Pajak LABUHAN BILIK SEBELUM PENETRASI BELANDA

Hukuman mati berlaku bagi kejahatan-kejahatan berat walaupun hal ini ditentang oleh beberapa haji, namun tidak dihiraukan. Hukuman mati dilaksanakan dalam bentuk pemenggalan kepala. Denda berupa pembayaran sejumlah uang juga ditemukan bahkan sering memberatkan bagi kaum kalangan bawah. Kekejaman-kekejaman para hakim terlihat dari ketimpangan pemberian hukuman antara kaum bangsawan, kalangan menengah dan bawah. Kalangan bawah sering menerima hukuman yang berat dan tidak setimpal jika dibandingkan dengan hukuman yang diberikan kepada kaum kalangan menengah dan kaum bangsawan. Hal ini menyebabkan banyaknya kasus melarikan diri. Pemburuan buronan itu dilakukan bahkan diiringi dengan iming-iming hadiah. Sementara itu, sumpah hanya dianggap sebagai permainan belaka dan bukan merupakan suatu kekuatan untuk pembenaran.

2.8. Pajak

Pemungutan pajak dilakukan dalam wilayah yurisdiksi kerajaan. Pajak barang yang keluar masuk dari wilayah yursidiksi itu besarnya ditetapkan oleh tarif yang telah ditentukan oleh pihak kerajaan. Ketetapan itu mengatur barang-barang yang kena pajak dan besarnya untuk setiap komoditas. Untuk linen dan tembakau impor, pajak dikutip langsung oleh pihak kerajaan. Sementara itu, untuk pajak perdagangan garam dan hasil hutan dilaksanakan oleh kepala suku. Untuk pengumpulan hasil hutan, dikenakan biaya 10-20. Orang asing yang tinggal dan belum menikahi penduduk setempat dikenakan pajak pribadi baik khusus untuk raja maupun untuk kepala lainnya untuk kepentingan umum. Orang asing itu juga dikenakan lagi pajak jika membuat jamban, memanggil penduduk untuk kepentingan pribadi dan sejenisnya. Untuk hal-hal lain belum ada peraturan yang telah ditetapkan secara pasti. Universitas Sumatera Utara

BAB III LABUHAN BILIK PADA MASA KOLONIAL 1862-1939

Penetrasi Belanda atas wilayah Sumatera Timur sudah terjadi sejak akhir tahun 1830- an sebagai rentetan dari Perang Padri. Namun, pada tahun 1839 Belanda menarik pasukannya dari wilayah ini atas perintah menteri jajahan J. C. Baud. 25 Penetrasi Belanda atas wilayah Sumatera Timur baru sungguh-sungguh terjadi di akhir tahun 1850-an yang ditandai dengan ditandatanganinya perjanjian Pemerintahan Kolonial Belanda dengan Kerajaan Siak yang lebih dikenal dengan Traktat Siak pada tanggal 1 Februari 1858. Dalam perjanjian itu pada bagian dua dinyatakan bahwa Siak dan daerah-daerah taklukannnya 26 Membahas perkembangan Labuhan Bilik atau Kerajaan Panai pada masa kolonial perlu memperhatikan beberapa hal yaitu, pertama periodesasi. Terjadi dua buah periode yang termasuk Panai tunduk terhadap Kolonial Belanda. Setelah Traktat Siak, Pemerintah Kolonial Belanda kemudian melanjutkan penandatanganan kontrak dengan kerajaan-kerajaan yang ada di daerah Sumatera Timur sebagai lanjutan dari Traktat Siak tersebut. Pertama kali Belanda mendatangi Kerajaan Panai yang berada di Labuhan Bilik. Berdasar pada traktat Siak kemudian Belanda dengan mudah mengadakan perjanjian dengan Kerajaan Panai pada tahun 1862. Surat Perjanjian ini kemudian diubahdiperbaiki dengan kontrak pada tahun 1875, 1889 dan 1890. Jadi, Kerajaan Panai secara de facto berada di bawah pendudukan Kolonial Belanda Sejak Tahun 1862. 25 K. J. Pelzer, Toean Keboen dan Petani : Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria, terj. J. Rumbo, Jakarta: Sinar Harapan, 1985, hlm. 24-25 26 Daerah-daerah taklukan Siak dalam traktat ini disebut pada Pasal 2 dalam traktat tersebut. Kontrak met Siak Srie Indrapoera, Koleksi Kontrak Belanda dengan Kerajaan Pribumi Sumatra, ANRI. Universitas Sumatera Utara