Latar Belakang Perempuan Penjaga Parkir (Studi Deskriptif tentang perempuan sebagai penjaga parkir di Kota Medan ).

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kajian tentang perempuan merupakan suatu kajian yang tidak habis- habisnya dan banyak menarik perhatian para ahli. Hal ini terbukti dengan banyaknya berbagai penelitian selama ini terhadap masalah perepuan terutama tentang peranan perempuan dalam ekonomi rumah tangga. Namun penelitian tentang peranan perempuan ini selalu kembali kepada kenyataan bahwa tidak ada defenisi yang seragam mengenai peranan perempuan, tetapi selalu kebudayaan tertentu. Perempuan sebagai individu yang bebas juga memiliki harapan-harapan, kebutuhan-kebutuhan, minat-minat, dan potensinya sendiri. Menurut pandangan psikologis humanistik, yang menenkankan nilai positif manusia, perempuan juga membutuhkan aktualisasi diri yang seoptimal mungkin demi pengembangan dirinya, yaitu sesuatu yang pada akhirnya juga membawa dampak positif pada pengembangan umat manusia secara umum E. K. Poewandari, 1995 : 314 . Sebenarnya dapat dikatakan bahwa perbedaan-perbedaan yang mendasar antara tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan. Salah satunya adalah presentase keterlibatan di pasar tenaga kerja, perempuan masih tertinggal jumlahnya daripada laki-laki. Alasan yang lain adalah persoalan jenis pekerjaan, perempuan biasanya terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan yang dianggap kurang terampil, kurang stabil mudah mengalami penyusutan, berupa relatif lebih rendah daripada laki-laki dan kemungkinan untuk naik jenjang sangat kecil. Pekerja perempuan yang terlibat dalam sektor informal, biasanya berasal dari Universitas Sumatera Utara rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi menengah ke bawah. Di mana bekerja menjadi suatu strategi menghadapi tekanan ekonomi sekaligus mewujudkan rasa tanggungjawab terhadap kelangsungan ekonomi rumah tangganya. Adapun alasan lain mengapa perempuan ingin bekerja ialah karena mereka ingin memiliki uang sendiri dan agar biasa mengambil keputusan sendiri tanpa harus minta izin atau berembug dengan suami Abdullah, 1997 : 230 Dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa dari tahun ke tahun, makin banyak perempuan yang berperan ganda. Sebagian perempuan bekerja karena memang kondisi rumah tangga yang menuntut agar mereka ikut berperan serta dalam mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, sedangkan sebagian lagi bekerja untuk kepentingan diri sendiri, yaitu untuk kepuasan batin dan sarana aktualisasi. Bagi sebagian wanita dengan kelas ekonomi menengah ke atas, bekerja dianggap sebagai sarana untuk menjalin komunikasi dengan dunia luar. Untuk kalangan perempuan dengan kelas ekonomi bawah, sebetulnya peran ganda bukan suatu hal yang baru. Sejak dulu mereka biasa bekerja sambil tetap mengasuh anak sehingga punya suami ataupun tidak, mereka tetap dituntut untuk bekerja guna mencukupi kebutuhan. Sehingga pada situasi ini perempuan akan tersudutkan pada kondisi yang sulit, karena bekerja di satu sisi bagi mereka adalah suatu keharusan, maka seringkali memaksa mereka menerima pekerjaan tanpa pertimbangan yang matang, apapun jenis pekerjaan itu. Hal ini biasanya diakibatkan akses terhadap lapangan pekerjaan dan rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki. Kaum perempuan dirasakan akan semakin sulit untuk berkompetisi, terutama dengan kaum laki-laki. Akhirnya mengakibatkan banyak perempuan yang masih tertinggal, khususnya