Menurut Howard dan Orlansky dalam Kasim 2009,: “klasifikasi didasarkan pada kelainan-kelainan yang terjadi pada mata, yaitu:
Kelainan ini disebabkan karena adanya kesalahan pembiasan pada mata. Hal ini terjadi bila cahaya tidak terfokus sehingga tidak jatuh pada retina.
Peristiwa ini dapat diperbaiki dengan memberikan lensa atau lensa kontak. Kelainan-kelainan itu, antara lain :
-
Myopia; adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek
didekatkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa negatif.
- Hyperopia; adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus
dan jatuh di depan retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita
Hyperopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa positif. -
Astigmatisme; adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau pada
permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada retina. Untuk membantu
proses penglihatan pada penderita astigmatisme digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris.”
Berdasarkan pandangan di atas, penulis bisa menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tunanetra adalah seseorang yang indra penglihatannya sebagian masih
mampu menerima rangsang cahaya atau kedua-duanya sama sekali tidak bisa berfungsi untuk kegiatan visual apapun.
2.2.2 Kebutuhan Informasi Penyandang Cacat
Pada dasarnya, orang awas dan tunanetra sama-sama memiliki kebutuhan akan informasi karena kedua-duanya diciptakan sama sebagai makhluk sosial yang memiliki
kebutuhan tertentu. Hanya saja yang membedakannya ialah media dan cara perolehan informasi. Tunanetra memperoleh sedikit kesulitan mendapatkan informasi disebabkan
oleh alat penglihatannya kurang atau tidak berfungsi sama sekali. Oleh karena itu, secara garis besarnya, penulis menyamakan kebutuhan informasi antara orang awas dan
tunanetra. Betapa pentingnya informasi pada kehidupan manusia seperti yang dikatakan
oleh Paul G. Zurkowski, dalam Estabrook yang dikutip oleh Yusup 2009 ”people trained in the application of information resources to their work.” p.347. Artinya:
”Orang yang berkemampuan mengaplikasikan sumber-sumber informasi pada
Universitas Sumatera Utara
pekerjaaanya.” Dengan kata lain, semakin banyaknya informasi yang diperoleh maka semakin baiklah potensi atau kemampuan seseorang terhadap pekerjaanya.
Menurut Sulistyo-Basuki 2004, “kebutuhan informasi ditentukan oleh: -
Kisaran informasi yang tersedia -
Penggunaan informasi yang akan digunakan -
Latar belakang, motivasi, orientasi, dan karakteristik masing-masing pemakai
- Sistem sosial, ekonomi, dan politik tempat pemakai berada, dan
- Konsekuensi penggunaan informasi.” p.396.
Tidak terbatas kemungkinan ini juga berlaku untuk setiap tunanetra yang mengembangkan potensi dirinya, membuat mereka mampu melihat walaupun tidak
memiliki mata. Hasil penelitian seorang mahasiswa Universitas Airlangga UNAIR mendukung pernyataan tersebut.
Seperti kutipan abstrak penelitian Widyaningsih 2010 berikut ini: “Hasil penelitian ini menunjukkan adanya kebutuhan informasi tunanetra
yang digunakan sebagai bagian dari tuntutan kehidupannya, penunjang kegiatannya, pemenuhan kebutuhannya rasa ingin tahu, dan juga untuk
menyelesaikan masalah problem solving. Cara-cara yang mereka tempuh untuk memenuhi kebutuhan tersebut cukup beragam, mulai dari
bertanya pada teman dan keluarga, menggunakan radio dan televisi, hingga mengakses informasi melalui internet. Informasi yang pada
akhirnya mereka peroleh, pada akhirnya akan digunakan untuk memenuhi tuntutan hidupnya, menunjang pekerjaan atau kegiatannya,
menjawab rasa ingin tahunya, dan sebagai informasi untuk menyelesaikan masalah yang hadapi.” p.1.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan kebutuhan informasi penyandang cacat adalah: kisaran informasi
yang dibutuhkan oleh penyandang cacat untuk menjawab rasa ingin tahu atau menggunakannya untuk menunjang pekerjaan atau kegiatannya dalam memenuhi
tuntutan hidup. Perpustakaan yang tidak bisa mengikuti perkembangan kebutuhan dan tuntutan
masyarakat penggunanya tentu akan gulung tikar alias tidak laku. Perpustakaan perlu berubah ke arah yang lebih berkualitas di hampir semua aspek dan kegiatannya.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Defenisi Perilaku