Guna mengetahui dan mendalami berbagai keuntungan ataupun permasalahan yang mungkin akan timbul karena jenis pekerjaan yang mereka
geluti jauh dari bayangan dan harapan perempuan kebanyakan. Apalagi kasus ini belum begitu banyak mendapat sorotan dari masyarakat, khususnya masyarakat di
Kota Medan, bahkan masih banyak pihak yang belum mengetahuinya. Namun yang lebih penting, diharapkan nantinya hasil penelitian ini dapat membuka
cakrawala dan pemikiran masyarakat umum tentang bagaimana kegiatan, interaksi, dan hubungan kerja di tempat kerja mereka dan tingginya daya juang
yang dapat dilakukan oleh kaum perempuan.
1.2.. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana interaksi sosial penjaga parkir perempuan dengan penjaga parkir
laki- laki? 2.
Bagaimana pandangan masyarakat setempat terhadap penjaga parkir perempuan?.
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan di atas maka yang menjadi tujuan penelitian adalah :
1. Untuk melihat dan megetahui interaksi sosial penjaga parker perempuan
dengan penjaga parker laki- laki
Universitas Sumatera Utara
2. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap penjaga parkir perempuan.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini yang diharapkan adalah : 1.
Memberikan manfaat peneliti agar lebih memahami permasalahan yang mungkin dialami oleh perempuan penjaga parkir dalam ruang lingkungan
keluarga dan pekerjaannya. 2.
Sebagai sumbangan bagi masyarakat agar lebih mengetahui dan memperluas wacana seputar kehidupan perempuan penjaga parkir dan agar
posisi perempuan dalam keluarga, pekerjaan, dan lingkungan sekitarnya mendapat tempat yang layak, dihormati, dan diberi kesempatan yang sama
dengan laki-laki untuk berkompetisi dan maju.
1.5. Lokasi Penelitian
Secara umum, penelitian ini akan dilakukan di Kota Medan, yaitu di daerah kecamatan Medan Baru Kelurahan Babura. Yang meliputi jalan Abdulah
Lubis, jalan Iskandar Muda, Bank BRI, Kantor pos, sekitar Kampus Medicom dan sekitar pasar Pringgan. adapun tempat-tempat lain yang menjadih lokasi penelitian
di Kecamatan lain peneliti hanya memperkuat data-data yang menjadih lokasi penelitian. Adapun alasan pemilihan lokasi ini sebagai lokasi penelitian ialah
karena sejauh ini peneliti melihat di daerah tersebut dapat dijumpai perempuan yang berprofesi sebagai penjaga parkir yang tetap.
Universitas Sumatera Utara
1.6. Tinjauan Pustaka
Kebutuhan sosial ekonomi merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian suatu kelompok masyarakat, dimana aspek-aspek yang
dimaksudkan adalah sebagai bentuk interaksi antara individu yang satu dengan individu lainnya. Aspek sosial ini sangat berpengaruh terhadap sistem
perekonomian dan perilaku masyarakat itu sendiri. Sehingga aspek sosial ekonomi adalah seluruh aspek sosial yang ada dalam kehidupan ekonomi manusia termasuk
di dalamnya adalah penjaga parkir. Objek kajian penelitian sosial adalah gejala-gejala sosial atau kenyataan-
kenyataan sosial. Dalam hal ini manusia tidak dilihat dari kenyataan fisik dan biologis, melainkan sebagai mahluk sosial I Made Wirartha, 2006 : 87. Oleh
sebab itu hendaknya masyarakat melihat penjaga parkir perempuan selayaknya sebagai mahluk sosial, layaknya laki-laki sebagai penjaga parkir.
