Analisis keberlanjutan praktik pertanian organik di kalangan petani kasus Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah
ANALISIS KEBERLANJUTAN PRAKTIK PERTANIAN ORGANIK
DI KALANGAN PETANI
(Kasus: Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah)
AERO WIDIARTA
I34063414
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
(2)
ABSTRACT
AERO WIDIARTA. THE SUSTAINABILITY ANALYSIS OF ORGANIC
FARMING PRACTICE AMONG FARMERS. Case: Ketapang Village, Susukan Subregency, Semarang Regency, Central Java. (Supervised by SOERYO
ADIWIBOWO andWIDODO).
The objectives of this research are: (1) to analyze the influence of organic farming practice to the economic sustainability of farmers; (2) to compare the complexity level of organic farming practice and conventional farming practice based on farmer’s perception; and (3) to investigate causal factors regarding why organic farming practice is not widely adopted by farmers. This research was conducted by using quantitative approach at Ketapang Village, Susukan Subregency, Semarang Regency, Central Java on November-December 2010. The number of respondents in this research was 79 people from the total population target of farmers. The selected respondents determined through stratified random sampling and simple random sampling technique afterwards. The respondents were devided into two groups: experimental group (organic farmers) and control group (conventional farmers).
The kinds of data in this research were: primary quantitative data which collected by spreading questionnaire to the respondents; secondary data from Al-Barokah’s document; and also supported with primary qualitative data which gathered from in depth interview technique. The data were analyzed by using Paired Samples T-test and Kolmogorov-Smirnov Test, supported with SPSS Program for Windows Version 17.0. The results of this research show that organic farming practice has significant positive influence to the economic sustainability of farmers. Nevertheless, organic farming practice is considered more complex or difficult significantly than conventional farming practice based on control group’s perception. Conversely, the fact above doesn’t valid for experimental group. There are several causal factors regarding why organic farming practice is not widely adopted by farmers, such as: pragmatic mindset of farmers in viewing organic farming practice and ecological sustainability; farmers are not satisfied if they only use organic fertilizers for rice that make its leaf green color become less visible; organic farming practice doesn’t ensure pest-free; the use of organic fertilizer is more difficult than synthetic fertilizer; and a large part of farmers have inadequate supply of manures. Socio-economic characteristic of farmers consisting of: education level, agricultural land ownership status, and livestock ownership are also revealed as influential factors to the organic farming decision process.
(3)
RINGKASAN
AERO WIDIARTA. ANALISIS KEBERLANJUTAN PRAKTIK PERTANIAN
ORGANIK DI KALANGAN PETANI. Kasus: Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah. (Di bawah bimbingan
SOERYO ADIWIBOWO dan WIDODO).
Pertanian organik merupakan suatu sistem usahatani yang memanfaatkan sumber daya alam organik secara alami, bijaksana dan holistik, sebagai “input dalam” pertanian tanpa “input luar” tinggi kimiawi untuk memenuhi kebutuhan manusia khususnya pangan. Pertanian organik dikembangkan sesuai budaya lokal setempat, sehingga mampu menjamin keseimbangan aspek lingkungan, ekonomi, sosial budaya, serta mendorong terwujudnya fair trade bagi petani secara berkelanjutan. Gerakan organik melalui pertanian organik telah lama diinisiasi oleh berbagai pihak di level internasional, sebagai salah satu wujud perlawanan dari pembangunan pertanian yang berorientasi pada pertumbuhan dan sering disebut sebagai “Revolusi Hijau”. Gerakan organik kemudian berkembang menjadi sebuah filosofi yang diimplementasikan dalam sistem pertanian secara holistik, sehingga muncullah istilah pertanian organik sebagai sebuah alternatif sistem pertanian yang berkelanjutan.
Perkembangan pertanian organik cukup pesat di dunia bahkan praktik pertanian ini sudah diadopsi di Indonesia. Perkembangan pertanian organik di Indonesia banyak didukung oleh kalangan aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), ilmuwan, hingga pemerintah melalui programnya “Go Organic 2010”. Banyak ilmuwan yang sudah membuktikan manfaat pertanian organik, baik dilihat dari aspek ekonomi, ekologi, maupun sosial budaya. Praktik pertanian organik dinyatakan oleh banyak kalangan mampu menjamin keberlanjutan ekonomi, ekologi, dan keadilan sosial. Namun, ironisnya praktik pertanian organik di Indonesia belum berkembang cukup pesat yang terlihat dari data-data statistik tentang luas lahan pertanian organik dan jumlah produsen pertanian organik yang relatif sangat rendah dibandingkan negara-negara lain. Padahal, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi salah satu produsen organik terbesar di dunia. Realita yang menunjukkan bahwa sangat sedikit petani
(4)
yang mengadopsi praktik pertanian organik inilah yang kemudian menjadi sebuah pertanyaan besar, apakah pertanian organik memiliki keberlanjutan pada masa yang akan datang di kalangan petani, atau hanya merupakan sebuah retorika. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu analisis keberlanjutan praktik pertanian organik di kalangan petani.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis keberlanjutan praktik pertanian organik di kalangan petani dengan menguji pengaruh praktik pertanian organik terhadap keberlanjutan ekonomi petani; membandingkan tingkat kompleksitas praktik pertanian organik dan konvensional menurut persepsi petani, serta mengidentifikasi kendala atau faktor penyebab kurang berkembangnya praktik pertanian organik di kalangan petani. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif melalui metode survey eksperimen di Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah pada bulan November sampai Desember 2010. Unit analisis penelitian ini adalah individu. Jenis data yang dikumpulkan adalah data kuantitatif dan kualitatif, baik berupa data primer maupun sekunder. Data kuantitatif dikumpulkan melalui teknik pengisian kuesioner oleh para responden penelitian, sedangkan data kualitatif dikumpulkan melalui teknik wawancara mendalam dengan informan dan beberapa responden penelitian. Jumlah responden penelitian ini ditentukan melalui perhitungan rumus Slovin dan didapatkan 79 orang petani yang dijadikan sebagai responden penelitian dari total populasi petani sebanyak 372 orang di Paguyuban Petani Al-Barokah (populasi sasaran).
Responden penelitian terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen (petani organik) dan kelompok kontrol (petani konvensional) dengan jumlah masing-masing: 14 orang dan 65 orang. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara acak distratifikasi (stratified random sampling) karena populasi tidak homogen, lalu responden dipilih melalui teknik simple random sampling (pemilihan acak sederhana). Data-data kuantitatif primer diolah dengan menggunakan program Microsoft Excell 2007 dan SPSS 17 for Windows. Data-data tersebut kemudian dianalisis secara statistik melalui uji Paired Samples T-test untuk mengetahui pengaruh praktik pertanian organik terhadap keberlanjutan ekonomi petani. Selain itu, data-data kuantitatif primer juga
(5)
v
dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui perbandingan tingkat kompleksitas praktik pertanian organik dan konvensional menurut persepsi petani. Data kualitatif hasil wawancara mendalam, dianalisis secara kualitatif untuk dideskripsikan dalam laporan penelitian (skripsi).
Berdasarkan hasil perhitungan uji Paired Samples T-test yang membandingkan keuntungan rata-rata usahatani sebelum dan sesudah organik, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi tersebut kurang dari 0,05 yang berarti, praktik pertanian organik berpengaruh secara signifikan terhadap keberlanjutan ekonomi petani. Pengaruh tersebut bersifat positif karena nilai rataan (mean) keuntungan usahatani sesudah organik lebih besar daripada nilai mean keuntungan usahatani sebelum organik yang diuji pada kelompok eksperimen. Selain itu, berdasarkan analisis finansial usahatani, didapatkan nilai B/C Rasio sebesar 1,7 pada usahatani sesudah organik dan 0,9 pada usahatani sebelum organik. Nilai B/C rasio tersebut membuktikan bahwa usahatani organik layak secara ekonomi, sedangkan usahatani sebelum organik (konvensional) tidak layak secara ekonomi karena nilai B/C Rasionya kurang dari 1. Dengan demikian, hipotesis pertama dari penelitian ini yang menyatakan bahwa praktik pertanian organik diduga berpengaruh positif secara signifikan terhadap keberlanjutan ekonomi petani terbukti benar dan diterima.
Hasil analisis kompleksitas praktik pertanian organik dan konvensional menurut persepsi kelompok petani organik, menunjukkan bahwa tingkat kompleksitas praktik pertanian organik tidak berbeda secara signifikan dengan tingkat kompleksitas praktik pertanian konvensional. Hal ini berdasarkan nilai signifikansi variabel praktik pertanian yang diuji, mayoritas lebih besar dari 0,05 dan berarti, hipotesis kedua dari penelitian ini yang menyatakan bahwa tingkat kompleksitas praktik pertanian organik diduga lebih tinggi secara signifikan daripada praktik pertanian konvensional menurut persepsi petani, tidak terbukti dan ditolak untuk kelompok eksperimen. Sementara itu, nilai signifikansi tingkat kompleksitas semua variabel praktik pertanian yang diuji pada kelompok kontrol, adalah 0,000 dan nilai ini lebih kecil dari 0,05. Selain itu, nilai mean tingkat kompleksitas semua variabel praktik pertanian organik lebih tinggi daripada praktik pertanian konvensional. Berdasarkan indikator-indikator tersebut, maka
(6)
hipotesis kedua dari penelitian ini, yaitu: tingkat kompleksitas praktik pertanian organik diduga lebih tinggi secara signifikan daripada praktik pertanian konvensional menurut persepsi petani, terbukti benar dan diterima untuk kelompok kontrol.
Hipotesis pengarah penelitian yang menyatakan: praktik pertanian organik tidak banyak diadopsi oleh para petani karena diduga memiliki tingkat kompleksitas yang lebih tinggi dibandingkan praktik pertanian konvensional dan dipengaruhi oleh karakteristik sosial ekonomi petani, juga terbukti benar berdasarkan hasil penelitian ini. Meskipun demikian, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan petani tidak banyak mengadopsi praktik pertanian organik di Desa Ketapang, antara lain: (1) pola pikir petani yang masih pragmatis terhadap praktik pertanian organik dan rendahnya kesadaran para petani terhadap kelestarian lingkungan; (2) petani tidak puas jika hanya menggunakan pupuk organik karena warna hijau daun tanaman padi kurang terlihat; (3) praktik pertanian organik tidak menjamin bebas hama; (4) penggunaan pupuk organik lebih sulit daripada pupuk kimia sintetik; (5) sebagian petani tidak memiliki pasokan pupuk kandang; (6) banyak petani di Desa Ketapang yang berstatus sebagai buruh tani, sehingga mereka harus mengejar target hasil panen dari petani pemilik lahan; (7) sumber air irigasi jauh dari lahan pertanian dan kemungkinan besar sudah tercemar oleh bahan kimia sintetik dari lahan pertanian konvensional di sekitarnya; (8) tingkat produktivitas pertanian organik lebih rendah daripada pertanian konvensional, sehingga jumlah hasil panen kurang memuaskan khususnya pada masa-masa awal bertani organik. Keberlanjutan praktik pertanian organik di kalangan petani khususnya petani di Desa Ketapang, masih rendah berdasarkan tingkat adaptasinya (adaptable), sehingga tidak banyak petani yang mengadopsi praktik pertanian organik. Hal ini terlihat dari hasil analisis kompleksitas praktik pertanian organik dan konvensional menurut persepsi petani yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya.
