Jeff Moyer, seorang Farm Manager Rodale Institute di Kutztown menjelaskan bahwa pertanian organik berdampak baik bagi perekonomian petani
karena dapat meminimalkan biaya input, memperluas pasar dan meningkatkan harga jual hasil pertanian. Berdasarkan data yang ada, penjualan produk organik
pada tahun 2001 mencapai lebih dari 8 milyar di dalam negeri Amerika Serikat dan 27 milyar di seluruh dunia. Fakta ini mewakili dua puluh persen
pertumbuhan pasar organik per tahun selama lima tahun terakhir. Permintaan terhadap produk organik hingga saat ini masih melebihi suplainya, sehingga
kesempatan untuk mengembangkan pertanian organik beserta produknya masih terbuka lebar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa masa depan pertanian
organik sangat cerah untuk jangka panjang, apalagi didukung oleh lahan organik yang mampu berproduksi secara berkelanjutan tanpa merusak keseimbangan
ekosistem. Potensi ekonomi yang tersembunyi tersebut, jika dihitung secara kuantitatif, maka jumlahnya jauh melebihi potensi ekonomi pada pertanian
konvensional
9
. Berdasarkan beberapa teori, hasil penelitian, dan referensi pada paragraf
sebelumnya, maka dapat dianalisis bahwa praktik pertanian organik terbukti mampu mempengaruhi keberlanjutan ekonomi secara positif. Pengaruh terhadap
ekonomi ini dapat dilihat dari beberapa hal, antara lain: kemampuan pertanian organik dalam mencukupi kebutuhan pangan keluarga dan permintaan konsumen
tingkat produktivitas; keuntungan total dari hasil penjualan produk organik per musim tanam; dan peluang atau akses pasar. Untuk menganalisis pengaruh
tersebut, dibutuhkan perbandingan hasil nyata pada aspek ini, yaitu perbandingan analisis ekonomi antara sistem pertanian konvensional non organik dengan
pertanian organik.
2.1.8. Perkembangan dan Kondisi Pertanian Organik di Indonesia
Sejarah singkat yang dirangkum dari tulisan Oudejans 1999 dalam bukunya yang berjudul “Perkembangan Pertanian di Indonesia”, telah
membuktikan bahwa pertanian di Indonesia sudah lama terlaksana terutama pada masa penjajahan Belanda. Hal yang perlu diperhatikan dalam pertanian di zaman
9
http:www.rodaleinstitute.orgtransition_fact_sheet . Diakses pada tanggal 2 September
2010, pukul 15:27 WIB.
kolonial Belanda adalah sistem pelaksanaan pertanian itu sendiri yang lebih menekankan pada unsur-unsur alami tanpa penggunaan input luar kimiawi. Jadi,
pertanian organik sebenarnya sudah lama diterapkan di Indonesia, yaitu zaman penjajahan Belanda tetapi belum disadari secara penuh baik manfaat maupun
istilahnya pada masa itu oleh masyarakat. Hal yang melatarbelakangi berkembangnya pertanian organik selain
sebagai aksi perbaikan atas dampak negatif yang ditimbulkan “Revolusi Hijau”, adalah: timbulnya kesadaran masyarakat akan pangan dan kesehatan. Rujukan
buku “Silent Spring” yang ditulis oleh Carson 1962, menyatakan bahwa input luar kimiawi yang seringkali digunakan oleh manusia dalam meningkatkan
produktivitas pertanian, dapat berdampak buruk bagi lingkungan
10
. Permasalahan lain yang selanjutnya memacu perkembangan pertanian organik adalah mahalnya
harga pupuk dan rendahnya harga gabah kering giling sehingga tidak seimbang dengan pengeluaran petani.
Pertanian organik mulai berkembang pesat di Indonesia sejak krisis moneter tahun 1997, yang dipicu oleh mahalnya harga pupuk dan pestisida,
sehingga tidak terjangkau oleh kebanyakan petani. Meskipun demikian, isu pertanian organik di Indonesia sebenarnya telah mulai berkembang sejak sekitar
tahun 1970-an dan perkembangannya hingga saat ini cukup menggembirakan, terbukti dari data SPOI tahun 2008 yang menunjukkan peningkatan luas area
pertanian organik dari tahun sebelumnya, yaitu dari 41.431 ha menjadi 235.078,16 ha.
Data pertanian organik global tahun 2008, berdasarkan buku The World of Organic Agriculture , Statistics and Emerging Trends 2009
sebagaimana dikutip dalam SPOI 2008, memperlihatkan angka 32,2 juta ha sebagai total luas area
pertanian organik global yang merupakan 0,8 persen dari total luas area pertanian 141 negara yang disurvey. Berdasarkan data organik global tahun sebelumnya,
luas area ini meningkat 1,5 juta ha. Tabel mengenai luas area pertanian organik menurut region tahun 2007 disajikan di bawah ini:
10
Irianto. 2003. Prosiding Seminar Sehari “Peluang dan Tantangan Pengembangan Pertanian Organik di Bogor”
.