Penjaga parkir adalah profesi yang berkaitan dengan ketertiban. Dalam hal ini, penjaga parkir adalah pekerjaan atau profesi yang bertugas untuk merapikan
dan menjaga kendaraan, agar kendaraan dapat parkir dengan tertib dan aman. Pada umumnya masyarakat memandang bahwa pekerjaan penjaga parkir
merupakan pekerjaan yang dipegang oleh kaum laki-laki. Namun tak dapat dipungkiri, dengan tuntutan kebutuhan yang mendesak, kaum perempuan juga tak
kalah dengan kaum laki-laki dalam memerankan pekerjaan ini. Kenyataan tersebut tak terlepas dari adanya konsep gender yang mulai
sering menjadi wacana dalam masyarakat. Konsep gender merupakan suatu konsep yang memberikan penjelasan tentang peran laki-laki dengan perempuan
Universitas Sumatera Utara
yang dibentuk secara sosial dan budaya. Julia Celves Mosse mengatakan bahwa gender adalah seperangkat peran yang, seperti halnya kostum dan topeng di teater,
menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminism atau maskulin. Perangkat perilaku khusus ini yang mencakup penampilan, pakaian, sikap,
kepribadian, pekerjaan di dalam dan di luar rumah tangga, seksualitas, tanggungjawab keluarga dan sebagainya secara bersama-sama mengoles peranan
gender . Menurut ilmu Antropologi dan ilmu Sosiologi, Gender itu sendiri adalah perilaku atau pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yang sudah
dikonstruksikan atau dibentuk di masyarakat tertentu dan pada masa waktu tertentu.
Gender ditentukan oleh sosial dan budaya setempat sedangkan seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan oleh Tuhan. Misalnya laki-laki
mempunyai penis, memproduksi sperma dan mengahamili, sementara perempuan mengalami menstruasi, bias mengandung dan melahirkan serta menyusui dan
menopause. Sedangkan hubungan gender dengan seks adalah sebagai hubungan sosial antara laki-laki dengan perempuan yang bersifat saling membantu atau
sebaliknya malah merugikan, serta memiliki banyak perbedaan dan ketidaksetaraan. Hubungan gender berbeda dari waktu ke waktu, dan antara
masyarakat satu dengan masyarakat lain, akibat perbedaan Suku, Agama, Status Sosial maupun nilai tradisi dan norma yang dianut.
Istilah gender mencakup peran sosial kaum perempuan dan kaum laki-laki. Hubungan antara laki-laki dan perempuan seringkali sangat penting dalam
menentukan posisi keduanya. Demikian pula, jenis-jenis hubungan yang bisa berlangsung antara perempuan dan laki-laki akan merupakan konsekuensi dari
Universitas Sumatera Utara
pendefenisian gender yang semestinya oleh masyarakat. Pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki dalam masyarakat tertentu ditetapka oleh kelas,
gender dan suku. Tetapi sebagian perempuan juga hidup dalam keluarga, dan hubungan gender di dalam keluarga itu mewakili aspek yang amat penting tentang
cara bagaimana perempuan mengalami dunia. Pembuatan keputusan, akses terhadap sumber daya, pembagian kerja, dan hubungan di luar keluarga biasa jadi
semuanya diputuskan oleh hubungan gender di dalam unit keluarga itu sendiri. Berbicara tentang gender, tak terlepas dari adanya konsep ideologi gender. di
samping itu juga terdapat berbagai prespektif mengenai gender tersebut. Nunuk P. Murniati memberikan 3 prespektif gender yaitu prespektif agama, prespektif
budaya, dan prespektif keluarga.
