1990. Secara umum dapat dinyatakan bahwa stabilitas tutupan hutan menyebabkan hambatan bagi regenerasi alam P. merkusii strain Tapanuli yang tumbuh di dalam hutan. Adapun Tutupan ilalang-semak dan praktek pembukaan ladang secara berulang dengan cara membakar dan land clearing menjadi hambatan bagi regenerasi alam P. merkusii strain Tapanuli pada areal terbuka. Semai dianggap cukup bila terdapat penyebaran 40 dengan jumlah semai 1000 batangha Smith 1963. Jumlah semai P. merkusii strain Tapanuli yang ditemukan di lokasi Lobugala tersebut ternyata jauh di bawah jumlah semai P. merkusii yang tumbuh di Ban Wat Chan, Thailand Utara yakni berkisar antara 11042 hingga 34250 batangha Koskela et al. 1995. Hasil penelitian Harahap 2000b menyatakan bahwa jumlah biji per kerucut diantara ketiga strain P. merkusii ternyata tidak jauh berbeda. Rata-rata jumlah biji per kerucut untuk P. merkusii strain Aceh adalah 5.7 untuk P. merkusii strain Tapanuli 8.86 dan P. merkusii strain Kerinci adalah 6.71. Berdasarkan informasi ini maka dapat dinyatakan bahwa rendahnya jumlah permudaan alam pada kelima populasi alam P. merkusii strain Tapanuli bukan disebabkan oleh faktor rendahnya kemampuan produksi biji. Bahkan dari hasil penelitian Harahap 2000c tersebut, kemampuan rata-rata produksi biji untuk P. merkusii strain Tapanuli lebih tinggi dibanding P. merkusii strain Aceh dan P. merkusii strain Kerinci. Dengan demikian, rendahnya permudaan P. merkusii strain Tapanuli ini diduga kuat berasal dari faktor luar non genetik. Berdasarkan kajian literatur, dapat diketahui bahwa semai P. merkusii strain Tapanuli sangat rentan dengan serangan hama Milionia basalis De Veer Govers 1953 diacu dalam Harahap 2000c. Kerentanan terhadap serangan hama inilah yang mungkin menyebabkan kemampuan tumbuh survival rate semai rendah. Sub-topik Penelitian 2 Analisis Genetik Populasi Alam

P. merkusii strain Tapanuli Pada Sebaran Alaminya di Tapanuli

– Sumatera Utara Dengan Menggunakan Penanda Molekuler Mikrosatelit Hasil Hasil Isolasi DNA Optimasi isolasi DNA yang dilakukan terhadap 78 contoh daun yang berhasil dikumpulkan dari lima lokasi sebaran alam P. merkusii strain Tapanuli memperlihatkan tampilan DNA yang cukup jelas, demikian juga dengan kegiatan pengenceran yang dilakukan. Pengenceran 10x dan 5x menghasilkan pita DNA yang tebal, sedangkan pengenceran 2x dan 3x menghasilkan pita yang relatif tipis Gambar 18. 2x 10x 5x 3x 10x 2x contoh DNA murni Gambar 18 Contoh pita DNA hasil ekstraksi. Ket: a pita yang dihasilkan berdasarkan kesegaran sampel; menggunakan metode ekstraksi Dneasy Plant Mini Kit 50 dari QIAGEN, b ukuran besarnya pengenceran hasil ekstraksi DNA beserta kontaminasinya; menggunakan metode ekstraksi CTAB. Hasil Amplifikasi DNA Dengan Primer Mikrosatelit Tujuh primer mikrosatelit yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada primer mikrosatelit yang telah berhasil diuji oleh Nurtjahjaningsih et al. 2005, yakni Pm01, Pm04, Pm05, Pm07, Pm08, Pm09a, dan Pm12. Hasil seleksi primer menunjukkan bahwa amplifikasi DNA contoh dengan ketujuh primer yang diseleksi mampu menghasilkan produk amplifikasi yang polimorfik . a b GP5 GP8 GP10 GP4