(7)
ANALISIS KEBERLANJUTAN PRAKTIK PERTANIAN ORGANIK
DI KALANGAN PETANI
(Kasus : Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah)
AERO WIDIARTA
Skripsi
Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
(8)
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh: Nama : Aero Widiarta
NRP : I34063414
Departemen : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Judul Skripsi : Analisis Keberlanjutan Praktik Pertanian Organik di Kalangan Petani (Kasus: Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah) dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS Dr. Ir. Widodo NIP. 19550630 198103 1 003 NIP. 19591115 198503 1 003
Mengetahui,
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003
(9)
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS KEBERLANJUTAN PRAKTIK PERTANIAN ORGANIK DI KALANGAN PETANI (KASUS: DESA KETAPANG, KECAMATAN SUSUKAN, KABUPATEN SEMARANG, PROPINSI JAWA TENGAH)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Maret 2011
Aero Widiarta I34063414
(10)
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Probolinggo pada tanggal 17 September 1987 sebagai anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Sarwiyono dan Ibu Nuniek Kartikowati. Penulis menyelesaikan pendidikannya di TK Dharma Wanita Gresik pada tahun 1993, SDN Manyarejo pada tahun 1993-1999, SLTPN 1 Gresik pada tahun 1999-2002, dan SMAN 1 Gresik pada tahun 2002-2005. Setelah lulus dari jenjang pendidikan SMA, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Pertanian di Universitas Udhayana, Bali pada tahun 2005. Pada tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan pada tahun kedua di IPB, penulis memilih Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) dengan program minor Kewirausahaan Agribisnis pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi, antara lain: fasilitator Dormitory English Community IPB (2006-2007), anggota Divisi Konservasi Reptil dan Amfibi Uni Konservasi Fauna IPB (2006-2007), bendahara Departemen Eksternal International Association of Students in Agricultural and Related Sciences (IAAS) Local Committee (LC) IPB (2007-2008), wakil ketua Divisi Pengembangan Masyarakat Samisaena IPB ((2007-2008), anggota Divisi Produksi Agrifarma IPB (2008), ketua panitia Communication and Community Development Expo (2009), manajer Divisi Jurnalistik Himasiera IPB (2009), Koordinator Volunteer for Climate Justice (2010), anggota Control Council Local Committee (CCLC) IAAS LC IPB (2011), dan lain-lain. Selain itu, penulis pernah menjadi Asisten Dosen Mata Kuliah Sosiologi Umum pada tahun ajaran 2008/2009 dan 2009/2010 serta Komunikasi Bisnis pada tahun ajaran 2008/2009.
Beberapa prestasi yang pernah diraih oleh penulis, antara lain: lulusan terbaik dan pelajar teladan SDN Manyarejo (1999), juara 2 lomba diba’ dan puitisasi se- Kabupaten Gresik (2002), kandidat Chapter AFS Surabaya Year Program 2004-2005, kandidat nasional Mext Program Jepang (2004), pembaca
(11)
xi
berita bahasa Jawa terbaik se- SMAN 1 Gresik, grand finalis Cak Gresik (Duta Wisata Gresik) tahun 2004, juara 3 lomba presenter se- IPB tahun 2006, juara 1 lomba teater se- IPB tahun 2008, semifinalis Bayer Young Environmental Envoy Indonesia (2008), student paper presenter IASS (The 1st International Agricultural Students Symposium) di Universiti Putra Malaysia (2009), delegasi mahasiswa IPB untuk MYC (Miracle Youth Conference) di AIESEC LC Universiti Putra Malaysia (2009), student paper presenter Go Organic Symposium
di Bangkok, Thailand (2009), dan lain-lain. Selain itu, penulis juga aktif menjadi presenter, moderator, pembicara, dan pengisi hiburan di beberapa acara, baik di dalam maupun di luar kampus IPB.
(12)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Keberlanjutan Praktik Pertanian Organik di Kalangan Petani (Kasus: Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah)” dengan baik.
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selain itu, skripsi ini bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana keberlanjutan praktik pertanian organik di kalangan petani yang dilihat berdasarkan aspek ekonomi dan tingkat kompleksitas praktik pertanian organik menurut petani. Skripsi ini dapat digunakan sebagai referensi penelitian selanjutnya terkait pertanian organik.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang ikut membantu penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini. Tak ada gading yang tak retak, demikian pula dengan skripsi ini. Penulis sadar bahwa skripsi ini belumlah sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat dan menambah pengetahuan bagi para pembaca secara umum, akademisi, dan aktivis pertanian organik yang memiliki visi mengembangkan pertanian organik di Indonesia.
Bogor, Maret 2011
(13)
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Keberlanjutan Praktik Pertanian Organik di Kalangan Petani (Kasus: Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah)” ini berhasil diselesaikan. Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung, antara lain:
1) Bapak Sarwiyono dan Ibu Nuniek Kartikowati sebagai orang tua yang senantiasa memberikan kasih sayang, doa, semangat, dan dukungan kepada penulis, baik secara materi maupun non materi.
2) Kakak tercinta, Adhi Tyan Wijaya beserta istri, Naimatus Sholichah yang selalu memberikan dorongan dan saran kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
3) Om Darnoko yang telah membantu penulis selama proses pra penelitian. 4) Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS dan Dr. Ir. Widodo atas kesabarannya dalam
membimbing penulis mulai dari awal penyusunan proposal penelitian hingga skripsi ini selesai.
5) Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS.DEA selaku dosen penguji utama dalam sidang skripsi.
6) Ir. Hadiyanto, M.Si selaku dosen penguji perwakilan departemen dalam sidang skripsi.
7) Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS yang telah membuat jadwal sidang skripsi secara paksa kepada penulis, sehingga penulis termotivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
8) Dr. Ir. Henny Mayrowani, M.Sc yang telah memberikan pandangan kepada penulis mengenai kriteria pertanian organik.
9) Mas Ayip dari lembaga KRKP (Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan) yang telah membantu penulis mencari lokasi penelitian yang tepat.
(14)
10) Mbak Nunung dari lembaga AOI (Aliansi Organis Indonesia) yang telah memberikan rekomendasi kontak rekan-rekannya dan pinjaman beberapa literatur kepada penulis terkait dengan pertanian organik.
11) Mas Andreas dari lembaga ELSPAT yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk berdiskusi dengan penulis.
12) Pak Ndindin, dan Kang Erik atas kesediaannya memberikan informasi kepada penulis mengenai perkembangan pertanian organik di Desa Cibatok,meskipun pada akhirnya penulis tidak melakukan penelitian di desa tersebut.
13) Pak Mustofa atas bimbingan dan data-data yang diberikan kepada penulis selama penelitian di Desa Ketapang.
14) Pak Muslikh Ma’sum sekeluarga yang telah berkenan mengizinkan penulis untuk tinggal dan makan seperti keluarga sendiri di rumah beliau selama penelitian di Desa Ketapang. Semoga Allah SWT membalas kebaikan Bapak sekeluarga.
15) Semua petani yang tergabung dalam Paguyuban Petani Al-Barokah atas informasi, keramahan, dan jamuan yang diberikan kepada penulis selama penelitian.
16) Mbak Maria, Mbak Icha, Mbak Dini, Bu Susi yang sering direpotkan oleh penulis terkait administrasi dan kesekretariatan.
17) Sahabat-sahabatku tercinta, seperti: Aliyatur Ropiah, Dedi Mulyana, Elhaq, Rinaldi, Yuli, Nova, Maulani, Dewi, Windarti, Ifah, Asri, Wulan, Ani, Isma, Ogi, dan Bedhil yang selalu memberikan semangat, dorongan, saran, dan bantuan teknis dalam pengerjaan skripsi ini.
18) Teman-teman seperjuangan mahasiswa Departemen SKPM 43 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kebersamaan, perhatian, dan keceriaannya selama ini, sehingga hidup tidak terasa membosankan bagi penulis.
19) Rekan-rekan kerja di organisasi IAAS LC IPB atas kebersamaan dan suasana hangat yang diberikan selama ini, sehingga penulis tidak merasa sendirian. 20) Serta semua pihak yang ikut membantu terselesaikannya skripsi ini.