1.6.1. Prespektif Agama
Dalam kehidupan berbudaya, manusia menciptakan berbagai aturan main untuk mengatur hubungan antar manusia dengan Sang Pencipta. Agama dalam hal
ini merupakan salah satu wujud dari kebudayaan manusia. Seperti hasil budaya manusia yang lain, agama dikembangkan berdasarkan pola berpikir yang sudah
ada dalam masyarakat. Ideologi gender juga mewarnai munculnya agama-agama dan perkembangannya. Warna atau pengaruh ini tampak dalam peraturan-
peraturan agama. Bahkan dalam kitab suci dan ajaran agama, pengaruh itu pun tampak pula dengan jelas. Alkitab menyatakan bahwa pada mulanya laki – laki
dan perempuan adalah, yaitu sama – sama diciptakan menurut gambar dan rupa Allah Kejadian 1:27, kesetaraankesamaan yang dimiliki oleh laki – laki dan
perempuan setelah itu adalah “telah berbuat dosa” dan “kehilangan kemuliaan
Universitas Sumatera Utara
Allah” Roma 3:23 dan perempuan diciptakan dalam rangka memenuhi kebutuhan laki – laki Adam akan “penolongteman yang sepadan”, bukan
pemuas nafsu, apalagi pesuruh Kejadian 2:20-22. Dari beberapa ajaran agama, dapat diketahui seberapa jauh agama mempunyai andil memantapkan ekses
negatif dari ideologi gender. Salah satu ekses ideologi gender adalah terbentuknya struktur budaya
patriakhat. Dalam budaya ini, kedudukan perempuan ditentukan lebih rendah daripada laki-laki. Di dalam masyarakat, terjadi dominasi laki-laki atas perempuan
di berbagai bidang kedudukan. Dalam keluarga, kedudukan suami lebih dominan. Situasi ini berarti meneguhkan patriarchy private dalam keluarga. Melalui
perkembangan kapitalisme yang makin matang, patriarchy private menjadi state patriarchy. Patriarkhi menjadi warna dalam kehidupan sosial. Dalam kehidupan
sosial, manusia mencipatakan aturan-aturan agama sebagai bagian dari struktur kebudayaan.
1.6.2. Prespektif Budaya
Pada waktu manusia masih berpikir sangat sederhana, mereka belajar dari yang merek lihat dalam kehidupan. Mereka menentukan pembagian kerja untuk
kelangsungan hidup. Mulailah pembagian kerja atas biologis. Sejarah mencatat bahwa, sejak zaman itu terjadi pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin.dari
sini kemudian muncul perbedaan jenis pekerjaan luar public dan pekerjaan dalamdomestic.
Universitas Sumatera Utara
Tersosialisasi oleh lingkungan hidupnya. Maka hidup perempuan cenderung berkelompok, mengelola makanan dan obat-obatan. Hal ini berbeda
dengan laki-laki yang bekerja diluar secara bebas. Lingkungan hidup laki-laki mensosialisaikan hidupnya berpindah-pindah. Aturan mengenai hidup dibuat
perempuan yang hidupnya menetap. Budaya ini dinamakan budaya matriakhat, dengan anak dikenal dengan garis keturunan ibu.
Perubahan budaya matriakhat menjadi patriakhat, terjadi pada waktu laki- laki mengenal peternakan. Sifat peternakan yang menciptakan harta,
membutuhkan pelimpahan harta sebagai warisan. Karena kebutuhan pelimpahan ini, laki-laki mulai mencari keturunannya untuk diberi hak waris pada waktu yang
sama maka terjadilah perampasan hak perempuan dalam mengambil keputusan. Peristiwa perampasan ini semakin kuat ketika manusia menghargai harta lebih
tinggi daripada nilai manusiawi. Perjalanan budaya patriakat makin kuat dan mantap, ketika terjadi
perubahan sosial ke masyarakat feodal. Kemudian masyarakat ini berkembang menjadi kapitalis, dan kemudian dikunci dengan sistem militeralisme. Akibat
perubahan sosial tersebut, dalam masyarakat terdapat pandangan bahwa norma manusia yang dianggap benar apabila dipandang dari sudut laki-laki. Semua ini
berlaku di berbagai aspek kehidupan, sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, bahkan agama. Keadaan ini yang melahirkan segala macam diskriminasi terhadap
perempuan, walaupun akibatnya mengenai laki-laki juga.
Universitas Sumatera Utara
1.6.3. Prespektif Keluarga
Ideologi gender hasil konstruksi masyarakat menimbulkan berbagai masalah keluarga, karena tidak ada kesetaraan dalam relasi antar manusia. Pemahaman
bahwa setelah menikah istri adalah milik suami, mengundang perilaku suami untuk menguasai istri. Dianggapnya bahwa istri adalah hak milik suami. Istri akan
menjadi tergantung karena ia dimiliki dan harus dilindungi. Padahal, dalam kenyataan belum tentu laki-laki seorang pribadi memiliki kemampuan untuk itu.
