bawah perintah dari controleur. Untuk masalah pajak dan pendapatan negara juga di kelola oleh controleur melalui masing-masing departemen yang dibentuk.
3.2. Penduduk
Catatan untuk jumlah penduduk pada masa Kolonial Belanda untuk wilayah Labuhan Batu dicatat oleh controleur pertama Labuhan Batu yaitu J. C. F. Vigelius pada tahun 1866
yang menyebutkan bahwa Penduduk untuk Kerajaan Panai berkisar 5.000-6.000 orang. Sementara itu kerajaan Kota Pinang berkisar 8.000 orang dan kerajaan Bilah berkisar 7.000
orang
36
. Selanjutnya pada tahun 1930, Pemerintah Kolonial Belanda mengadakan Sensus Penduduk untuk seluruh wilayah Hindia Belanda. Hasil sensus penduduk ini juga dilaporkan
oleh Controleur Labuhan Batu H. H. Morison pada laporan serah terima jabatannya pada tahun 1933. Dalam laporan ini disebutkan bahwa penduduk kota Labuhan Bilik pada tahun
1931 berjumlah 1.348 orang
37
. Berikut ini adalah tabel jumlah penduduk untuk wilayah Labuhan Batu dari masing-masing distrik yang ada di Onderafdeeling labuhan Batu.
36
J. C. F. Vigelius, “Memorie van Overgave van het Bestuur over Afdeeling Panei en Bila”, dalam Tijdschrift voor Indische Taal, Land, en Volkenkunde van Bataviasch Genootschap, jilid XVII, 1866.
37
ANRI, Memorie van Overgave Contreleur Labuhan Batu H. H. Morison, 1933, hlm. Bijlangen II.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1 Jumlah Penduduk Onderafdeeling Labuhan Batu pada Tahun 1931
No Daerah
Jumlah
1. Distrik Panai Tengah
8.695 2.
Distrik Panai Hilir 4.047
Total Landschap Panai 12.742
3. Distrik Bilah Hilir
7.757 4.
Distrik Marbau 5.007
5. Distrik Bilah Hulu
7.033 6.
Distrik Raja IX-X 5.905
Total Landschap Bilah 25.702
7. Distrik Kota Pinang
7.729 8.
Distrik Langga Payung 5.327
9. Distrik Kampung Raja
1.822
Total Landschap Kota Pinang 14.878
10. Distrik Kualuh Hulu
13.537 11.
Distrik Kualuh Hilir 10.975
12. Distrik Aer Natas
5.699
Total Landschap Kualuh 30.211
Total Ondertafdeling Labuhan Batu 83.533
Sumber: MvO Controleur H. H. Morison, 1933, Bijlangen II
Dari data di atas dapat dilihat peningkatan data jumlah penduduk pada masa Kolonial Belanda. Berdasarkan catatan J. C. F. Vigelius pada tahun 1866 yang mencatat jumlah
penduduk di tiga kerajaan Panai, Bilah dan Kota Pinang yang diperkirakan berjumlah 20.000 orang. Sementara itu, berdasarkan tabel di atas, jumlah penduduk dari tiga kerajaan
itu adalah berjumlah 53.322 yang berarti meningkat lebih kurang 33.000 jiwa. Dengan demikian angka pertumbuhan penduduk di tiga wilayah ini dari tahun 1866-1931 adalah 2,54
Universitas Sumatera Utara
per tahun. Tabel penduduk dari tiap-tiap kampung pada masing-masing distrik di Labuhan Batu dapat dilihat pada lampiran IV.
Pada tahun 1933 tercatat data penduduk asli pribumi untuk Landschap Panai sejumlah 12.975, Landschap Bilah 25.824, Landschap Kota Pinang sejumlah 19.278 dan
Landschap Kualuh sejumlah 23.774
38
Pada periode pertama sebelum perkembanganperluasan perkebunan Pemerintahan Kolonial Belanda sebenarnya tidak berbuat banyak terhadap infrastruktur di wilayah
Labuhan Batu. Hal ini dapat dimaklumi mengingat kepentingan akan hal itu bukanlah kepentingan yang mendesak atau menjanjikan. Namun, setelah perkembangan perkebunan di
wilayah ini, barulah kemudian Belanda mulai membangun infrastruktur terutama untuk kepentingan kelancaran pemerintahan dan kepentingan pihak perkebunan. Pemerintah
Kolonial Belanda mulai membangun infrastruktur di wilayah Labuhan Batu terutama di Kota Labuhan Bilik sebagai pusat pemerintahan. Letak Labuhan Bilik yang strategis menjadikan
alasan bagi pihak Belanda untuk menjadikannya sebagai pusat pemerintahan sekaligus sebagai pusat perekonomian yang membuat perkembangan wilayah ini menjadi satu kota
yang diperhitungkan. Untuk itu pihak kolonial membangun sarana infrastruktur di antaranya transportasi, perdagangan, industri dan pertanian serta sarana pemerintahan. Jadi,
. Terdapat perbedaan data yang mencolok untuk Landschap Kualuh di mana terdapat selisih yang lebih kurang 6.400-an. Tidak diketahui
secara pasti data yang mana yang lebih valid. Hal ini dapat dimaklumi dan kemungkinan besar adanya error data.
3.3. Infrastruktur