(15)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...xv
DAFTAR TABEL ... xviii
DAFTAR GAMBAR ... xxi
DAFTAR LAMPIRAN ... xxii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4.Kegunaan Penelitian ... 5
1.4.1. Kegunaan Teoretis ... 5
1.4.2. Kegunaan Praktis ... 5
BAB II PENDEKATAN TEORETIS ...7
2.1. Tinjauan Pustaka ... 7
2.1.1. Konsep dan Definisi Pertanian Organik ... 7
2.1.2. Prinsip-prinsip Pertanian Organik ... 10
2.1.3. Pertanian Organik Versus Pertanian Berkelanjutan ... 11
2.1.4. Praktik Pertanian Organik di Indonesia ... 13
2.1.5. Pengertian Keberlanjutan Ekologi ... 17
2.1.6. Pengertian Keberlanjutan Ekonomi ... 18
2.1.7. Pengaruh Praktik Pertanian Organik terhadap Keberlanjutan Ekologi dan Ekonomi Petani ... 20
2.1.7.1. Keberlanjutan Ekologi ... 20
2.1.7.2. Keberlanjutan Ekonomi ... 23
2.1.8. Perkembangan dan Kondisi Pertanian Organik di Indonesia ... 26
2.1.9. Proses Pengambilan Keputusan Inovasi ... 31
2.2. Kerangka Pemikiran ... 32
2.3. Hipotesis Penelitian ... 35
2.3.1. Hipotesis Uji ... 35
2.3.2. Hipotesis Pengarah ... 36
2.4. Definisi Operasional ... 36
BAB III PENDEKATAN LAPANGAN ...39
3.1. Metode Penelitian ... 39
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 40
3.4. Teknik Pengambilan Responden dan Informan... 40
3.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 42
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...44
(16)
4.1.1. Kondisi Geografis ... 44
4.1.2. Kondisi Kependudukan dan Kehidupan Beragama ... 45
4.1.3. Tingkat Pendidikan Penduduk ... 46
4.1.4. Mata Pencaharian Penduduk ... 46
4.1.5. Ketersediaan Fasilitas Umum ... 47
4.2. Profil Paguyuban Petani Al-Barokah ... 51
4.2.1. Visi dan Misi ... 53
4.2.2. Tujuan Strategis ... 54
4.2.3. Tujuan Operasional ... 54
4.2.4. Program Kerja Utama ... 55
4.2.5. Kegiatan-kegiatan yang Telah Dilaksanakan ... 58
4.2.5.1. Kegiatan Fisik ... 58
4.2.5.2. Kegiatan Ekonomi ... 59
4.2.6. Produk Unggulan ... 60
4.3. Karakteristik Responden Penelitian... 61
4.3.1. Jenis Kelamin ... 61
4.3.2. Tingkat Pendidikan ... 62
4.3.3. Umur ... 63
4.3.4. Jenis Mata Pencaharian Selain Bertani ... 65
4.3.5. Status Petani dan Jumlah Anggota Keluarga ... 66
4.3.6. Kepemilikan Hewan Ternak ... 68
4.3.7. Penggunaan Hasil Panen ... 69
4.3.8. Jenis Tanaman yang Dibudidayakan Selain Padi ... 70
BAB V PENGARUH PRAKTIK PERTANIAN ORGANIK TERHADAP KEBERLANJUTAN EKONOMI PETANI ... 72
5.1. Analisis Tingkat Input dan Output Usahatani Organik dan Konvensional ... 72
5.2. Analisis Finansial Usahatani Organik dan Konvensional ... 79
5.3. Analisis Akses Pasar Usahatani Organik dan Konvensional ... 87
5.4. Pengaruh Praktik Pertanian Organik terhadap Keberlanjutan Ekonomi Petani ... 89
BAB VI ANALISIS KOMPLEKSITAS PRAKTIK PERTANIAN ORGANIK DAN KONVENSIONAL MENURUT PERSEPSI PETANI ... 92
6.1. Analisis Kompleksitas Praktik Pertanian Organik dan Konvensional menurut Persepsi Kelompok Petani Organik (Responden Eksperimen)... 96
6.2. Analisis Kompleksitas Praktik Pertanian Organik dan Konvensional menurut Persepsi Kelompok Petani Konvensional (Responden Kontrol) ... 100
BAB VII ANALISIS KEBERLANJUTAN PRAKTIK PERTANIAN ORGANIK DI KALANGAN PETANI ...105
(17)
xvii
BAB VIII PENUTUP ...113
8.1. Kesimpulan ... 113
8.2. Saran ... 116
DAFTAR PUSTAKA ...119
(18)
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
Tabel 1. Perbandingan Anatomi Konsep Pertanian Organik dan Konvensional .. 9 Tabel 2. Perbandingan Ekonomi, Sosial serta Kesehatan Pertanian Organik
dan Konvensional ... 10 Tabel 3. Luas Area Pertanian Organik Menurut Region, Tahun 2007 ...28 Tabel 4. Daftar Negara dengan Luas Area Pertanian Organik Terbesar
di Asia, Tahun 2007... 28 Tabel 5. Definisi Operasional untuk Analisis Pengaruh Praktik Pertanian
Organik (Variabel X) terhadap Keberlanjutan Ekonomi Petani
(Variabel Y) ... 37 Tabel 6. Definisi Operasional untuk Analisis Tingkat kompleksitas Praktik
Pertanian Organik (Variabel X) Menurut Persepsi Petani ...38 Tabel 7. Jumlah Populasi dan Responden Penelitian ...42 Tabel 8. Luas dan Persentase Lahan Desa Ketapang Berdasarkan
Penggunaannya, Tahun 2007 ... 44 Tabel 9. Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Ketapang Berdasarkan
Kelompok Umur, Tahun 2007 ... 45 Tabel 10. Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Ketapang Berdasarkan
Tingkat Pendidikan, Tahun 2007... 46 Tabel 11. Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Ketapang Berdasarkan Mata
Pencaharian, Tahun 2007 ... 47 Tabel 12. Ketersediaan Fasilitas Umum Bidang Transportasi Darat Desa
Ketapang, Tahun 2007 ... 48 Tabel 13. Ketersediaan Fasilitas Umum Bidang Komunikasi Desa Ketapang,
Tahun 2007 ... 48 Tabel 14. Ketersediaan Prasarana Air Bersih Desa Ketapang, Tahun 2007 ...49
(19)
xix
Tabel 15. Ketersediaan Fasilitas Umum Bidang Peribadatan Desa Ketapang, Tahun 2007 ... 49 Tabel 16. Ketersediaan Fasilitas Umum Bidang Olahraga Desa Ketapang,
Tahun 2007 ... 49 Tabel 17. Ketersediaan Fasilitas Umum Bidang Kesehatan Desa Ketapang,
Tahun 2007 ... 50 Tabel 18. Ketersediaan Fasilitas Umum Bidang Pendidikan Desa Ketapang,
Tahun 2007 ... 50 Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden Penelitian Berdasarkan Jenis
Kelamin di Desa Ketapang, Tahun 2010 ... 62 Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden Penelitian Berdasarkan Tingkat
Pendidikan di Desa Ketapang, Tahun 2010 ... 63 Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden Penelitian Berdasarkan
Kelompok Umur di Desa Ketapang, Tahun 2010 ... 65 Tabel 22. Jumlah dan Persentase Responden Penelitian Berdasarkan Mata
Pencaharian selain Bertani di Desa Ketapang, Tahun 2010 ... 66 Tabel 23. Jumlah dan Persentase Responden Penelitian Berdasarkan Status
Petani di Desa Ketapang, Tahun 2010... 67 Tabel 24. Jumlah dan Persentase Responden Penelitian Berdasarkan Jenis
Kepemilikan Hewan Ternak di Desa Ketapang, Tahun 2010 ... 69 Tabel 25. Jumlah dan Persentase Responden Penelitian Berdasarkan
Penggunaan Hasil Panen di Desa Ketapang, Tahun 2010 ... 70 Tabel 26. Jumlah dan Persentase Responden Penelitian Berdasarkan Jenis
Tanaman yang Dibudidayakan selain Padi di Desa Ketapang, Tahun 2010 ... 71 Tabel 27. Perbandingan Input dan Output Usahatani Organik dan
Konvensional per 0,24 ha per Musim menurut Kelompok Petani Organik dan Konvensional, Desa Ketapang, Jawa Tengah, Tahun 2010 ... 73 Tabel 28. Perbandingan Input dan Output Usahatani Organik dan
Konvensional per 0,24 ha per Musim menurut Kelompok Petani Organik, Desa Ketapang, Jawa Tengah, Tahun 2010 ... 74
(20)
Tabel 29. Perbandingan Analisis Biaya, Penerimaan dan Keuntungan Rata-rata Usahatani Organik dan Konvensional per 0,24 ha per Musim menurut Kelompok Petani Organik dan Konvensional, Desa Ketapang, Jawa Tengah, Tahun 2010 ... 81 Tabel 30. Perbandingan Analisis Biaya, Penerimaan dan Keuntungan
Rata-rata Usahatani Sebelum dan Sesudah Organik per 0,24 ha per Musim menurut Kelompok Petani Organik dan Konvensional, Desa Ketapang, Jawa Tengah, Tahun 2010 ... 81 Tabel 31. Daftar Harga Jual Padi Organik dan Konvensional menurut
Bentuk Padi di Desa Ketapang, Tahun 2010 ... 84 Tabel 32. Nilai Signifikansi Tingkat Kompleksitas Masing-masing
Variabel Praktik Pertanian menurut Kelompok Petani Organik, Desa Ketapang, Jawa Tengah, Tahun 2010 ... 97 Tabel 33. Nilai Signifikansi Tingkat Kompleksitas Masing-masing Variabel
Praktik Pertanian menurut Kelompok Petani Konvensional, Desa
(21)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Analisis Keberlanjutan Praktik Pertanian
Organik di Kalangan Petani ... 33 Gambar 2. Perbandingan Nilai Rataan (Mean) Tingkat Kompleksitas
Variabel Praktik Pertanian Organik dan Konvensional menurut Persepsi Kelompok Petani Organik, Desa Ketapang, Jawa Tengah, Tahun 2010 ... 96 Gambar 3. Perbandingan Nilai Rataan (Mean) Tingkat Kompleksitas
Variabel Praktik Pertanian Organik dan Konvensional menurut Persepsi Kelompok Petani Konvensional, Desa Ketapang, Jawa
(22)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Teks
Lampiran 1. Hasil Uji Paired SamplesT-test Pengaruh Praktik Pertanian
Organik terhadap Keberlanjutan Ekonomi Petani... 122 Lampiran 2. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Analisis Kompleksitas Praktik
Pertanian Organik dan Konvensional menurut Persepsi Kelompok Petani Organik, Desa Ketapang, Jawa Tengah, Tahun 2010 ... 123 Lampiran 3. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Analisis Kompleksitas Praktik
Pertanian Organik dan Konvensional menurut Persepsi Kelompok Petani Konvensional, Desa Ketapang, Jawa Tengah, Tahun 2010 ... 125 Lampiran 4. Kerangka Sampling Penelitian ...127 Lampiran 5. Daftar Nama Responden Penelitian...137
(23)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertanian organik dipahami sebagai suatu sistem produksi pertanaman yang berazaskan daur ulang hara secara hayati (Sutanto, 2002). Menurut CAC (1999)1, pertanian organik merupakan keseluruhan sistem pengelolaan produksi yang mendorong dan mengembangkan kesehatan agro ekosistem, termasuk keanekaragaman hayati, siklus biologis dan aktivitas biologis tanah. Pertanian ini menekankan pada praktik-praktik pengelolaan yang mengutamakan penggunaan input off-farm dan memperhitungkan kondisi regional sistem yang disesuaikan secara lokal. Pertanian organik merupakan salah satu metode produksi yang ramah lingkungan, sehingga dapat menjamin keberlanjutan ekologi, sesuai dengan filosofi “kembali ke alam” atau “selaras dengan alam”.
Pertanian organik pada mulanya merupakan sebuah gerakan yang dipopulerkan di Uni Eropa, sebagai wujud perlawanan dari pembangunan pertanian yang berorientasi pada pertumbuhan atau produktivitas yang sering disebut sebagai “Revolusi Hijau”. Sistem pertanian organik berusaha memperbaiki dampak negatif dari “Revolusi Hijau” dengan berpijak pada kesuburan tanah sebagai kunci keberhasilan produksi yang memperhatikan kemampuan alami dari tanah, tanaman, dan hewan untuk menghasilkan kualitas yang baik bagi hasil pertanian maupun lingkungan. Gerakan organik kemudian berkembang menjadi sebuah filosofi yang diimplementasikan dalam sistem pertanian secara holistik, sehingga muncullah istilah pertanian organik sebagai sebuah alternatif sistem pertanian yang berkelanjutan.