Akibat stereotipe yang memberikan lebel pada laki-laki dan perempuan, maka terjadilah pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin dalam keluarga. Anak
laki-laki dan anak perempuan dididik secara tradisi dan adat menurut konstruksi sosial, dan bukan atas kemampuan pribadi. Perkembangan anak akan masuk ke
dalam kontak stereotipe, sehingga sulit menemukan identitas dirinya. Setiap rumah tangga mempunyai ciri khas mengenai kegiatannya. Tetapi
secara garis besar diklasifikasikan sebagai berikut : 1.
Kegiatan pemenuhan kebutuhan hidup, seperti bekerja mencari nafkah untuk memenuhi pangan, sandang dan papan. Kegiatan belajar untuk anak,
penyediaan dan pemeliharaan pangan, sandang dan papan serta kegiatan lain yang menyangkut kebutuhan rumah tangga.
2. Kegiatan administrasi, yaitu kegiatan yang menyangkut cata mencatat.
Kegiatan ini meliputi peneydiaan dan pengaturan catatan keuangan, harta dan surat-surat peting yang dibutuhkan untuk urusan keluarga kartu
keluarga, surat kawin, ijasah, surat periksa dokter, surat keputusan dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
3. Kegiatan yang behubungan dengan luar, yaitu kegiatan bernegoisasi,
kegiatan berhubungan antar keluarga dan kegiatan sosial lainnya. Dari tiga macam kegiatan tersebut, setiap rumah tangga mempunyai
perincian yang berbeda-beda, tergantung status keluarga.
1.1.4. Perempuan Karier
Karier adalah keseluruhan pekerjaan baik yang digaji maupun yang tidak digaji, suatu proses belajar dan peran-peran yang disandang sepanjang hidup.
Biasanya, istilah karier berkaitan dengan pekerjaan yang menghasilkan uang dan merupakan suatu pekerjaan tunggal. Namun saat ini, dalam dunia kerja, istilah
karier dipandang sebagai suatu proses belajar dan pengembangan diri yang berkesinambungan. Kegiatan yang dapat disebut sebagai karier dan penunjangnya
antara lain : kerja praktek, keterlibatan dalam masyarakat,kegiatan wirausaha, kegiatan budaya, pelatihan, pendidikan, minat, olah raga, dan pekerjaan sosial
Sumber :antobey.wordpress.com20070906pengertian-karier -
Antara perempuan dan karier merupakan permasalahan tersendiri. Oleh karena kewajiban laki-laki adalah sama, sebaiknya sekarang takperlu lagi
dipersoalkan perempuan dan karier. Yang lebih penting untuk disadari bersama, bagaimana perempuan berkarier. Perempuan sendiri dituntut untuk mengambil
keputusan mengenai kedudukan dirinya. Hal ini ialah yang masih menjadi permasalahan sendiri pada perempuan Indonesia, sebab masih takut menghadapi
Tembok miring.
Universitas Sumatera Utara
konflik. Oleh karena itu lah, perempuan Indonesia membicarakan tentang isu yang menyangkkut perempuan. Misalkan seperti tenaga kerja perempuan,
pemerkosaan, dan sebagainya.
Perempuan dalam memili karier masih dipandang sebagai kelompok perempuan, belum banyak memandang sebagai pribadi manusia yang mempunyai
kemampuan tertentu. Keadaan biologis perempuan, teori-teori menegnai pembagian kerja secara seksual dan ajaran-ajaran agama yang menciptakan
ideologi tentang perempuan, ideologi gender. Ideologi ini membentuk pandangan seseorang yang akan terwujud dalam perilaku untuk mengambil keputusannya.
Proses ini terjadi pula dikalangan perempuan tiu sendiri yang memandang sudah terkondisikan sejak lahir. Pandangan akan berangsur-angsur berubah, bila didalam
pribadi manusia terjadi proses secara penuh. Seperti halnya manusia laki-laki, perempuan adalah mahluk biopsikis pula.
Sudut pandang yang dipergunakan untuk memandang perempuan tidak hanya sudut pandang biologis saja, tetapi juga sudut pandang psikologis. Apabila
dipandang dari sudut biologis saja, nilai-nilai sosial juga akan mengkhususkan kepada hal-hal yang berlaku bagi perempuan.
