pembangunan infrastruktur itu dimulai sejak perkembangan perkebunan dengan mempertimbangkan kepentingan pihak perkebunan dan kelancaran roda pemerintahan.
3.3.1. Transportasi
Pada akhir abad ke-19, sebagai efek dari perkembangan perkebunan di Keresidenan Sumatera Timur yang dimulai sejak 1863 oleh Jacob Nienhuys, membuat pihak perkebunan
dan Pemerintahan Kolonial Belanda membangun sarana transportasi baik transportasi air maupun transportasi darat. Pembangunan ini pada awalnya lebih mengutamakan kepentingan
pihak perkebunan sebagai sarana pengangkut hasil perkebunan tersebut. Sebagai contoh Pelabuhan Belawan dibangun yang difungsikan untuk menampung hasil perkebunan yang
akan di ekspor ke wilayah luar. Untuk mendukung efektivitas Pelabuhan Belawan, pihak kolonial juga membangun sarana transportasi berupa jalan raya dan jalur kereta api dari
berbagai daerah yang berujung ke Pelabuhan Belawan. Pembangunan sarana transportasi darat yang berupa jalan raya dan jalur kereta api pada awal abad 20 sudah hampir
menjangkau seluruh wilayah Sumatera Timur kecuali Sumatera Timur wilayah Selatan yaitu Onderafdeeling Labuhan Batu. Oleh karena itu, di wilayah ini transportasi air maih
memegang peranan melalui pintu gerbang Pelabuhan Labuhan Bilik.
3.3.1.1. Transportasi Air
Untuk mendukung perekonomian di wilayah Labuhan Batu khususnya wilayah kerajaan Panai, Bilah dan Kota Pinang, Pemerintah Kolonial Belanda pada awalnya
membangun sebuah pelabuhan sederhana tempat pendaratan kapal di pinggiran sungai Barumun di Hulu Sungai Panai yang kemudian lebih dikenal dengan nama Kampung
Universitas Sumatera Utara
Labuhan Batu. Sulitnya akses kapal ke wilayah ini karena sungai yang kecil menyebabkan pelabuhan ini tidak lama bertahan. Oleh karena itu, pihak kolonial kemudian memindahkan
sarana pendaratan kapal ke Labuhan Bilik dengan membangun pelabuhan yang jauh lebih besar dibanding dengan pelabuhan yang ada di Kampung Labuhan Batu. Pemindahan ini
lebih disebabkan letak Labuhan Bilik yang lebih strategis yang berada di Sungai Panai dengan sungai yang lebih besar dan dalam yang dapat dilayari oleh kapal-kapal yang lebih
besar. Selain itu letak Sungai Panai yang merupakan pertemuan dari dua sungai yaitu Sungai Barumun dan Sungai Bilah juga sebagai faktor pendukung pemindahan itu.
Kapan pemindahan itu dilakukan secara pasti tidak ditemukan data yang valid. Waktu pemindahan ini dapat diperkirakan pada akhir abad ke-19 seiring dipindahkannya pusat
pemerintahan Afdeeling Labuhan Batu dari Kampung Labuhan Batu ke Labuhan Bilik pada tahun 1894. Pelabuhan ini difungsikan sebagai pelabuhan ekspor-impor dari dan ke wilayah
Labuhan Batu khususnya wilayah yang berada di pinggiran Sungai Barumun dan Sungai Bilah. Pelabuhan ini akhirnya berkembang dengan pesat sebagai salah satu pelabuhan
tradisional terbesar di Sumatera Timur.
3.3.1.2. Transportasi Darat
Pembangunan jalan darat pada masa Kolonial Belanda dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu Cultuurswegen jalan perkebunan, Landschapswegen jalan pemerintah dan
Ondernemingswegen jalan perusahaan. Pembangunan jalan ini tidak hanya dilakukan oleh pihak Pemerintah Kolonial Belanda, melainkan juga dilakukan oleh pihak perkebunan demi
kelancaran aktivitas perkebunannya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Untuk Cultuurswegen pada tahun 1924 sudah terdapat jalan yang menghubungkan kota Medan sampai Rantauprapat. Selain itu, pada tahun ini juga sudah tercatat adanya jalan
raya di Kota Labuhan Bilik sepanjang 2,9 KM. Pembangunan jalan dalam kategori landschapswegen di Labuhan Batu pada tahun
1925 tercatat sebagai berikut. a.
Jalan dari Kampung Mesjid ke Kampung Djawi-djawi sepanjang 16 KM. b.
Jalan dari Marbau ke Milano sepanjang 6 KM. c.
Jalan dari Rantauprapat ke Kota Pinang sepanjang 60 KM. d.
Jalan dari Sennah Rubber Ondernemingen ke Negeri Lama sepanjang 4 KM. e.
Jalan dari Biyawak ke Pangkatan sepanjang 12 KM. f.
Jalan dari Marbau ke Masihi sepanjang 15 KM. g.
Jalan dari Negeri Lama ke Labuhan Bilik sepanjang 32 KM. h.
Jalan dari Labuhan Bilik ke Sungai Berombang sepanjang 12 KM. i.
Jalan dari Kampung Mesjid ke Tanjung Mangedar sepanjang 12 KM. Jadi pada tahun ini sudah terhubung jalan dari Rantauprapat ke Kota Pinang dan
Rantauprapat ke Labuhan Bilik melalui Negeri Lama. Selain itu, Kolonial Belanda juga membangun jalur kereta api. Pada tahun 1928
Kolonial Belanda mengeluarkan Surat Keputusan pada tanggal 4 November 1928 untuk pembangunan jalur kereta api dari Membang Muda ke Rantauprapat melalui Milano. Jalur
kereta api Membang Muda-Milano diresmikan pada tanggal 1 Januari 1931 dan jalur Milano- Rantauprapat diresmikan pada tanggal 19 Agustus 1937.
39
39
Indera, “Pertumbuhan dan Perkembangan Deli Spoorweg Matschappij, 1883-1940”, tesis S-2, belum diterbitkan, Universitas Indonesia, 1996, hlm. Lampiran.
Universitas Sumatera Utara
3.3.2. Perdagangan