Perkembangan pertanian organik di Indonesia dimulai pada awal 1980-an yang ditandai dengan bertambahnya luas lahan pertanian organik, dan jumlah produsen organik Indonesia dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Statistik Pertanian Organik Indonesia (SPOI) yang diterbitkan oleh Aliansi Organis Indonesia (AOI) tahun 2009, diketahui bahwa luas total area pertanian organik di
1
Definisi berdasarkan CODEX Alimentarius Commission (CAC) yang dikutip dari
(24)
Indonesia tahun 2009 adalah 231.687,11 ha. Luas area tersebut meliputi luas lahan yang tersertifikasi, yaitu 97.351,60 ha (42 persen dari total luas area pertanian organik di Indonesia) dan luas lahan yang masih dalam proses sertifikasi (pilot project AOI), yaitu 132.764,85 ha (57 persen dari total luas area pertanian organik di Indonesia). Luas total area pertanian organik tahun 2008 jauh lebih besar daripada tahun 2009, yaitu sekitar 235.078,16 ha. Sementara itu, total jumlah pelaku pertanian organik yang tercatat pada tahun 2009 adalah 12.101 produsen yang terdiri dari: 9.628 produsen tersertifikasi, sedangkan sisanya adalah 2.383 produsen non sertifikasi, 80 produsen dalam proses sertifikasi, dan 10 produsen PAMOR (Penjaminan Mutu Organis Indonesia yang merupakan salah satu bentuk sistem sertifikasi partisipasi).
Perkembangan pertanian organik ternyata juga diikuti oleh perkembangan
trend atau gaya hidup organik masyarakat yang mensyaratkan konsumsi produk-produk organik. Hal ini kemudian mendorong isu sertifikasi sebagai jaminan atas dipraktikkannya pertanian organik yang menjadi sebuah pembicaraan hangat dari tahun 2003. Semakin terbukanya pasar organik, ternyata masih belum membuat Indonesia cukup mampu menjadi produsen utama produk organik di dunia jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya, seperti: India, Amerika Serikat, dan Argentina. Padahal, Indonesia sebagai negara agraris sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi produsen organik di level internasional. Sementara itu, jumlah pelaku pertanian organik di Indonesia yang telah tersertifikasi relatif sedikit, demikian pula dengan jumlah total area pertanian organik di Indonesia yang masih perlu ditingkatkan lagi.
Rendahnya jumlah produsen dan luas lahan organik di Indonesia khususnya di kalangan petani, ternyata tidak hanya sekedar isapan jempol yang dilaporkan dalam data-data statistik, tetapi juga diperkuat oleh bukti nyata di lapangan yang didapatkan oleh penulis selama survey pra penelitian. Berdasarkan survey lapang pada bulan Juni hingga Juli 2010 di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor, diketahui bahwa jumlah petani organik di setiap desa yang dikunjungi, seperti: Desa Cibatok, Desa Cibereum Situleutik, Kelurahan Situgede, Kelurahan Mulyaharja, dan Kelurahan Sukaharja, sangat sedikit dibandingkan petani konvensional. Jumlah tersebut hanya berkisar antara tiga sampai tiga belas orang
(25)
3
petani organik per desa. Sedangkan jumlah petani konvensional, relatif lebih banyak dibandingkan petani organik, yaitu lebih dari dua puluh orang petani per desanya meskipun belum ada laporan statistik secara resmi di tiap desa mengenai hal ini. Realita tersebut sangat ironis atau bertolak belakang dengan teori pertanian organik yang dikemukakan oleh para ahli. Banyak referensi atau teori yang menyatakan bahwa pertanian organik berpengaruh positif terhadap keberlanjutan ekologi, dan ekonomi petani. Namun, pada kenyataannya masih banyak petani yang belum menjalankan praktik pertanian organik dan cenderung mempertahankan praktik pertanian konvensional. Perbedaan nyata antara teori dengan realita praktik pertanian organik di kalangan petani inilah kemudian menimbulkan pertanyaan besar yang penting untuk diteliti lebih lanjut.
Analisis keberlanjutan praktik pertanian organik di kalangan petani kemudian menjadi salah satu hal yang dapat dilakukan untuk menjawab fenomena di atas. Keberlanjutan praktik pertanian organik di kalangan petani memang perlu dipertanyakan karena masih sedikitnya jumlah petani organik di Indonesia. Analisis keberlanjutan praktik pertanian organik, dapat dilihat dari aspek ekonomi, tingkat kompleksitas praktik budidayanya, dan alasan petani mengapa mereka belum menerapkan praktik pertanian organik secara luas, sehingga pertanian organik belum begitu berkembang di kalangan mereka. Analisis tersebut sangat memungkinkan dilakukan pada komunitas petani organik yang telah menjalankan praktik pertanian organik lebih dari tiga tahun di suatu desa, seperti Desa Ketapang, lalu membandingkannya dengan praktik pertanian konvensional di kalangan petani konvensional pada lokasi yang sama. Analisis keberlanjutan praktik pertanian organik di kalangan petani, menjadi penting untuk diteliti karena jika tidak segera diteliti, maka fenomena pertanian organik yang belum berkembang di kalangan petani Indonesia, akan terus menjadi pertanyaan besar yang tidak akan terjawab. Selain itu, ketersediaan data atau laporan penelitian mengenai pertanian organik di Indonesia masih kurang, sehingga dapat menghambat perkembangan informasi seputar pertanian organik khususnya di kalangan petani.
(26)
1.2. Perumusan Masalah
Perkembangan pertanian organik di Indonesia selain diindikasikan oleh data statistik, juga didukung oleh kebijakan pemerintah dan gerakan-gerakan organik dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), khususnya yang berhubungan dengan sistem sertifikasi. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari AOI, Indonesia termasuk negara yang sedang dalam proses penyusunan kebijakan. Pada praktiknya, telah dilakukan langkah-langkah penyusunan kebijakan untuk mendukung perkembangan pertanian organik di Indonesia. Di tingkat nasional, pemerintah telah membuat kebijakan yang ditujukan untuk menumbuhkan, memfasilitasi, mengarahkan, dan mengatur perkembangan pertanian organik (Sulaeman, 2006). Departemen Pertanian telah mencanangkan pertanian organik dengan slogan “Go Organic 2010”.
Tahun 2010 merupakan titik puncak agenda nasional “Go Organic 2010”
yang dicanangkan sejak tahun 2000 oleh Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Lalu, bagaimanakah capaian program “Go Organic 2010”? Menurut laporan SPOI (2009), program “Go Organic 2010” belum mencapai sasaran dan tahapan yang diharapkan. Meskipun demikian, OKPO (Otoritas Kompeten Pangan Organik) sudah melakukan berbagai upaya dalam mendukung pengembangan pangan organik di Indonesia. Salah satu catatan kritis yang dikemukakan dalam SPOI (2009) pada poin nomor empat terkait dengan “Go Organic 2010” adalah ‘capaian lemah di aspek sosialisasi, penguatan sumberdaya manusia, pembangunan infrastruktur dan kelembagaan serta dukungan informasi dan promosi pasar’.Berdasarkan informasi tersebut, terlihat bahwa permasalahan di aspek sosialisasi dan dukungan informasi pertanian organik masih menjadi kendala utama. Oleh karena itu, dukungan yang kuat, baik dari pemerintah maupun stakeholders dalam penyediaan informasi, khususnya laporan penelitian mengenai mengapa pertanian organik belum berkembang di kalangan petani Indonesia sangat dibutuhkan, sehingga selanjutnya dapat menjadi bahan pertimbangan untuk proses pengambilan kebijakan pembangunan pertanian.
Berdasarkan kondisi perkembangan dan permasalahan pertanian organik di Indonesia yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, maka penelitian ini berfokus pada analisis keberlanjutan praktik pertanian organik di aras petani lokal,
(27)
5
sebagai pembuktian dari salah satu pernyataan Rosenow, Soltysiak, dan Verschuur (1996), yaitu: pertanian organik berdasarkan sifat-sifat dan metodenya, mampu berkontribusi terhadap keseimbangan sosial, ekonomi, dan ekologi dengan memperhatikan budaya lokal setempat. Dengan demikian, perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1) Bagaimana pengaruh praktik pertanian organik terhadap keberlanjutan ekonomi petani?
2) Seberapa tinggi tingkat kompleksitas praktik pertanian organik dibandingkan dengan pertanian konvensional menurut petani?
3) Mengapa praktik pertanian organik tidak banyak diadopsi oleh petani?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1) Mengetahui pengaruh praktik pertanian organik terhadap keberlanjutan ekonomi petani.
2) Menganalisis tingkat kompleksitas praktik pertanian organik dibandingkan dengan pertanian konvensional menurut petani.
3) Menjelaskan faktor-faktor penyebab praktik pertanian organik tidak banyak diadopsi oleh petani.
1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu ekologi manusia, khususnya perkembangan praktik pertanian organik di Indonesia beserta analisis keberlanjutannya di kalangan petani. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu menjawab kendala perkembangan pertanian organik di Indonesia, serta sebagai referensi atau rujukan pemikiran bagi peneliti yang akan melakukan penelitian tentang pertanian organik lebih lanjut.
1.4.2. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi beberapa kalangan yang ingin mengembangkan pertanian organik di Indonesia, antara lain:
(28)
1) Bagi kalangan pemerintahan, hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber infomasi yang bermanfaat dalam proses sosialisasi pertanian organik kepada petani di Indonesia, dan juga sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan arah kebijakan pembangunan pertanian pada masa yang akan datang.
2) Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan mampu mendorong berkembangnya penelitian pertanian organik lebih lanjut karena masih sangat sedikitnya laporan penelitian mengenai pertanian organik khususnya di bidang sosial.
3) Bagi kalangan aktivis yang berkecimpung dalam LSM, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu pelengkap data mengenai analisis keberlanjutan praktik pertanian organik di kalangan petani, sehingga dapat dijadikan sebagai referensi kampanye, sosialisasi atau bahan diskusi yang bermanfaat. 4) Bagi masyarakat dan pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah informasi dan pengetahuan, serta dapat membuka pikiran mereka mengenai fenomena praktik pertanian organik di Indonesia yang masih membutuhkan partisipasi atau usaha pengembangan lebih lanjut dari masyarakat, khususnya kalangan petani.
(29)
BAB II
PENDEKATAN TEORETIS
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Konsep dan Definisi Pertanian Organik
Sutanto (2002) menyatakan bahwa pertanian organik dipahami sebagai suatu sistem produksi pertanaman yang berazaskan daur ulang hara secara hayati. Sutanto selanjutnya dalam bukunya menyatakan:
‘Pakar pertanian barat menyebutkan bahwa sistem pertanian organik merupakan “hukum pengembalian (law of return)” yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan pada tanaman. Filosofi yang melandasi pertanian organik adalah mengembangkan prinsip-prinsip memberi makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk tanaman (feeding the soil that feeds the plants), dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman.’
Kegunaan budidaya organik pada dasarnya ialah membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya kimiawi atau yang seringkali disebut sebagai pertanian konvensional. Meskipun sistem pertanian organik dengan segala aspeknya jelas memberikan keuntungan banyak kepada pembangunan pertanian rakyat dan penjagaan lingkungan hidup, termasuk konservasi sumber daya lahan, namun penerapannya tidak mudah dan akan menghadapi banyak kendala. Faktor-faktor kebijakan umum dan sosio-politik sangat menentukan arah pengembangan sistem pertanian sebagai unsur pengembangan ekonomi (Notohadiprawiro, 1992 dalam Sutanto, 2002). Sistem pertanian organik mengajak manusia kembali ke alam, sambil tetap meningkatkan produktivitas hasil tani melalui perbaikan kualitas tanah dengan tidak memakai atau mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia. Pertanian organik menghargai kedaulatan dan otonomi petani berdasarkan nilai-nilai lokal.