Tabel 3. Luas Area Pertanian Organik Menurut Region, Tahun 2007
Region Luas Lahan Pertanian Organik
ha Persentase dari Luas
Total Area Pertanian
Afrika 870.329
0,1 Amerika Utara
2.197.077 0,6
Asia 2.893.079
0,2 Amerika Latin
6.402.875 1,0
Eropa 7.758.526
1,9 Oceania
12.110.758 2,6
Total 32.232.644
0,8
Sumber: SPOI 2008 Keterangan:
Tidak termasuk akuakultur dan area panen liar, termasuk area konservasi Diolah kembali oleh tim SPOI dengan penambahan data dari Indonesia
Dari Tabel 3, diketahui bahwa region dengan luas lahan pertanian organik terbesar adalah Oceania, lalu diikuti Eropa, dan Amerika Latin. Total luas area pertanian
organik di dunia adalah 0,8 persen dari jumlah total luas lahan pertanian di seluruh dunia.
Perkembangan pertanian organik di Asia, cukup menggembirakan. Benua Asia merupakan benua terbesar dengan populasi terpadat di dunia. Hampir semua
pemerintah memiliki prioritas dalam sertifikasi dan akreditasi organik, meskipun perkembangan organik di Asia masih pada taraf produksi. Luas area pertanian
organik di Asia dibandingkan area pertanian konvensional, baru sebesar 0,2 persen. Berikut ini disajikan tabel negara dengan luas area pertanian organik
terbesar di Asia tahun 2007: Tabel 4. Daftar Negara dengan Luas Area Pertanian Organik Terbesar di Asia,
Tahun 2007
Negara Luas Lahan Pertanian
Organik ha Persentase dari Total Luas
Area Pertanian Jumlah
Produsen Orang
Cina 1.553.000,0
0,28 1.600
India 1.030.311,0
0,57 195.741
Indonesia 77.517,8
0,14 6.568
Syria 28.461,0
0,20 3.256
Pakistan 25.001,0
0,09 28
Timor Leste 23.790,0
7,00 -
Azerbaijin 21.239,7
0,45 312
Thailand 19.123,1
0,10 3.924
Sri Lanka 17.000,0
0,72 4.216
Filipina 15.343,8
0,13 -
Sumber: SPOI 2008 Keterangan:
Tidak termasuk akuakultur dan area panen liar, termasuk area konservasi - Tidak ada data
Tampak pada Tabel 4 bahwa Cina dan India memiliki luas area pertanian organik terbesar dengan selisih yang cukup tinggi dibandingkan negara-negara lainnya.
Indonesia menempati urutan ketiga setelah India. Pada umumnya, produsen di Asia adalah petani kecil yang kemudian berkelompok untuk mendapatkan
sertifikasi. Perkembangan pertanian organik di Indonesia selain diindikasikan oleh
data statistik, juga didukung oleh kebijakan pemerintah dan gerakan-gerakan organik dari LSM, khususnya yang berhubungan dengan sistem sertifikasi.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari AOI, Indonesia termasuk negara yang sedang dalam proses penyusunan kebijakan. Pada praktiknya, telah dilakukan
langkah-langkah penyusunan kebijakan untuk mendukung perkembangan pertanian organik di Indonesia. Di tingkat nasional, pemerintah telah membuat
kebijakan yang ditujukan untuk menumbuhkan, memfasilitasi, mengarahkan, dan mengatur perkembangan pertanian organik Sulaeman, 2006. Departemen
Pertanian telah mencanangkan pertanian organik dengan slogan “Go Organic 2010
”. Sebelum munculnya pencanangan “Go Organic 2010”, Surono 2007 dalam presentasinya untuk Regional Conference On Organic Agriculture in Asia
di Bangkok seperti yang dikutip dalam SPOI 2008, menguraikan bahwa sebenarnya penanda dimulai gerakan organik di Indonesia adalah berdirinya Bina
Sarana Bakti BSB sebagai pusat pelatihan organik pertama di Indonesia, kemudian diikuti dengan terbentuknya jaringan petani dan nelayan SPTN-HPS
di Yogyakarta tahun 1990. Delapan tahun kemudian, jaringan pertanian organik skala nasional pertama kali terbentuk yang saat ini dikenal sebagai Jaringan Kerja
Pertanian Organik Jaker PO. Hal ini lalu disusul dengan dibentuknya Koperasi SAHANI tahun 1999.