Dalam melaksanakan karyanya, atau dalam meniti karier, perempuan harus menentukan pilihan secara tegas dan konseptual. Artinya pandangan atau ideologi
mana yang diyakini. Bagi perempuan yang berkeluarga, tentu saja tidak dapat melepas dengan hubungan interkeluarganya. Karier di sini membutuhklan
dukungan, maka perlu memperbaiki hubungan interkeluarga, sehingga dalam
Universitas Sumatera Utara
mengambil keputusan secara pribadi dapat dukungan dan pengertian dari suami dan anak-anak.
1.6.5. Metode Penelitian
1. Tipe peneliti
Penelitian bertipe deskriptif kualitatif yaitu suatu penelitian yang mengumpulkan secara mendalam tentang perempuan sebagai penjaga parkir.
Dalam penelitian ada 2 jenis data yang dilakukan yaitu; 1.
Data primer yaitu data yang diperoleh dari lapangan melakukan orsevasi dan wawancara.
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh untuk melengkapi data-data
sekunder diperoleh dari studi kepustakaan yaitu dari berbagai Buku- Buku, Jurnal- Jurnal, Media massa, Internet yang berhubungan dengan penelitian
Observasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah orservasi tanpa partisivasi. Observasi tanpa partisivasi adalah sipeneliti atau pegamat melakukaan
pegamatan tanpa melibatkan diri dengan yang diamatinya. Dalam hal ini sipeneliti bertindak sebagai orang luar yang melihat gejala yang diamatin tersebut. Dengan
mengunakan kacamata atau referensi dengan standar tertentu atu seorang peneliti ahli ilmu sosial misalnya dengan mengunakan konsep dan teori- teori yang
digunakan dalam penelitian. Dalam orsevasi tanpa partisivasi dilakukan untuk menhendel kegiatan pada saat penjaga perempuan dalam melihat bagaimana cara
kerja, aktivitasnya, cara menertipkan kereta, benda yang dipergunakan, cara
Universitas Sumatera Utara
interaksi pegunjung dengan penjaga parkir perempuan dan cara kerja sama tukang parkir perempuan dan laki- laki.
Hasil pengamatan ditunjukan dalam cacatan hal yang dapat memudakan peneliti untuk membaca kembali informasi yang peneliti mendapat informasi di
lapangan. Wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam peneliti mengunakan wawancara atau interview guide dan dilakukan
dengan bantuan pedoman alat perekam tepe recorder yang menjadih alat bantu yang bisa merekam data-data yang di dapat dilapangan. Peneliti mengkategorikan
tiga informan yaitu informan pakal, informan kunci, informan biasa. 1.
Informan pangkal adalah orang yang pertama kita temuin dilapangan dalam hal ini infoman pangkal yang menjadih informasi yang bisa
melengkapi data-data. Ini biasanya adalah masyarakat yang tinggal di sekitar tempat penelitian tersebut yang menjadih pekerjaanya penjaga
parkir. 2.
Informan kunci adalah orang yang memahami atau yang mengetahui banyaknya perempuan penjaga parkir. Ini biasanya orang yang megelolah
perpakiran atau orang yang menjadih bertanggung jawab atas penjaga parkir. Ini biasanya bos yang yang berada disekitar wilayah parkir tersebut
dan ini juga tanggung jawab Pemerintah atau PEMKO Kota Medan. 3.
Informan biasa adalah dibutukan untuk memperoleh informasi data yang mendukung seperti masyarakat sekitar.yang bertempat tinggal disekitar
wilayah penjaga parkir dan masyarakat yang berkunjung disekitar penelitian.
Universitas Sumatera Utara
Wawancara mendalam yang ditunjukan kepada informan pangkal yang dibutukan untuk mengelolah informasi tentang siapa- siapa yang dapat
memberikan dan memperoleh informasi lebih dalam yang bertujuan yang diteliti dilapagan perempuan penjaga parkir. Wawancara ditunjukan kepada informasi
tentang perempuan penjaga parkir yang berda di Kota Medan, alasan dilakukanya penelitian ini sebagai penjaga parkir perempuan untuk memperlancar wawancara
terlebih dahulu dibagun baik dengan informasi dengan cara datang berkunjung ketempat pekerja perempuan penjaga parkir. Agar hubunganya baik- baik dalam
mengikuiti berbagai kegitan sehari- hari para informan.
