52
menasehati ini tepat karena pengendara mobil tidak mengetahui bila bannya bocor, sebaliknya tidak akan tepat bila pengendara mobil sudah menetahui bannya
bocor. Hal ini mengingatkan pengendara baik roda dua maupun roda empat agar lebih waspada sebelum bepergian untuk mengecek kondisi kendaraan.
4.3.1.3 Tindak Ilokusi Komisif
Tindak Ilokusi Komisif adalah tindak ujar yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam ujarannya. Jadi, erat kaitannya
dengan suatu tindakan di masa depan, seperti berjanji, bersumpah, mengancam, menawarkan. Contoh tindak ilokusi komisif berikut ini,
4 Selalu saja ada taktik nyleneh baru orang jualan bakso. Seperti misalnya di desa Giwangretno, kecamatan Sruweng, Pak Yono, pemilik warung bakso
“Gila” membuat variasi bakso yang harganya disesuaikan. Semakin besar ukuran, semakin mahal harganya. Ada bakso Rp 5.000, Rp 7.000, Rp 10.000,
Rp 12.000 dan Rp 30.000 per porsi. Dan yang paling “Gila” dijual seharga Rp 300.000 berukuran sebesar kalapa. Selain punya kios, pak Yono juga
menjajakan baksonya dengan mobil.
Teks 4 di atas menggambarkan seorang pedagang bakso yang menjajakan dagangannya dengan membuat variasi warung bakso, baksonya pun
bemacam-macam ukuran sesuai dengan harganya. Hal ini mampu mempersuasi pembaca agar segera mencoba yang sesuai dengan kantongnya. Bagi pecinta
kuliner informasi ini akan menambah referensi kuliner di setia daerah.
4.3.1.4 Tindak Ilokusi Deklaratif
Tindak ilokusi deklaratif merupakan bentuk tutur yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataan, misalnya berpasrah, memecat, membabtis, memberi
nama, mengangkat, mengucilkan dan menghukum. Saya ada tamu famili dari
53
Purbalingga. Mereka mampir dari rumah temannya yang sedang tasyukuran aqiqah bayi perempuannya. Karena lahirnya tengah malam saatnya orang tidur,
bayi tersebut diberi nama Naumi dari kata Minannaum bahasa Arab yang artinya tidur.
5 Pemilik warung makan kelas bawah banyak yang memilih memberi nama warungnya secara sederhana. Ada yang memberi nama Gelis Wareg dan lain-
lain.di jalan Karet, Tangerang, Banten, ada warung makan Tegal warteg memasang tulisan terbaca begini: “Full Jengkol’.
Teks 5 pemilik warung makan yang memberi nama pada warung makannya yang terletak di kota Tegal dengan memasang tulisan full jengkol yang
artinya menu masakannya serba jengkol namun diolah dengan berbagai macam masakan. Diharapkan akan mempersuasi pembaca agar segera mencobanya dan
bagi penggila jengkol informasi ini sangat membantu agar segera datang dan menikmati jengkol yang diolah dengan berbagai rasa.
4.3.1.5 Tindak Ilokusi Ekspresif
Tindak Ilokusi Ekspresif adalah bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan atau menunjukan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan,
misalnya saja berterima kasih thanking, memberi selamat congratulation, meminta maaf pardoning, menyalahkan blaming, memuji praising, dan
berbelasungkawa condoling. 6 INDONESIA kalah telak 0-10 lawan Bahrain dalam penyisihan Pra Piala
Dunia 2014. Tenang Itu belum apa-apa jika dibanding pertandingan resmi lain yang juga diakui FIFA. Pada tahun 2000 Kuwait pernah mengalahkan
Bhutan 20-0. Masih ada lagi pada tahun 2001 Australia mengalahkan Samoa 31-0. Meski demikian, kita malu juga kan?
54
Teks 6 seorang sporter Indonesia saat berlaga di lapangan hijau yang jagoannya harus kalah dalam pertandingan sepak bola tersebut. Teks 6 termasuk
dalam tindak ilokusi ekspresif “menyalahkan” karena teks tersebut berisi suatu pernyataan bahwa sporter kecewa karena Indonesia selalu kalah dalam
pertandingan. Untuk menegaskan kelima tindak ilokusi di atas, hampir seluruhnya
menggunakan gaya bahasa yang oleh Keraf 1984 diartikan sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa
dan kepribadian penulis. Beberapa gaya bahasa yang dipakai antara lain gaya bahasa personifikasi, metafora, sinedoke. Gaya bahasa hiperbola dipakai untuk
melebih-lebihkan sesuatu tujuannya agar membaca semakin tertarik dan mau mencari tahu informasi tersebut. Gaya personifikasi dipakai untuk
memperlihatkan bahwa manfaat sebuah benda yang namanya mirip hewan mampu memenuhi kebutuhan pemakainya. Gaya sinedoke dipakai untuk
menghemat pemakaian kata, sekaligus membuat pembaca mudah mengingatnya. Beberapa gaya bahasa yang dipakai teks Sungguh-Sungguh Terjadi, antara lain:
gaya bahasa kiasan seperti pada teks 1 pada ungkapan “fenomena crop circle” menegaskan bahwa crop circle terjadi di Sleman yang berkembang menjadi model
baru rambut saat itu. Gaya bahasa hiperbola merupakan gaya bahasa yang terdapat pada teks
Sungguh-Sungguh Terjadi. Ungkapan dengan gaya bahasa ini memang berlebihan tetapi bisa menghipnotis orang untuk mencobanya. Gaya bahasa ini digunakan
pada teks 26 menunjukkan sesuatu yang mengagumkan yang mencengangkan
55
dan luar biasa. Dimana-mana menjual pernik imlek, ini suatu yang berlebihan tetapi begitulah cara menarik perhatian. Ungkapan disambut dengan cuaca
ekstrem, memperlihatkan seperti hujan badai dan langit gelap gulita, dengan adanya pernyataan ini maka akan lebih memahami suasana imlek yang
sesungguhnya. Gaya bahasa personifikasi memperlihatkan benda mati bisa beraktivitas
seperti manusia. Contoh ungkapan pada teks 19 “pak, mau pinjam celeng” dengan ungkapan tersebut mau menggambarkan bahwa alat angkut material
beroda satu di daerah bantul dinamakan celeng. Celeng merupakan hewan sehingga tidak semua orang mengerti dan memahami nama alat tersebut.