Rosenow, Soltysiak, dan Verschuur (1996) menyatakan pertanian organik dalam versi lain, yaitu merupakan sistem pertanian yang mempromosikan aspek
(30)
lingkungan, sosial, ekonomi, dengan memproduksi pangan dan serat. Sistem ini memperhatikan kesuburan tanah sebagai dasar kapasitas produksi dan sifat alami tanaman, hewan, biofisik, landskap, sehingga mampu mengoptimalkan kualitas semua faktor-faktor yang saling terintegrasi atau tergantung tersebut. Pertanian organik menekankan praktik rotasi tanaman, daur ulang limbah-limbah organik secara alami tanpa input kimia. Tingkat persediaan optimal bahan-bahan organik tersebut dibutuhkan untuk mencapai siklus nutrisi unsur hara dalam tanah. Oleh karena itu, pertanian organik bisa dikatakan sebagai dasar produksi hasil pertanian, dasar untuk peternakan hewan, dasar untuk keseimbangan ekologi secara alami.
Berdasarkan beberapa konsep dan definisi pertanian organik yang telah dijelaskan di atas, maka secara umum penulis dapat menyimpulkan bahwa pertanian organik merupakan suatu sistem usahatani yang mengelola sumber daya alam secara bijaksana dan holistik untuk memenuhi kebutuhan manusia khususnya pangan, dengan memanfaatkan bahan-bahan organik secara alami sebagai “input dalam” pertanian tanpa “input luar” tinggi yang bersifat kimiawi, dan dikembangkan sesuai budaya lokal setempat, sehingga mampu menjaga keseimbangan aspek lingkungan, ekonomi, sosial budaya, serta mendorong terwujudnya fair trade bagi petani secara berkelanjutan. Filosofi Pertanian organik adalah siklus kehidupan menurut hukum alam, kembali ke alam, selaras dengan alam, melayani alam secara ikhlas, utuh, holistik, sehingga alam pun akan memberikan hasil produksi pertanian yang maksimal kepada manusia. Jadi, hubungan ini bersifat timbal balik.
Terdapat perbedaan yang mencolok antara pertanian organik dan konvensional, baik secara anatomi maupun ekonomi. Perbedaan antara pertanian organik dan konvensional secara anatomi,dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini:
(31)
9
Tabel 1. Perbandingan Anatomi Konsep Pertanian Organik dan Konvensional
Uraian Pertanian Organik Pertanian Konvensional
Perlakuan Pra produksi sampai Pasca produksi
Dilakukan secara tradisional tanpa menggunakan alat-alat mekanisasi yang dapat merusak kesuburan tanah.
Menggunakan alat-alat semi sampai full mekanis dalam setiap tahap pekerjaan.
Bibit Berasal dari varietas bibit-bibit lokal. Berasal dari bibit unggul, hibrida, dan transgenik (transformasi gen). Pola tanam
Ditanam secara tumpangsari, pergiliran tanaman, dan sebagainya (mix
cropping).
Monokultur (satu jenis tanaman pada satu hampar lahan). Pengairan Sederhana dan berkelanjutan
Mekanis, sehingga mempercepat pengurasan air yang tersedia pada lahan.
Bentuk fisik
tanaman Kokoh, tidak mengandung banyak air.
Lemah, mengandung banyak air, sehingga mudah diserang hama dan penyakit.
Umur tanaman Panjang Pendek
Pertumbuhan Agak lambat, karena tumbuh secara
alami. Cepat tumbuh
Resistensi
hama penyakit Tahan hama dan penyakit.
Mudah diserang hama dan penyakit.
Pemupukan
Menggunakan bahan-bahan kimia organis (asli dan mudah terurai secara alami).
Kimia non-organis (sintetis, sehingga sulit terurai dan menimbulkan timbunan senyawa baru yang merusak keseimbangan biokhemis tanah).
Hasil/kualitas produksi
Beraneka ragam, berkualitas tinggi, bebas residu kimia beracun,
mengandung gizi yang seimbang, tahan disimpan lama, dan sebagainya.
Sejenis, kurang berkualitas, mengandung residu kimia berbahaya, kandungan gizi tidak berimbang, dan tidak tahan untuk disimpan lama.
Rasa Enak (aromatik) Kurang enak (tawar)
Sumber: Data-data perbandingan antara pertanian organik dan konvensional berdasarkan pada pengalaman dari petani-petani organik yang menjadi rekanan PAN Indonesia. Jakarta, 15 Maret 2000.
Perbedaan antara pertanian organik dan konvensional secara ekonomi, dapat dilihat pada Tabel 2.
(32)
Tabel 2. Perbandingan Ekonomi, Sosial serta Kesehatan Pertanian Organik dan Konvensional
Uraian Pertanian Organik Pertanian Konvensional
Pilihan
konsumen Disukai konsumen.
Kurang disukai, karena kurang enak.
Harga Lebih adil, karena pola pasar dari produsen langsung ke konsumen.
Relatif, tergantung pedagang dan distribusi yang bertingkat-tingkat. Risiko
kegagalan usahatani
Sedikit, karena ada tumpang sari, rotasi.
Lebih besar dengan peningkatan input serta wabah hama/penyakit. Kerusakan
ekosistem lahan
Tidak ada, dan berkelanjutan.
Lebih cepat, resistensi hama pada pestisida, polusi, daur ulang biokemis tanah tidak seimbang. Resiko sosial Terbebas dari ketergantungan. Menciptakan ketergantungan pada
petani dan lahan. Resiko budaya Kreatif dan menjunjung tinggi
nilai-nilai tradisi dan kekuatan alam.
Efisien, malas, dan menimbulkan sifat tamak dan serakah.
Resiko
kesehatan Tidak ada
Pasti , keracunan secara akut atau kronis.
Sumber: Data-data perbandingan antara pertanian organik dan konvensional berdasarkan pada pengalaman dari petani-petani organik yang menjadi rekanan PAN Indonesia. Jakarta, 15 Maret 2000.
2.1.2. Prinsip-prinsip Pertanian Organik
Prinsip dasar pertanian organik berfungsi sebagai panduan posisi, program, dan standar. Menurut IFOAM2 (2006), ada empat prinsip yang bersifat normatif atau disusun sebagai etika dalam pengembangan pertanian organik. Keempat prinsip pertanian organik tersebut adalah prinsip kesehatan, ekologi, keadilan, dan kepedulian yang menjadi satu kesatuan dan digunakan secara ketergantungan. Prinsip-prinsip tersebut disusun untuk mengilhami tindakan dalam mewujudkan visi pertanian organik menjadi nyata. Berikut ini penjelasan untuk masing-masing prinsip pertanian organik:
1) Prinsip Kesehatan
Pertanian organik harus berkelanjutan dan mendorong kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia, dan planet sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Jadi, pertanian organik berperan dalam menjaga dan meningkatkan kesehatan ekosistem serta organisme yang terlibat di dalamnya pada semua proses sistem usahataninya.
2
(33)
11
2) Prinsip Ekologi
Pertanian organik harus diterapkan berdasarkan pada siklus dan sistem ekologi kehidupan. Bekerja, meniru, dan berusaha memelihara sistem dan siklus ekologi kehidupan sehingga dapat menjamin keberlanjutan ekologi. 3) Prinsip Keadilan
Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama.
4) Prinsip Perlindungan
Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup.
2.1.3. Pertanian Organik Versus Pertanian Berkelanjutan
Keberlanjutan menurut Reijntjes, Haverkort, dan Bayer (2006) dapat diartikan sebagai “menjaga agar suatu upaya terus berlangsung”, atau “kemampuan untuk bertahan dan menjaga agar tidak merosot”. Dalam konteks pertanian, keberlanjutan pada dasarnya berarti kemampuan untuk tetap produktif sekaligus tetap mempertahankan ketersediaan sumber daya. Technical Advisory Committee of The CGIAR (1988) dalam Reijntjes, Haverkort, dan Bayer (2006) menyatakan, “pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam.” Definisi lain tentang pertanian berkelanjutan sebagaimana yang diungkapkan Reijntjes (1999) dalam Indriana (2010), yaitu pertanian yang memenuhi syarat-syarat berikut ini: mantap secara ekologis, bisa berlanjut secara ekonomis, adil, manusiawi, dan luwes.
Berdasarkan definisi pertanian berkelanjutan yang telah dikemukakan pada paragraf di atas, maka sistem pertanian berkelanjutan harus dievaluasi berdasarkan pertimbangan beberapa kriteria, antara lain3:
1) Aman menurut wawasan lingkungan, berarti kualitas sumberdaya alam dan vitalitas keseluruhan agroekosistem dipertahankan, mulai dari kehidupan
3
Prof. Dr. Ir. H. Suntoro Wongso Atmojo, MS. n.d. Degradasi lahan & Ancaman bagi Pertanian. Solo: SOLO POS.
(34)
manusia, tanaman dan hewan sampai organisme tanah dapat ditingkatkan. Hal ini dapat dicapai apabila tanah dikelola dengan baik, kesehatan tanah dan tanaman ditingkatkan, demikian juga kehidupan manusia maupun hewan ditingkatkan melalui proses biologi. Sumberdaya lokal dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga dapat menekan kemungkinan terjadinya kehilangan hara, biomassa dan energi, serta menghindarkan terjadinya polusi. Pertanian ini juga menitikberatkan pada pemanfaatan sumberdaya terbarukan. 2) Menguntungkan secara ekonomi, berarti petani dapat menghasilkan sesuatu yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, termasuk pendapatan, dan cukup memperoleh pendapatan untuk membayar buruh dan biaya produksi lainnya. Keuntungan menurut ukuran ekonomi tidak hanya diukur langsung berdasarkan hasil usaha taninya, tetapi juga berdasarkan fungsi kelestarian sumberdaya dan menekan kemungkinan resiko yang terjadi terhadap lingkungan.
3) Adil menurut pertimbangan sosial, berarti sumberdaya dan tenaga tersebar sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat dapat terpenuhi, demikian juga setiap petani mempunyai kesempatan yang sama dalam memanfaatkan lahan, memperoleh modal cukup, bantuan teknik dan memasarkan hasil. Semua orang mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam menentukan kebijakan, baik di lapangan maupun dalam lingkungan masyarakat itu sendiri.
4) Manusiawi terhadap semua bentuk kehidupan, berarti tanggap terhadap semua bentuk kehidupan (tanaman, hewan dan manusia). Prinsip dasar semua bentuk kehidupan adalah saling mengenal dan hubungan kerja sama antar makhluk hidup adalah kebenaran, kejujuran, percaya diri, kerja sama dan saling membantu. Integritas budaya dan agama dari suatu masyarakat perlu dipertahankan dan dilestarikan.
