BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Klasifikasi Jalan Raya
2.1.1. Umum
Jalan merupakan bagian dari sistem transportasi nasional yang memiliki peranan penting terutama dalam mendukung kegiatan dalam bidang
ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan. Jalan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan
pemerataan pembangunan antar daerah, membentuk dan memperkokoh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional,
serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional.
Menurut Klasifikasi dan fungsinya jalan dibagi menjadi 3 yaitu : 1.
Jalan Arteri Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien
2. Jalan Kolektor
Jalan yang melayani angkutan pengumpulpembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan
jumlah jalan masuk dibatasi.
3. Jalan Lokal
Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan
masuk tidak dibatasi. Dalam hubungan perencanaan geometrik jalan ke tiga
golongan jalan tersebut dibagi dalam kelas-kelas lalu lintas yang sangat diharapkan akan ada pada jalan tersebut.
2.1.2. Definisi, singkatan dan istilah.
1. Jalur rencana adalah salah satu jalur lalu lintas dari suatu sistim jalan
raya, yang menampung lalu lintas terbesar. Umumnya jalur rencana adalah salah satu jalur dari jalan raya dua jalur tepi luar dari jalan raya
berlajur banyak. 2.
Umur Rencana UR adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak jalan tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat atau
dianggap perlu untuk diberi lapis permukaan yang baru. 3.
Indeks Permukaan IP adalah suatu angka yang dipergunakan untuk menyatakan kerataankehalusan serta kekokohan permukaan jalan yang
bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu litas yang lewat. 4.
Lalu Lintas Harian Rata-rata LHR adalah jumlah rata-rata lalu lintas kendaraan beroda 4 atau lebih yang di catat selama 24 jam sehari untuk
kedua jurusan. 5.
Angkah Ekivalen E dari suatu beban sumbu kendaraan adalah angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan
oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standart sumbu
tunggal seberat 8,16 ton 18.000 lb. 6.
Lintas Ekivalen Permulaan LEP adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton 18.000 lb pada jalur
rencana yang diduga terjadi pada awal umur pertama. 7.
Lintas Ekivalen Akhir LEA adalah jumlah lintas ekivalen harian rata- rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton 18.000 lb pada jalur rencana
yang diduga terjadi pada akhir umur rencana. 8.
Lintas Ekivalen Tengah LET adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton 18.000 lb pada jalur
rencana yang diduga terjadi pada pertengahan umur rencana. 9.
Lintas Ekivalen Rencana LER adalah suatu besaran yang dipakai dalam nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan jumlah
lintas ekivalen sumbu tunggal seberat 8,16 ton 18.000 lb pada jalur rencana.
10. Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan galian
atau perrmukaan tanah timbunan, yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainya
11. Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara
lapis pondasi dan tanah dasar
12. Lapis pondasi adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis
permukaan dengan lapis pondasi bawah atau dengan tanah dasar bila tidak menggunakan lapis pondasi bawah.
13. Lapis Permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas.
14. Daya Dukung Tanah Dasar DDT adalah suatu skala yang dipakai
dalam nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan kekuatan tanah dasar.
15. Faktor Regional FR adalah factor setempat, menyangkut keadaan
lapangan dan iklim, yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan, daya dukung tanah dasar dan perkerasan.
16. Index Tebal Perkerasan ITP adalah suatu angka yang berhubungan
dengan penentuan tebal perkerasan.
2.1.3. Menurut kelas jalan