Gaya bahasa alitersi merupakan gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama yang berfungsi untuk penekanan. Gaya bahasa ini ada pada
teks 1 pada ungkapan “ benar-benar meriah” ungkapan tersebut menggambarkan suasana yang begitu ramai dipadati banyak orang. Contoh ungkapan lain yaitu “
cara dan alat macam-macam” ungkapan tersebut menyebutkan dengan berbagai macam cara dan alat yang digunakan untuk mendapatkan apem tersebut.
Gaya bahasa prolepsis mempergunakan lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa yang sebenarnya terjadi. Gaya bahasa ini ada pada
teks 2 dan teks 7, teks tersebut berisi suatu rangkaian peristiwa yang menggambarkan pada kota masing-masing berada. Teks 2 pada intinya hanya
tenaga medis saja yang boleh mengangkat korban karena tenaga medis memiliki keahlian dalam menangani korban kecelakaan. Teks 7 pada intinya mau
56
menceritakan bahwa bannya bocor, namun penulis menceritakan lengkap kronologi seluruhnya.
Gaya bahasa sinedoke semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan
sebagian. Gaya bahasa ini ditemukan pada teks 3, 5, 9, 12, 16, 17. Teks 3 ungkapan “ hasilnya pasti 111” ungkapan tersebut menyatakan jumlah dari
tahun kelahiran ditambah dengan dua digit terakhir tahun kelahiran hasilnya mencapai angka 111. Pada tahun 2011 banyak angka 1 yang menghiasi disetiap
bulannya sehingga angka 1 menjadi angka yang unik. Teks 5 ungkapan “ hanya 28-4-4=28 hari, enak ya” menyatakan bahwa hari kerja efektif totalnya hanya 18
hari. Teks 9 ungkapan “murah meriah dan uenak tenan” menggambarkan bahwa soto dan sate rumputnya sangat relatif murah, bersahabat dengan kantong namun
harga yang demikian murah tersebut tidak sesuai dengan jumlah porsi, karena ada barang ada uang. Teks 12 ungkapan “maka kita tunggu saja jawabannya”
ungkapan tersebut menggambarkan bahwa memang benar harga bensin dan mie ayam dari masa ke masa mengalami perubahan harga yang setara. Sudah terbukti
saat ini harga bensin mengalami perubahan harga menjadi Rp 6.500,00 mie ayam juga berubah menjadi Rp 6.500,00. Teks 16 ungkapan “ternyata jumlah
hitungannya ada 23.535 kayuhan” menyatakan bahwa dari Bantul sampai kampus UNY mengayuh sepeda dan hasilnya 23.535 kayuhan. Teks 17 ungkapan “full
jengkol” ungkapan tersebut menyatakan bahwa di warungnya hanya menjual masakan jengkol, semuanya serba jengkol namun diolah dengan bermacam olahan
57
masakan, agar sesuai dengan selera pembeli. Selain jengkol tidak tersedia di warung ini.
Gaya bahasa hipalase ditemukan pada teks 4, 6, 13 ungkapan “model anyar” pada teks 4 menyatakan bahwa crop circle mendadak menjadi
tren rambut baru akibat adanya fenomena crop circle di daerah Sleman. Teks 6 ungkapan “jual rumah mayat berbagai ukuran bergaransi” ungkapan tersebut
menerangkan bahwa di daerah Tirtonadi itu banyak menjual kijing atau terbelo dengan bermacam ukuran dan bergaransi. Bukan rumah untuk mayat seperti
rumah tinggal. Teks 13 “warung bakso gila” menerangkan bahwa warungnya tidak gila namun untuk menyatakan bahwa bakso yang berukuran kepala itu bisa
disebut gila karena tidak lazim dan ukurannya terlalu besar untuk disantap sendirian.