5) Mudah diadaptasi (luwes), berarti masyarakat pedesaan atau petani mampu dalam menyesuaikan perubahan kondisi usaha tani, misalnya: pertambahan penduduk, kebijakan dan permintaan pasar. Hal ini tidak hanya berhubungan dengan masalah perkembangan teknologi yang sepadan, tetapi termasuk juga inovasi sosial dan budaya.
(35)
13
Pertanian berkelanjutan bisa diwujudkan melalui berbagai macam sistem usaha tani, termasuk pertanian organik yang menekankan daur ulang hara secara alami, sehingga penggunaan input luar pertanian menjadi rendah. Berdasarkan konsep dan definisi pertanian berkelanjutan, lalu setelah membandingkannya dengan konsep, definisi, dan prinsip-prinsip pertanian organik, maka dapat dianalisis bahwa pertanian organik termasuk dalam kategori pertanian berkelanjutan yang mampu menjamin kelangsungan atau keseimbangan ekologi, ekonomi, dan sosial budaya. Pertanian organik mampu menjamin kelangsungan ekologi karena sifatnya yang ramah lingkungan; menjamin keberlanjutan ekonomi karena dapat mengoptimalkan usaha tani, sehingga dapat mencukupi kebutuhan manusia khususnya petani sendiri; dan menjamin kehidupan sosial budaya karena memperhatikan aspek budaya lokal dalam menjalankan usaha tani. Dengan demikian, analisis terhadap keberlanjutan praktik pertanian organik di kalangan petani, dapat dilihat berdasarkan kriteria-kriteria dalam pertanian berkelanjutan.
2.1.4. Praktik Pertanian Organik di Indonesia
Bentuk penerapan pertanian organik yang diterapkan di masing-masing negara dan wilayah memiliki ciri dan sistem yang berbeda, tergantung kondisi lokal atau budaya setempat. Hal ini mengingat bahwa penerapan pertanian organik sangat menekankan pada pengetahuan lokal petani, mulai dari pengelolaan tanah, pemilihan bibit lokal, sampai panen dan pasca panen. Semua sistem yang digunakan saling terintegrasi satu sama lain, namun tetap berprinsip sama, yaitu melarang penggunaan “input luar” tinggi yang bersifat kimiawi, atau penggunaan bibit transgenik. Banyak praktik yang bisa diterapkan atau diadopsi dalam pertanian organik berdasarkan kondisi dan budaya lokal setempat, apalagi Indonesia yang terkenal dengan keanekaragaman hayati serta budayanya. Meskipun demikian, hingga saat ini belum ada data kuantitatif yang menggambarkan persentase jenis metode ataupun bentuk penerapan pertanian organik di daerah tertentu di Indonesia.
Beberapa sistem budidaya organik sederhana sebagai bentuk penerapan pertanian organik yang bisa diadopsi oleh petani di Indonesia, antara lain4:
4
Informasi diperoleh dari Rachman Sutanto (2002) dalam bukunya yang berjudul “Penerapan Pertanian Organik, Pemasyarakatan dan Pengembangannya”. Yogyakarta: Kanisius.
(36)
1) Penerapan Pupuk Organik
Pupuk organik merupakan elemen penting dalam menjalankan sistem pertanian organik sebagai pengganti pupuk kimia pada pertanian konvensional. Pupuk organik ramah terhadap lingkungan karena bahan-bahannya berasal dari limbah pertanian, peternakan (kotoran hewan), limbah penggergajian kayu, limbah cair, rumput laut, dan lain-lain. Limbah pertanaman sebagai pupuk organik bisa dibuat hingga menjadi pupuk yang siap pakai dengan komposisi atau campuran tertentu bersama bahan-bahan lainnya. Pemanfaatan kotoran dan limbah ternak sebagai sumber pupuk organik, biasa disebut sebagai pupuk kandang. Pupuk kandang bisa berbentuk kering atau cair.
Pengolahan limbah organik bisa juga dimanfaatkan untuk kompos. Selama proses pengomposan, akan terjadi proses mikrobiologis yang nantinya akan muncul mikroba-mikroba aktif sehingga bisa diaplikasikan pada lahan untuk meningkatkan produktivitas dan kesuburan tanah. Teknik yang terkenal dalam pengelolaan kompos adalah Bokashi. Produktivitas tanah dapat ditingkatkan hanya melalui pengelolaan lahan, tanah, dan tanaman secara terpadu. Usaha untuk memperbaiki produktivitas tanah dengan memperhatikan semua faktor yang berpengaruh dikenal sebagai membangun tanah secara terpadu. Langkah-langkah yang dapat dilakukan terkait dengan hal tersebut adalah membangun kesuburan tanah, pengelolaan nutrisi/hara terpadu yang kemudian dikenal sebagai Sistem Gizi Tanaman Terpadu (SGTT).
2) Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu
Praktik pertanian organik bisa dikembangkan melalui pengelolaan tanaman terpadu, misalnya: budidaya lorong (Alley Cropping) dan pertanian sejajar kontur (Contour Farming), perencanaan hutan desa melalui sistem
agroforestry, usahatani terpadu LEISA (Low External Input and Sustainable Agriculture), intensifikasi pekarangan, pengendalian hama dan penyakit dengan menganekaragamkan tanaman budidaya dan tanaman pagar serta penggunaan pestisida nabati (tumbuhan) atau hayati (mikroba), konservasi sumber daya genetika, sistem pertanaman campuran dan pergiliran tanaman, sistem pertanaman surjan yang cocok untuk daerah pasang surut atau rawan banjir, pertanian-perikanan terpadu, pertanian-peternakan terpadu, bahkan
(37)
pertanian-peternakan-15
perikanan terpadu. Limbah padat dan limbah cair sebagai sumber pupuk organik akan mendukung semua jenis pertanian terpadu. Limbah ini bisa berupa bagas tebu, blotong, fermentasi slop (limbah cair pabrik alkohol), macam-macam limbah agroindustri, sampah kota, biogas, atau limbah cair hasil fermentasi biogas. Selain itu, tumbuhan air seperti Azolla pinnata, eceng gondok, alga biru, ganggang hijau juga bisa dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik. Untuk mendukung sistem usahatani organik dan LEISA, diperlukan tanaman pupuk hijau seperti Calliandra calothyrsus, Leucaena glauca yang mendukung di lahan karena hasil residu tanaman ini bisa dimanfaatkan sebagai pupuk hijau.
3) Pemanfaatan Pupuk Hayati dan Pupuk Hijau
Jenis pupuk lainnya yang ramah lingkungan adalah pupuk hayati yang memanfaatkan mikroorganisme penambat nitrogen, yaitu Rhizobium,
Azospirillum, Azotobakter, Cyanobakter. Mikroorganisme yang cukup penting dalam memanfaatkan fosfat di dalam tanah, adalah Bacillus polymyxa,
Pseudomonas striata, Aspergillus awamori, Pencillium digitatum, Mikorisa,
Ektomikoriza, dan masih banyak lagi. Pemanfaatan pupuk hayati dapat mempercepat penambatan nitrogen dalam tanah dan penyediaan unsur hara penting lainnya bagi tanaman. Semua mikroorganisme penting dalam pupuk hayati, bisa diinokulasi dalam jumlah yang cukup, sesuai kebutuhan dalam sistem pertanian organik.
Pemupukan bisa juga didukung dengan pemanfaatan pupuk hijau. Metode ini bukan merupakan hal yang baru karena sudah lama dikenal oleh petani lahan kering dan lahan basah. Pupuk hijau atau disebut juga tanaman pembenah tanah karena merupakan bahan terbaik untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah (Sangatanan, 1989 dalam Sutanto, 2002). Pupuk hijau berarti memasukkan bahan yang belum terdekomposisi ke dalam tanah yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi tanaman. Pupuk hijau dimasukkan ke dalam lapisan olah, dan hasilnya dapat dilihat pada tanaman berikutnya. Manfaat pupuk hijau yang utama selain sebagai sumber bahan organik, juga sebagai sumber nitrogen.
Tanaman pupuk hijau dapat ditanam dalam beberapa bentuk kombinasi dan konfigurasi berdasarkan ruang dan waktu. Penggunaan tanaman pupuk hijau
(38)
yang umum dilaksanakan di Indonesia adalah: perbaikan tanah selama periode pemberoan, budidaya lorong, memadukan legum pohon pada tanaman perkebunan, pemberoan terkendali, mulsa hidup, dan tanaman naungan. Beberapa jenis tanaman pupuk hijau yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kesuburan tanah, antara lain: Calliandra colothyrsus, Calopogonium mucunoides,
Canavalia ensiformis, Canavalia gladiata, Centrocema pubescens, Crotalaria lanceolata, Dolichos lablab, Leucaena glauca, Mimosa invisa, Mucuna pruriens. Pupuk hijau biasanya merupakan alternatif terakhir sebagai sumber pupuk karena petani lebih senang memanfaatkan pupuk kandang atau membenamkan limbah panen.
4) Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu serta Pemanfaatan Pestisida Hayati
Pengendalian hama dan penyakit terpadu, harus memahami prinsip-prinsip perlindungan tanaman, melalui praktik budidaya sebagai berikut: pengetahuan agroekosistem; pertanaman campuran dan diversifikasi; pemanfaatan bentuk lahan sebagai habitat predator hama; pergiliran tanaman; irama alam dan saat tanam yang tepat; pemupukan dan kesehatan tanaman; pengolahan tanah; pemilihan varietas; kesehatan tanah; gatra sosial; pengendalian hama dan penyakit secara alami yang dapat dilakukan dengan pengendalian alami, perencanaan yang matang, penjaminan kebersihan kondisi lahan, belajar memahami hama yang ada, menggunakan teknik sederhana, menggunakan bahan beracun hanya dalam keadaan terpaksa dalam jumlah sangat terbatas, membuang tanaman yang lemah atau tumbuhnya kurang baik. Sementara itu, pemanfaatan pestisida hayati dapat dimulai dari bahan tumbuh-tumbuhan yang biasanya dikenal dengan baik, misalnya ramuan untuk obat tradisional, bahan yang diketahui mengandung racun, mempunyai kemampuan spesifik dalam menangani hama, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut, selanjutnya diatur tingkat penggunaannya sesuai dengan kebutuhan. Beberapa jenis pestisida hayati yang sering digunakan, antara lain: bawang putih, jarak, jengkol, kecubung, lombok, mindi, nimba, pepaya, tembakau.
5) Pertanian Olah Tanah Minimum dan Tanpa Olah Tanah
Pertanian Olah Tanah Minimum (OTM) dan Tanpa Olah Tanah (TOT) merupakan praktik pertanian masa depan sesuai dengan LEISA sehingga petani
(39)
17
tidak terlalu menghabiskan biaya untuk pengolahan tanah. Namun, hal ini hanya bisa dilakukan apabila kondisi tanah sudah cukup baik atau stabil pasca perlakuan kimiawi sehingga terlepas dari ketergantungan penggunaan input luar kimiawi. Oleh karena itu, daur hara dalam tanah selanjutnya akan mengikuti alam secara alami (organik) sehingga keberlanjutan sistem pertanian terjamin dan OTM atau TOT bisa diterapkan.
