Rumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Penelitian Tinjauan Pustaka

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan argumentasi di atas, maka perumusan masalah dalam kajian ini menfokuskan: 1. Labuhan Bilik sebelum Kolonial Belanda dan pada masa Kolonial Belanda. 2. Keberadaan dan wilayah cakupan Pelabuhan Labuhan Bilik. 3. Aktivitas ekspor-impor di Pelabuhan Labuhan Bilik 1914-1939.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan Rumusan Masalah yang akan diungkap dalam kajian ini, maka adapun tujuan dari kajian ini adalah: 1. Menjelaskan keadaan Labuhan Bilik sebelum dan pada masa Kolonial Belanda. 2. Menjelaskan keberadaan dan wilayah cakupan Pelabuhan Labuhan Bilik. 3. Menjelaskan dan menganalisa aktivitas ekspor-impor di Pelabuhan Labuhan Bilik. Adapun manfaat yang diharapkan dari kajian ini yaitu : 1. Bagi disiplin Ilmu Sejarah, dapat menambah referensi Sejarah Labuhan Bilik khususnya dan Sejarah Sumatera Timur pada umumnya. 2. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat memberikan penjelasan tentang sektor maritim di Indonesia khususnya tentang kepelabuhan. 3. Aspek praktis yang mungkin dapat diharapkan dari hasil penelitian ini adalah menjadi masukan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk memajukan pembangunan dengan mempertimbangkan aspek pelabuhan sebagai penghubung jalan maritim dan jalan darat sebagai sarana ekspor-impor wilayah yang menjadi Universitas Sumatera Utara cakupannya, sekaligus menunjukkan bahwa berdasarkan letak geografisnya Labuhan Bilik pernah menjadi wilayah yang strategis untuk tujuan tersebut dan dapat dikembangkan.

1.4. Tinjauan Pustaka

Kajian tentang perkembangan pelabuhan tradisional di Sumatera Timur belum banyak diteliti. Dari beberapa kajian memang ada disinggung tentang peran pelabuhan- pelabuhan itu, tetapi tidak secara spesifik. Edi Sumarno dalam tesisnya berjudul “Pertanian Karet Rakyat Sumatera Timur 1863-1942 1998” 7 Dalam tesisnya ini, Edi Sumarno juga mengungkapkan sifat petani Sumatera Timur adalah petani subsisten menyinggung tentang peranan pelabuhan- pelabuhan tradisional yang memainkan peranan penting dalam perkembangan pertanian karet rakyat di wilayah ini. Salah satu perannya adalah sebagai pelabuhan ekspor-impor dari dan ke wilayah pedalaman, khususnya pengangkutan karet yang wilayah produksinya berada di sekitar aliran-aliran sungai. Melalui sungai, karet yang diproduksi di pedalaman diangkut dan kemudian diekspor lewat pelabuhan-pelabuhan itu. 8 7 Edi Sumarno, “Pertanian Karet Rakyat Sumatera Timur 1863-1942”, Tesis S-2, belum diterbitkan, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 1998. 8 Petani subsisten di sini adalah petani yang tidak menggantungkan pendapatannya pada satu jenis tanaman semata. Dengan kata lain, petani melakukan penggantian atau peralihan tanaman jika hal itu lebih memberi keuntungan bagi mereka. Peralihan dapat terjadi dari pertanian dengan tanaman pangan ke tanaman komersial maupun sebaliknya untuk meraih keuntungan yang lebih besar. D. H. Penny, “The Transition from Subsistence to Commercial Family Farming in North Sumatra”, Ph. D. Dissertation, Cornell University, 1946, hlm. 238-240, lihat juga, Bambang Purwanto, “From Dusun to the Market: Native Rubber Cultivation in Southern Sumatra, 1880-1940”, Ph. D. Dissertation, University of London, 1992. . Sifat ini menunjukkan di mana petani melakukan penanaman atau produksi pada suatu tanaman berdasarkan situasi dan kondisi terutama permintaan dan harga akan hasil dari tanaman