Pada tahun 2000 dideklarasikan juga MAPORINA Masyarakat Pertanian Organik Indonesia dan gerakan ini kemudian diikuti dengan munculnya AOI
Aliansi Organis Indonesia pada tahun 2002. APOI Asosiasi Pertanian Organik Indonesia ikut meramaikan dunia pertanian organik dan terbentuk pada tahun
2003. Pada tahun 2003, Departemen Pertanian juga secara resmi membentuk OKPO Otoritas Kompeten Pertanian Organik. Pada tahun 2006, AOI
mengukuhkan PT. BIOCert Indonesia sebagai lembaga sertifikasi pertama organik
di Indonesia. Tidak kalah pentingnya, pada tahun 2002 standar nasional untuk produk pangan organik SNI 01-6729-2002 diluncurkan. Pada tahun 2007,
Departemen Pertanian menganggarkan dana sebesar 4 juta USD untuk program organik dan pada tahun 2009 lalu, Menteri Pertanian menargetkan penggunaan
pupuk organik di tahun 2014 Surono, 2007 dalam SPOI, 2008. Standar dan pedoman pertanian organik lalu bermunculan dan IFOAM Basic Standards
menjadi rujukan langsung maupun tidak langsung bagi para penggiat pertanian organik di Indonesia, baik dari kalangan pemerintah maupun LSM. Jaker PO pada
tahun 2001 juga mengeluarkan standar pertanian organik. Perkembangan pertanian organik di Indonesia meskipun cukup
menggembirakan setiap tahunnya, namun masih perlu ditingkatkan lagi karena mengingat masih luasnya lahan potensial di Indonesia yang belum organik. Luas
total area pertanian organik di Indonesia tahun 2009 adalah 231.687,11 ha. Luas area tersebut meliputi luas lahan yang tersertifikasi, yaitu 97.351,60 ha 42 persen
dari total luas area pertanian organik di Indonesia dan luas lahan yang masih dalam proses sertifikasi pilot project AOI, yaitu 132.764,85 ha 57 persen dari
total luas area pertanian organik di Indonesia. Sementara itu, berdasarkan hasil evaluasi lahan pada skala eksplorasi skala 1 :1000000 untuk seluruh wilayah
Indonesia, diperoleh data bahwa lahan-lahan yang sesuai untuk pertanian seluas 100,7 juta ha, terdiri dari lahan yang sesuai untuk tanaman pangan seluas 24,6 juta
ha lahan basah dan 25,3 juta ha lahan kering, serta lahan seluas 50,9 juta ha sesuai untuk tanaman tahunan Puslitbangtanak, 2002 dalam Mulyani, Agus, Subagyo,
2003. Jika diambil persentase, maka jumlah area pertanian organik hanya sekitar 0,23 persen dibandingkan dengan luas total lahan pertanian potensial di Indonesia.
Jumlah ini relatif kecil dan artinya, masih banyak petani yang belum menerapkan pertanian organik di Indonesia.
Luas area pertanian organik Indonesia cukup besar jika dibandingkan dengan negara lainnya di Asia tetapi luas area pertanian organik negara ini masih
kalah jauh dibandingkan India dan Cina yang masing-masing mencapai 1.030.311 ha dan 1.553.000 ha pada tahun 2007 berdasarkan data SPOI 2008. Luas lahan
pertanian organik terbesar di dunia sesuai yang dilaporkan dalam SPOI 2008, sampai saat ini masih dipegang oleh negara Australia 12.500.000 ha, Argentina
2.777.959 ha, Brazil 1.765.793 ha, dan Amerika Serikat 1.640.836,4 ha, sedangkan jumlah produsen organik terbanyak berada di negara Uganda 206.803
orang, disusul India 195.741 orang, Etiopia 165.560 orang, dan Meksiko 128.819 orang.
Indonesia masih berada pada posisi yang sangat jauh dalam hal perkembangan pertanian organik di tingkat dunia, baik dihitung berdasarkan luas
lahan maupun jumlah produsen organik yang hanya berkisar 12.101 orang pada tahun 2009. Padahal, Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar untuk
berkembang menjadi produsen organik di dunia mengingat luas lahan potensial yang masih terbuka lebar beserta faktor pendukung geografisnya. Negara
pengekspor produk pertanian organik terbesar di dunia diduduki oleh Argentina, Meksiko, Brazil, Dominika, Cina, India, Afrika Selatan dan Turki. Negara-negara
tersebut adalah eksportir utama produk-produk organik ke Eropa. Beberapa negara Afrika seperti Tunisia, Moroko, Mesir, Uganda dan Zambia juga adalah
pemasok produk organik ke kawasan tersebut, meskipun nilai ekspornya lebih rendah daripada negara-negara yang disebutkan di awal. Sementara itu, Indonesia
tidak termasuk dalam negara pengekspor produk organik terbesar di dunia.
2.1.9. Proses Pengambilan Keputusan Inovasi