2.1.5. Pengertian Keberlanjutan Ekologi
‘Pembangunan berkelanjutan didefinisikan oleh Komisi Sedunia untuk Lingkungan dan Pembangunan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan kita sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka’ (Soemarwoto, 2004). Keberlanjutan ekologi merupakan prasyarat untuk pembangunan dan keberlanjutan kehidupan sebagaimana yang dinyatakan oleh Jaya (2004)5. Keberlanjutan ekologi akan menjamin keberlanjutan ekosistem bumi.
Menurut Jaya (2004), untuk menjamin keberlanjutan ekologi, perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut:
1) Memelihara integritas tatanan lingkungan agar sistem penunjang kehidupan di bumi tetap terjamin dan sistem produktivitas, adaptabilitas, dan pemulihan tanah, air, udara dan seluruh kehidupan berkelanjutan. Untuk melaksanakan kegiatan yang tidak mengganggu integritas tatanan lingkungan, maka hindarkan konversi alam dan modifikasi ekosistem, kurangi konversi lahan subur dan kelola secara bijaksana. Selain itu, limbah yang dibuang tidak melampaui daya asimilatif lingkungan.
2) Memelihara keanekaragaman hayati pada keanekaragaman kehidupan yang menentukan keberlanjutan proses ekologi. Terdapat tiga aspek keanekaragaman hayati, yaitu: keanekaragaman genetika, spesies, dan tatanan lingkungan. Untuk mengkonversikan keanekaragaman hayati tersebut, kita harus menjaga ekosistem alam dan area yang representatif tentang kekhasan sumberdaya hayati agar tidak dimodifikasikan, memelihara seluas mungkin area ekosistem yang dimodifikasikan untuk keanekaragaman
5
Askar, Jaya2004. Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development). Tugas Individu Semester Ganjil 2004, Pengantar Falsafah Sains. Program S3 IPB. Bogor: IPB.
(40)
dan keberlanjutan keanekaragaman spesies, konservatif terhadap konversi lahan pertanian.
Upaya untuk menjamin keberlanjutan ekologi, sebaiknya tidak hanya menjadi suatu himbauan yang bersifat teoritis. Hal ini dapat diimplementasikan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari melalui praktik pertanian organik karena sesuai dengan definisi sebelumnya, bahwa pertanian organik menekankan pada proses produksi secara alamiah, dimana manusia melayani alam, dan alampun akan memberikan hasil positif kepada manusia. Sistem pertanian yang holistik tersebut, dinyatakan oleh banyak pihak mampu menjamin keberlanjutan ekologi.
2.1.6. Pengertian Keberlanjutan Ekonomi
Keberlanjutan ekonomi dalam perspektif pembangunan memiliki dua hal utama, yaitu keberlanjutan ekonomi makro dan sektoral yang keduanya saling berkaitan dengan tujuan aspek keberlanjutan lainnya. Keberlanjutan ekonomi makro menjamin kemajuan ekonomi secara berkelanjutan dan mendorong efisiensi ekonomi melalui reformasi struktural dan nasional. Tiga elemen utama untuk keberlanjutan ekonomi makro, yaitu: efisiensi ekonomi, kesejahteraan ekonomi yang berkesinambungan, dan meningkatkan pemerataan serta distribusi kemakmuran. Hal tersebut dapat dicapai melalui reformasi fiskal, meningkatkan efisiensi sektor publik, mobilisasi tabungan domestik, pengelolaan nilai tukar, reformasi kelembagaan, kekuatan pasar yang tepat guna, ukuran sosial untuk pengembangan sumberdaya manusia dan peningkatan distribusi pendapatan dan aset (Jaya, 2004). Sementara itu, keberlanjutan ekonomi sektoral akan diwujudkan dalam bentuk kebijaksanaan sektoral yang spesifik. Kegiatan ekonomi sektoral ini mendasarkan pada perhatian terhadap sumber daya alam yang bernilai ekonomis sebagai kapital; koreksi terhadap harga barang dan jasa; serta pemanfaatan sumber daya lingkungan yang merupakan biosfer keseluruhan sumber daya6.
Jaya (2004) selanjutnya menyatakan bahwa penyesuaian kebijakan yang meningkatkan keberlanjutan ekonomi makro secara jangka pendek akan mengakibatkan distorsi sektoral yang selanjutnya mengabaikan keberlanjutan ekologi. Hal ini harus diperbaiki melalui kebijaksanaan sektoral yang spesifik dan
6
http://www.gudangmateri.com/2010/07/harmonisasi-dankeseimbangankebudayaanhtml. Diakses pada tanggal 1 September 2010, pukul 12:44 WIB.
(41)
19
terarah. Oleh karena itu, keberlanjutan aktivitas dan ekonomi sektoral perlu diperhatikan. Untuk mencapai keberlanjutan ekonomi sektoral, dapat dilakukan melalui beberapa upaya. Pertama, sumberdaya alam yang nilai ekonominya dapat dihitung harus diperlakukan sebagai kapital yang tangible dalam kerangka akunting ekonomi. Kedua, secara prinsip harga sumberdaya alam harus merefleksi biaya ekstaksi, ditambah biaya lingkungan dan biaya pemanfaatannya. Pakar ekonomi harus mengidentifikasi dan memperlakukan sumber daya sebagai sumber daya yang terpulih, tidak terpulihkan, dan lingkungan hidup.
Sumber yang terpulihkan seperti hutan dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan bila tidak memperlakukan produktivitas ekonomi sebagai fungsi yang pasif atau jasa yang mengalir sehingga perlu menggunakan prinsip pengelolaan yang berkelanjutan. Sedangkan sumber yang tidak terpulihkan, mempunyai jumlah absolut dan berkurang bila dimanfaatkan. Pembangunan berkelanjutan dalam konteks sumberdaya yang tidak dapat dipulihkan, berarti: pemanfaatan secara efisien sehingga dapat dimanfaatkan oleh generasi masa mendatang dan diupayakan agar dapat dikembangkan substitusi dengan sumberdaya terpulihkan; membatasi dampak lingkungan dengan pemanfaatannya yang sekecil mungkin.
Prof. Dr. Emil Salim dalam Orasi Ilmiahnya yang berjudul “Sains dan Pembangunan Berkelanjutan” pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Tahun 2003 di Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Baranangsiang, memberikan pemahaman sederhana tentang apa yang disebut keberlanjutan ekonomi seperti kutipan di bawah ini:
‘...kita meningkatkan kesejahteraan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan alam, masyarakat dan ekonomi untuk menaikkan kesejahteraan generasi masa depan. Jadi, jika generasi saat ini bisa maju, maka generasi anak-anak kitapun minimal bisa mencapai kesejahteraan yang setingkat, demikian pula dengan cucu-cucu kita. Sehingga kemudian terdapat alur ekonomi yang berjalan terus menerus, tanpa mengurangi tingkat kesejahteraan dari generasi ke generasi. Itulah yang dimaksud dengan keberlanjutan ekonomi.’
(42)
Keberlanjutan ekonomi dapat diwujudkan melalui pengembangan pertanian organik di Indonesia. Hal ini diperkuat karena pertanian organik mendasarkan pada perhatian terhadap sumber daya alam yang bernilai ekonomis sebagai kapital, dengan memanfaatkan sumber daya lingkungan secara holistik. Dengan demikian, praktik pertanian organik dapat dikategorikan sebagai salah satu kegiatan ekonomi sektoral. Aspek ekonomi dilihat dari bidang pertanian, dapat dikatakan berlanjut bila produksi pertanian mampu mencukupi kebutuhan pangan, dan memberikan pendapatan yang layak untuk melaksanakan keberlanjutan penghidupan, khususnya bagi para petani.
2.1.7. Pengaruh Praktik Pertanian Organik terhadap Keberlanjutan Ekologi dan Ekonomi Petani
2.1.7.1. Keberlanjutan Ekologi
Kontribusi pertanian organik terhadap sistem ekologi telah banyak dimuat ke dalam berbagai buku atau publikasi. Meskipun demikian, namun hasil penelitian terdahulu mengenai sampai sejauh mana pengaruh praktik pertanian organik terhadap keberlanjutan ekologi dan ekonomi petani, khususnya di Indonesia masih sangat kurang. Oleh karena itu, penulis mencoba mensintesis berbagai rujukan atau referensi, baik dari dalam maupun luar negeri yang memungkinkan digunakan sebagai landasan teori dalam penelitian ini. Rosenow, Soltysiak, dan Verschuur (1996) menyatakan bahwa pertanian organik memperhatikan kesuburan tanah sebagai dasar kapasitas produksi dan sifat alami tanaman, hewan, biofisik, landskap, sehingga mampu mengoptimalkan kualitas semua faktor-faktor yang saling terintegrasi atau tergantung.