itu. Dikenalnya tanaman karet sebagai salah satu tanaman komersil Universitas Sumatera Utara membuat petani menanam karet atau memproduksi karet berjenis ficus yang ada di hutan. Ketika petani menanam atau memproduksi karet, sebagian besar mereka meninggalkan atau setidaknya mengurangi penanaman padi yang pada sebelumnya merupakan tanaman utama. Hal ini terlihat dari kuantitas ekspor karet dan impor beras. Angka dari ekspor dan impor kedua komoditi itu berjalan sejajar, di mana ketika ekspor karet meningkat maka impor beras juga ikut mengalami peningkatan. Demikian sebaliknya jika ekspor karet menurun maka impor beras juga mengalami penurunan. Kajian tentang kondisi kerajaan Panai dan kerajaan kecil lainnya di wilayah Labuhan Batu ditulis oleh T. Luckman Sinar Basarsyah II dalam bukunya “Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur” tanpa tahun 9 Kerajaan-kerajaan di Sumatera Timur pada masa Kolonial Belanda diungkapkan secara mendalam mulai dari awal penetrasi sampai jalannya pemerintahan oleh Belanda. Kontrak dan perjanjian politik antara pihak kerajaan dengan Belanda juga diungkapkan. Tidak ketinggalan pelaksanaan pemerintahan dan kebijakan Belanda yang ingin mengurangi kekuasaaan para raja. Dengan kata lain, segala aspek tentang kerajaan-kerajaan di Sumatera Timur di bahas dalam buku itu. Dengan demikian, buku Bangun Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur menjadi referensi utama dalam mengungkapkan kondisi kerajaan Panai atau Labuhan Bilik sebelum dan pada masa kolonial Belanda. . Dalam buku ini, keberadaan kerajaan- kerajaan di Sumatera Timur diungkapkan secara jelas dan lugas termasuk Kerjaan Panai dengan Labuhan Bilik sebagai pusat kerajaan. Kerajaan-kerajaan di Sumatera Timur dikaji mulai dari awal berdiri hingga keruntuhannya pada masa terjadinya Revolusi Sosial di Sumatera Timur tahun 1946. 9 T. Luckman Sinar Basarsyah II, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan di Sumatera Timur, tanpa penerbit, Medan, tanpa tahun. Universitas Sumatera Utara Dalam menelusuri langkah-langkah pemikiran teoritis, perlu kiranya mengacu pada karya Bambang Triatmodjo dalam bukunya “Pelabuhan” 1996: 1-15. Dalam buku itu dijelaskan bahwa Pelabuhan adalah bandar yang dilengkapi dengan bangunan-bangunan untuk pelayanan muatan dan penumpang seperti dermaga, tambatan, dengan segala perlengkapannya. Bambang juga menjelaskan bahwa perkembangan pelabuhan di Indonesia pada awalnya hanya merupakan suatu tepian di mana kapal-kapal dan perahu-perahu dapat merapat dan membuang jangkar untuk bisa melakukan kegiatan-kegiatan perkapalan. Dengan berkembangnya kehidupan sosial ekonomi membuat bentuk dan aktivitas kapal mengalami perkembangan sehingga pelabuhan juga harus menyesuaikan dengan hal itu. Di lain hal, Bambang juga menyatakan bahwa pelabuhan berfungsi sebagai penunjang aktivitas pelayaran. Indonesia sebagai negara kepulauanmaritim yang mempunyai lebih dari 3.700 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling dunia melalui khatulistiwa menjadikan peranan pelayaran adalah sangat penting bagi kehidupan sosial, ekonomi, pemerintahan, pertahanankeamanan dan sebagainya. Ditinjau dari fungsinya dalam perdagangan nasional dan internasional, pelabuhan dapat dibedakan ke dalam dua jenis yaitu 1 pelabuhan laut adalah pelabuhan yang bebas dimasuki oleh kapal- kapal bendera asing dengan mematuhi peraturan yang telah di tetapkan, dan 2 pelabuhan pantai adalah pelabuhan yang disediakan untuk perdagangan dalam negeri dan oleh karena itu tidak