Gaya bahasa epitet ditemukan pada teks 8, 20, 21 untuk menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal, teks 8 “di SMP
N 3 Purworejo” menegaskan bahwa di sekolah tersebut memiliki ciri khas pada saat pergantian jam pelajaran akan berkumandang lagu daerah, lagu perjuangan,
lagu dolanan. Belum tentu di sekolah lain ditemukan kebiasaan seperti itu. teks 20 ungkapan “ternyata cabai rawit punya nama berbeda-beda di banyak daerah”
menegaskan bahwa di masing-masing daerah memiliki nama khas pada suatu hal untuk memberi tanda satu dengan yang lain. Apabila ditemui barang atau benda
yang sama persis hanya nama atau cara menyebutnya saja yang berbeda namun fungsi, rasa tetap sama jika cabai itu pedas. Teks 21 “profesor cukuer”
menegaskan bahwa jasa salon memberikan servis yang bagus karena nama
58
profesor adalah untuk orang yang benar-benar memiliki keahlian khusus pada bidangnya khususnya dalam bidang pendidikan. Jasa cukur ini hanya memberi
nama untuk memberi tanda agar berbeda dengan salon lainnya. Gaya bahasa metonimia ditemukan pada teks 10, 18, 22. Teks 10
menyatakan suatu hal bahwa sebenarnya ingin memberikan informasi kuliner bakso dengan nama yang berbeda pada masing-masing daerah. Bakso tersebut
tentunya memiliki ciri khas pada sajiannya itu. pedagang memberikan nama warung baksonya pasti dengan maksud dan tujuan yang jelas. Teks 18 hampir
sama dengan teks 10 namun teks ini berisi suatu pernyataan tentang pusat kegiatan, pada intinya pusat kegiatan untuk memenuhi kebutuhan suatu hal dalam
kehidupan sehari-hari. Teks 22 perubahan nama pada sebuah bus karena bus sebelumnya sering kali kecelakaan menelan korban, sebuah nama adalah sebuah
doa dan harapan sehingga sering mensugesti pikiran seseorang sehingga nama bus itu berubah menjadi sumber selamat agar senantiasa diberi keselamatan.
Gaya bahasa litotes pada teks 11 ungkapan “merakyat” menerangkan bahwa masakan ikan laut rebus itu dimasak dengan bumbu yang sederhana,
sekalipun sederhana pastinya akan terasa mahal apapun ikannya. Ini diharapkan agar para wisatawan mau singgah ke gubugnya untuk membeli masakan blekecek
tersebut. Gaya bahasa erotesis ditemukan pada teks 14, 25, teks 14 ungkapan
“koran, koraaaan, siapa lagi yang tidak mau beli” ungkapan ini tidak membutuhkan jawaban dari siapapun, menyatakan bahwa penjual koran yang
pasrah karena korannya tidak laku. Teks 25 “kok bisa ya dua kali kena lemparan
59
batu” ungkapan tersebut juga tidak memerlukan jawaban, karena tidak bisa disalahkan juga bahwa tempat duduk penumpang sangat dekat dengan kaca
jendela. Gaya bahasa silepsis pada teks 15 ungkapan “tahun ini lolos dari
traktiran kan?” menerangkan bahwa 29 Februari ditemui 4 tahun sekali, hanya bisa mengalami ulang tahun 4 tahun sekali. Gaya bahasa sinisme pada teks 23
ungkapan “meski demikian kita malu juga kan?” menyindir bahwa walau negara lain pernah kalah dalam pertandingan sepak bola dengan skor yang tertinggal jauh
dan lebih parah dari Indonesia, namun kekalahan itu tetap membuat malu Indonesia apapun dan bagaimana kondisinya. Kalah ya tetap kalah, Indonesia
tidak bisa diandalkan. Gaya bahasa metafora pada teks 26 membandingkan dua hal secara
langsung ada pada ungkapan “ kue” dan “keranjang” maksudnya kue keranjang bukan berarti bentuknya seperti keranjang namun pembuatan kue tersebut
disimpan dalam keranjang bambu yang disimpan dalam waktu yang cukup lama agar kue tersebut mampu bertahan lama. Gaya bahasa antonomasia ada pada teks
27 ungkapan “mugi-mugi panjenengan tansah dipun paringi sugeng rahayu” menyatakan bahwa pengemis mendoakan agar sang dermawan akan diberikan
selamat sampai tujuan. Gaya bahasa asonasi ada pada teks 28”dimaki-maki” menegaskan bahwa ungkapan tersebut menjelaskan sesuatu hal untuk menegaskan
bahwa sopir taksi sangat marah karena penumpang tidak menutup kembali pintunya setelah keluar dari taksi yang ditumpanginya.
60
Penggunaan gaya bahasa ini sangat tergantung target pembacanya. Gaya bahasa yang dipilih harus efektif dalam penyampaian pesan-pesan penjualan dan
harus membantu mengarahkan imajinasi ke alam realitas yang dapat diterima oleh pembaca Agustrijanto, 2002:83. Penggunaan berbagai ragam bahasa ini harus
diarahkan ke perilaku membeli, menggunakan, atau beralih ke produk yang disampaikan.
4.3.2 Perlokusi dalam teks Sungguh-Sungguh Terjadi