Pertanian organik menggunakan daur ulang limbah-limbah organik secara alami tanpa input kimia. Tingkat persediaan optimal bahan-bahan organik tersebut dibutuhkan untuk mencapai siklus nutrisi unsur hara dalam tanah. Oleh karena itu, pertanian organik bisa dikatakan sebagai basis untuk keseimbangan ekologi secara alami. Pertanian organik tidak hanya mementingkan produk akhir yang organik tetapi semua proses secara holistik dalam sistem usahatani, mulai dari proses persiapan lahan hingga panen. Sebuah buku berjudul “What is Organic Farming?” yang diterbitkan oleh HDRA - The Organic Organisation juga
(1)
No. Nama Alamat Keterangan
241. Waimin RT 03 RW 04 Petani Konvensional
242. Sumardi Petani Konvensional
243. Saebani Petani Konvensional
244. Fatkhurrohman Petani Konvensional
245. Jazuli Petani Konvensional
246. Sumilah RT 01 RW 03 Petani Konvensional
247. Abdul Khafidz Petani Konvensional
248. Samsuri Petani Konvensional
249. Parman Hasyim Petani Konvensional
250. Marman Petani Konvensional
251. Muhari RT 02 RW 02 Petani Konvensional
252. Yahya Petani Konvensional
253. Abdul Azis Petani Konvensional
254. Ibnu Aqil Petani Konvensional
255. Munjamil Rusdi Petani Konvensional
256. Basirun Warti RT 01 RW 01 Petani Konvensional
257. Parto Diharjo RT 03 RW 06 Petani Konvensional
258. Sholikhin RT 01 RW 02 Petani Konvensional
259. Muh. Gatot RT 01 RW 01 Petani Konvensional
260. Wawan RT 01 RW 01 Petani Konvensional
261. Muh. Muslim RT 01 RW 02 Petani Konvensional
262. M S. Mubin RT 01 RW 02 Petani Konvensional
263. Mustofa RT 01 RW 02 Petani Konvensional
264. Mahsun S RT 02 RW 02 Petani Konvensional
265. Nur Kholis RT 02 RW 02 Petani Konvensional
266. M.Rifa'i RT 03 RW 01 Petani Konvensional
267. Busri RT 03 RW 01 Petani Konvensional
268. Wulan dari RT 03 RW 01 Petani Konvensional
269. Jawadi RT 03 RW 01 Petani Konvensional
270. Slamet Ws RT 03 RW 01 Petani Konvensional
271. M.Zamrodin RT 02 RW 02 Petani Konvensional
272. Masinem RT 05 RW 01 Petani Konvensional
273. Nurul Anwar RT 02 RW 02 Petani Konvensional
274. Ahadak RT 03 RW 01 Petani Konvensional
275. M. Huda RT 03 RW 01 Petani Konvensional
276. Iwan S Petani Konvensional
277. Suyitno RT 03 RW 01 Petani Konvensional
278. Irsadun RT 03 RW 01 Petani Konvensional
279. Yasin RT 03 RW 01 Petani Konvensional
(2)
No. Nama Alamat Keterangan
281. R. Binarso Petani Konvensional
282. Mitrorejo Petani Konvensional
283. Nur Salim Petani Konvensional
284. Siti Qomsiyah RT 04 RW 05 Petani Konvensional
285. Djumadi Petani Konvensional
286. Muh Jumadi Petani Konvensional
287. Yoso Suwito Petani Konvensional
288. Teguh T Petani Konvensional
289. Sugiyono RT 02 RW 05 Petani Konvensional
290. Baderun Petani Konvensional
291. Priyoparno Petani Konvensional
292. Narto W Petani Konvensional
293. Witarno Petani Konvensional
294. Suyamto Petani Konvensional
295. Sastrowiryo Petani Konvensional
296. Kasno Petani Konvensional
297. Sutono Petani Konvensional
298. Tholibatun RT 05 RW 06 Petani Konvensional
299. Sarli Petani Konvensional
300. Ngadno Petani Konvensional
301. Surastri Petani Konvensional
302. Nasiri Petani Konvensional
303. Sutrisno Petani Konvensional
304. Nur Ichsan Petani Konvensional
305. Nur Aziz RT 06 RW 06 Petani Organik
306. Mitro usup Petani Konvensional
307. Suparno Petani Konvensional
308. Sugeng RT 06 RW 05 Petani Konvensional
309. Rohadi Petani Konvensional
310. Riyadi Petani Konvensional
311. Marlan Petani Konvensional
312. M. Thoyyib RT 06 RW 06 Petani Konvensional
313. Jayin Petani Konvensional
314. Bainatun Petani Konvensional
315. Saomar Petani Konvensional
316. Diyar Petani Konvensional
317. Roekhan Petani Konvensional
318. Ahmadi Petani Konvensional
319. Thohir Petani Konvensional
(3)
No. Nama Alamat Keterangan
321. Muhtar Petani Konvensional
322. Islami Petani Konvensional
323. Sopar Petani Konvensional
324. Musliman Petani Konvensional
325. Rohmi Petani Konvensional
326. Khotijah Petani Konvensional
327. Supinah RT 02 RW 01 Petani Konvensional
328. Muhlisin RT 07 RW 02 Petani Konvensional
329. Samroni RT 07 RW 02 Petani Konvensional
330. Iman sumadi RT 07 RW 02 Petani Konvensional
331. Wasito RT 07 RW 02 Petani Konvensional
332. Suroso RT 07 RW 02 Petani Konvensional
333. Subadi RT 07 RW 02 Petani Konvensional
334. Cokro RT 07 RW 02 Petani Konvensional
335. Slamet D. RT 07 RW 02 Petani Konvensional
336. Muh ngadino RT 07 RW 02 Petani Konvensional
337. Muh parjo RT 07 RW 02 Petani Konvensional
338. Salim RT 07 RW 02 Petani Konvensional
339. Matahir RT 07 RW 02 Petani Konvensional
340. Nasiran RT 07 RW 02 Petani Konvensional
341. Bejo RT 07 RW 02 Petani Konvensional
342. Towi rejo RT 07 RW 02 Petani Konvensional
343. Basoni RT 04 RW 04 Petani Konvensional
344. Tukiman RT 07 RW 02 Petani Konvensional
345. Jumali RT 07 RW 02 Petani Konvensional
346. Slamet S RT 07 RW 02 Petani Konvensional
347. Riyanto RT 07 RW 02 Petani Konvensional
348. Samsi RT 07 RW 02 Petani Konvensional
349. Sugiman RT 08 RW 04 Petani Konvensional
350. Zainuddin RT 07 RW 02 Petani Konvensional
351. Tukimin RT 07 RW 02 Petani Konvensional
352. Samijan RT 01 RW 04 Petani Organik
353. Joko winarno RT 07 RW 02 Petani Konvensional
354. Sumardi RT 07 RW 02 Petani Konvensional
355. Atmokimin RT 07 RW 02 Petani Konvensional
356. Sulami RT 01 RW 02 Petani Konvensional
357. Suparti RT 08 RW 04 Petani Konvensional
358. Sinem RT 07 RW 02 Petani Konvensional
359. Rumini RT 08 RW 04 Petani Konvensional
(4)
No. Nama Alamat Keterangan
361. Supriyatno RT 07 RW 02 Petani Konvensional
362. Slamet C RT 07 RW 02 Petani Konvensional
363. Muhjalal RT 02 RW 02 Petani Konvensional
364. Ari RT 07 RW 02 Petani Konvensional
365. Warsono RT 07 RW 02 Petani Konvensional
366. Pardi RT 07 RW 02 Petani Konvensional
367. Mahbub Junaidi RT 01 RW 03 Petani Konvensional
368. Rohyatun RT 06 RW 06 Petani Konvensional
369. Iman sumadi RT 07 RW 02 Petani Konvensional
370. Trimorejo Petani Konvensional
371. Rif'an RT 02 RW 02 Petani Konvensional
372. Mulyati RT 05 RW 05 Petani Konvensional
(5)
No. Nama Alamat Keterangan
1. Ahmadi RT 05 RW 06 Petani Organik
2. Nur Aziz RT 06 RW 06 Petani Organik
3. Kusnan RT 02 RW 06 Petani Organik
4. Royani RT 02 RW 04 Petani Organik
5. Romli RT 02 RW 04 Petani Organik
6. Samijan RT 01 RW 04 Petani Organik
7. Khoirun RT 02 RW 04 Petani Organik
8. Juweri RT 04 RW 04 Petani Organik
9. Mufidi RT 03 RW 04 Petani Organik
10. Ikhwani RT 04 RW 04 Petani Organik
11. Zuhri RT 01 RW 02 Petani Organik
12. Basirun RT 02 RW 01 Petani Organik
13. Mustofa RT 05 RW 06 Petani Organik
14. Muslikh Ma'sum RT 02 RW 04 Petani Organik
15. Muhyidin RT 03 RW 06 Petani Konvensional
16. Nur Ali RT 04 RW 05 Petani Konvensional
17. Mujahid RT 05 RW 06 Petani Konvensional
18. Suparno RT 02 RW 06 Petani Konvensional
19. Muhdiar RT 07 RW 02 Petani Konvensional
20. Rohyatun RT 06 RW 06 Petani Konvensional
21. Sumini RT 05 RW 03 Petani Konvensional
22. Basiroh RT 04 RW 01 Petani Konvensional
23. Murdingatun RT 05 RW 03 Petani Konvensional
24. Mukini RT 06 RW 06 Petani Konvensional
25. Munzayatun RT 05 RW 03 Petani Konvensional
26. Sugeng RT 06 RW 05 Petani Konvensional
27. Mansyur RT 02 RW 04 Petani Konvensional
28. Muhsony RT 02 RW 04 Petani Konvensional
29. Slamet Riyanto RT 04 RW 04 Petani Konvensional
30. Darso RT 04 RW 04 Petani Konvensional
31. Waimin RT 03 RW 04 Petani Konvensional
32. Juwahir RT 03 RW 03 Petani Konvensional
33. Jasman RT 02 RW 01 Petani Konvensional
34. Yahmin RT 03 RW 03 Petani Konvensional
35. Musroni RT 02 RW 04 Petani Konvensional
36. Sugiyono RT 02 RW 05 Petani Konvensional
37. Munawir RT 02 RW 04 Petani Konvensional
38. Darmadi RT 04 RW 04 Petani Konvensional
39. Muntasir RT 01 RW 05 Petani Konvensional
40. Sumadi RT 04 RW 01 Petani Konvensional
(6)
No. Nama Alamat Keterangan
41. Maesuri RT 01 RW 01 Petani Konvensional
42. Juwedi RT 03 RW 01 Petani Konvensional
43. Suyitno RT 03 RW 01 Petani Konvensional
44. Akip RT 07 RW 02 Petani Konvensional
45. Slamet Darmanto RT 07 RW 02 Petani Konvensional
46. M. Thoyyib RT 06 RW 06 Petani Konvensional
47. Parto Diharjo RT 03 RW 06 Petani Konvensional
48. Muhari RT 02 RW 02 Petani Konvensional
49. Parsih RT 02 RW 05 Petani Konvensional
50. Suparno RT 02 RW 05 Petani Konvensional
51. Busri RT 03 RW 01 Petani Konvensional
52. Rofiq RT 03 RW 02 Petani Konvensional
53. Suwarno RT 03 RW 06 Petani Konvensional
54. Siswanto RT 03 RW 06 Petani Konvensional
55. Mahmudi RT 02 RW 06 Petani Konvensional
56. Daryanto RT 02 RW 06 Petani Konvensional
57. Sumang RT 02 RW 01 Petani Konvensional
58. Zuhri RT 01 RW 02 Petani Konvensional
59. Tholibatun RT 05 RW 06 Petani Konvensional
60. Basoni RT 04 RW 04 Petani Konvensional
61. Sarengat RT 02 RW 06 Petani Konvensional
62. Nursalim RT 03 RW 05 Petani Konvensional
63. Muhson RT 03 RW 06 Petani Konvensional
64. Sugiman RT 08 RW 04 Petani Konvensional
65. Muhjalal RT 02 RW 02 Petani Konvensional
66. Suyati RT 04 RW 05 Petani Konvensional
67. Romti RT 03 RW 02 Petani Konvensional
68. Suwarni RT 06 RW 06 Petani Konvensional
69. Suwarti RT 04 RW 01 Petani Konvensional
70. Mulyati RT 05 RW 05 Petani Konvensional
71. Supinah RT 02 RW 01 Petani Konvensional
72. Murtiah RT 03 RW 05 Petani Konvensional
73. Sulami RT 01 RW 02 Petani Konvensional
74. Maryamah RT 06 RW 06 Petani Konvensional
75. Sumilah RT 01 RW 03 Petani Konvensional
76. Sulimah RT 06 RW 06 Petani Konvensional
77. Siti Qomsiyah RT 04 RW 05 Petani Konvensional
78. Masinem RT 05 RW 01 Petani Konvensional