1.6.6. Analisa Data
Analisis data merupakan suatu proses pengaturan data, yang mengorganisaikan ke dalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar Moleong,
2000. Analisa data ini dilakukan secara kualitatif sesuai dengan metode yang akan dilakukan dalam penelitan ini. Maka semua data yan akan diperoleh disusun,
diolah secara sistematis dan kemudian baru dianalisis agar dapat mempermudah kegiatan dan hasil penelitian dapat disimpulkan. Penganalisaan ini akan dilakukan
dalam bentuk deskriptif analisis artinya apa yang akan dianalisis kelak, akan menghailkan suatu bentuk laporan sebagai hasil akhir dari penelitian yang
dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
2. 1. Sejarah Kota Medan
Keberadaan Kota Medan saat ini tidak terlepas dari dimensi historis yang panjang, dimulai dari dibangunnya Kampung Medan Puteri tahun 1590 oleh Guru
Patimpus, berkembang menjadi Kesultanan Deli pada tahun 1669 yang diproklamirkan oleh Tuanku Perungit yang memisahkan diri dari Kesultanan
Aceh. Perkembangan Kota Medan selanjutanya ditandai dengan perpindahan ibukota Residen Sumatera Timur dari Bengkalis Ke Medan, tahun 1887, sebelum
akhirnya statusnya diubah menjadi Gubernemen yang dipimpin oleh seorang Gubernur pada tahun 1915. Secara historis, perkembangan kota medan sejak awal
memposisikannya menjadi jalur lalu lintas perdagangan. Posisinya yang terletak di dekat pertemuan Sungai Deli dan Babura, serta adanya Kebijakan Sultan Deli
yang mengembangkan perkebunan tembakau dalam awal perkembanganya, telah mendorong berkembangnya Kota Medan sebagai Pusat Perdagangan ekspor-
impor sejak masa lalu. Sedang dijadikanya Medan sebagai ibukota Deli juga telah medorong kota Medan berkembang menjadi pusat pemerintahan. Sampai
saat ini, di samping merupakan salah satu daerah Kota, juga sekaligus Ibukota Sumber :
Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di propinsi Sumatera Utara, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis
secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan
www.pemkomedan.go.idmdnbar.php
Universitas Sumatera Utara
sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah daerah. Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis
sebab berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat dengan kota-kota negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia,
Singapura dan lain-lain. Demikian juga secara demografis Kota Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barangjasa yang relatif besar. Hal ini tidak
terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar dimana tahun 2007 diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa. Demikian juga secara ekonomis
dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor tertier dan sekunder, Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan
regionalnasional.
2.2. Kota Medan Secara Geografis
Koordinat geografis Kota Medan 3º 30º-3º 43’ LU dan 98º 35’-98º 44’ BT. Permukaan tanahnya cenderung miring ke Utara dan berada pada ketinggian 2,5-
37,5 m di atas permukaan laut.
Secara umum ada 3 tiga faktor utama yang mempengaruhi kinerja pembangunan kota, 1 faktor geografis, 2 faktor demografis dan 3 faktor
sosial ekonomi. Ketiga faktor tersebut biasanya terkait satu dengan lainnya, yang secara simultan mempengaruhi daya guna dan hasil guna pembangunan kota
termasuk pilihan-pilihan penanaman modal investasi.
Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951,
Universitas Sumatera Utara
Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan
dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66IIIPSU tanggal 21
September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat.
Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang
terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan. Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor
1402271PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran Kelurahanmenjadi 144 Kelurahan.
Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.222772.K1996 tanggal 30 September 1996
tentang pendefitipan 7 Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992
tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21
Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembangan administratif ini Kota Medan kemudian tumbuh secara geografis, demografis dan
sosial ekonomis.
Secara administrative,wilayah kota medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan
dan Timur. Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat
Universitas Sumatera Utara
Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber
Daya alam SDA, Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber
daya alam seperti Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini
menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat
dengan daerah-daerah sekitarnya.
Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang pintu
masuk kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun kuar negeri ekspor-impor. Posisi geografis Kota Medan ini telah
mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik , yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.
2.3. Kota Medan Secara Demografis