bebas disinggahi oleh kapal berbendera asing. Buku ini membimbing penelitian terutama dibidang teoritis dan konsep tentang pelabuhan serta akan dapat menentukan fungsi Pelabuhan Labuhan Bilik. Sementara itu Adrian B. Lapian dalam bukunya “Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad Ke-16 dan 17” 2008: 95-112, menggambarkan kondisi pelayaran termasuk pelabuhan Universitas Sumatera Utara di nusantara pada abad ke-16 dan 17. Andrian menjelaskan bahwa tempat yang paling baik bagi kapal untuk berlabuh adalah pada sebuah sungai, agak jauh ke dalam. Faktor gangguan alam dan keamanan serta jaringan dan komunikasi ke pedalaman yang lebih banyak menggunakan sungai menyebabkan pelabuhan yang berada di muara sungai memberikan banyak keuntungan. Dalam buku ini Adrian memberikan contoh beberapa kondisi pelabuhan yaitu kota Palembang, Pelabuhan Surabaya, Pelabuhan Banda Aceh, Pelabuhan Ternate, Pelabuhan Malaka, Pelabuhan Jepara, Pelabuhan Sunda Kelapa, Pelabuhan Banten, dan lainnya. Dalam bukunya itu, Adrian juga menggambarkan sistem pelayaran dan perniagaan di beberapa pelabuhan nusantara. Barang-barang ekspor dan impor dari beberapa pelabuhan juga dibicarakan, namun Adrian tidak menuliskan jumlah barang-barang tersebut secara terperinci. Jalur-jalur pelayaran nusantara dikupas secara detail, tapi dalam kapasitas nusantara. Tidak kalah pentingnya, faktor-faktor tumbuh kembangnya pelabuhan pada masa itu juga diungkapkan dengan mengacu pada beberapa pelabuhan yang ada. Buku ini memberikan keterangan tentang pelayaran di nusantara dan akan menjadi perbandingan terhadap pelayaran di Pelabuhan Labuhan Bilik serta faktor-faktor tumbuh kembangnya Pelabuhan Labuhan Bilik. Perniagaan menggunakan pelayaran melalui sarana pelabuhan melibatkan banyak pelaku baik itu individu maupun golongan. Orang-orang yang terlibat dalam pelayaran tersebut dikupas secara mendalam oleh Adrian B. Lapian dalam disertasinya yang dibukukan “Orang Laut Bajak Laut Raja Laut: Sejarah Kawasan Laut Sulawesi abad XIX” 2009. Dalam bukunya yang fenomenal ini, Adrian menggambarkan bagaimana proses hubungan timbal balik dan unsur saling kepentingan antara yang disebutnya sebagai orang laut, bajak Universitas Sumatera Utara laut dan raja laut dalam perniagaan dan pelayaran di kawasan laut Sulawesi. Orang laut yang terkadang bisa dikatakan sebagai bajak laut dan atau raja laut; bajak laut yang terkadang juga bisa dikatakan sebagai orang laut dan atau raja laut; dan raja laut dalam suatu kondisi dapat dikatakan sebagai orang laut dan atau bajak laut, memegang peranan yang sangat penting dalam proses perniagaan dalam pelayaran. Munculnya ketiga istilah golongan tersebut merupakan perbedaan perspektif yang menganggap bahwa dirinya mempunyai kekuasaan atas suatu kawasan laut, baik itu dalam hal perniagaan maupun pelayaran. Batas teritorial kekuasaan tersebut terkadang mengalami tumpang tindih diantara ketiganya. Namun yang terpenting adalah bahwa bagaimana ketiga golongan ini memegang peranan yang sangat penting dan tidak dapat dihindarkan dalam perkembangan dan hambatan dalam proses perniagaan dan pelayaran pada suatu kawasan laut. Adrian menjelaskan bahwa hal ini juga sebenarnya terjadi hampir diseluruh kawasan laut nusantara. Dengan demikian, kemungkinan di Pelabuhan Labuhan Bilik juga terjadi hal demikian. Buku ini juga akan memberikan pengantar sekaligus pembanding dalam penelitian khususnya di bidang orang-orang atau kelompok yang terlibat dalam aktivitas di Pelabuhan Labuhan Bilik.

1.5. Metode Penelitian