dalam sektor Universitas Sumatera Utara ekonomi. Sehingga keadaan semacam inilah yang akhirnya membua “ bargaining power “. perempuan menjadi lemah, dan mereka terpaksa menerima jenis pekerjaan yang sebetulnya kurang disukai atau bahkan dianggap kurang sesuai dengan kodratnya sebagai perempuan. Situasi ini akhirnya juga menempatkan perempuan sebagai pihak yang mudah untuk dipemainkan pihak lain, seperti mandor, calo, dan para pengusaha. Banyak perempuan yang memilih pekerjaan sektor informal. Biasanya jenis pekerjaan yang mereka geluti adalah jenis pekerjaan yang dekat dengan aktivitas kesehariannya seorang perempuan, seperti : berdagang, membuka warung, menjahit pakaian, menjadi pekerja salon, dan sebagainya. Namun kenyataannya sekarang, tidak ada lagi pembatasan tempat di mana perempuan tidak dapat bekerja. Hal ini dilihat dari pekerjaan-pekerjaan perempuan sekarang yang menggeluti bidang yang dahulu diketahui sebagai lahannya kaum lelaki, antara lain : penjaga pom bensin, supir angkutan umum, tukang becak, tukang bengkel, dan penjaga parkir. Untuk kawasan yang relatif maju dan berpenduduk cukup besar di Indonesia, Kota Medan merupakan salah satu kota yang banyak menjanjikan peluang untuk berusaha dan bekerja. Salah satunya adalah sebagai penjaga parkir. Kondisi ini sedikit banyak dipengaruhi oleh kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi IPTEK yang merupakan imbas dari globalisasi. Masyarakat dengan berbagai kultur secara sengaja tidak akan berperan sebagai pencipta dan pengguna teknologi. Salah satunya adalah perkembangan tingkat pembangunan seperti mall, ruko, indomaret, rumah makan dan lain-lain tidak memberikan peluang bagi perempuan untuk bekerja sebagai penjaga parkir. Universitas Sumatera Utara Pada kasus perempuan yang berprofesi sebagai penjaga parkir, mereka masih dianggap aneh dan dipadang sebelah mata oleh sebagian kalangan masyarakat. Hal ini bukan hanya menyangkut pergeseran isu perempuan feminin, namun juga anggapan bahwa perempuan sedikit banyak akan mengalami kendala dengan situasi sosial yang notabene masih jarang dikerjakan oleh kaum hawa. Belum lagi hal ini dikaitkan dengan pandangan perempuan sendiri yang pada faktanya kebanyakan tidak ingin memilih jenis pekerjaan yang biasanya menjadi lahannya laki-laki, apalagi pekerjaan sebagai penjaga parkir. Hal ini sedikit banyak juga berkaitan dengan fakta bahwa dunia kerja laki-laki itu identik dengan kekerasan dan persaingan. Sehingga apabila kaum perempuan memasukinya mungkin akan ada potensi untuk dilecehkan dan mendapat berbagai stereotipe negatif pada mereka. Fenomena ini bukan hanya memperlihatkan pergeseran peran yang terjadi antara laki-laki dan perempuan dalam sektor publik, namun juga anggapan yang selama ini dikonstruksikan dalam masyarakat, bahwa perempuan adalah sosok feminin, lemah, dan harus dilindungi ternyata berangsur-angsur bergeser. Sekarang perempuan juga dituntut harus mampu “ menghandle” jaman dan berbagai persoalan hidup yang semakin kompleks. Keadaan ini semakin menarik bukan hanya karena jenis pekerjaannya cukup “menantang “ tapi juga kita ketahui bersama bahwa pada sebagian besar masyarakat keluarga di Indonesia masih sangat kental budaya patriakhinya, tidak terkecuali di Kota Medan. Di mana budaya ini selalu mengedepankan kepentingan dan pendapat dari ayah anak laki-laki daripada perempuan. Sehingga Universitas Sumatera Utara perempuan jarang diberi kesempatan, hak, dan kebebasan mengeluarkan pendapat atau kehendak termasuk dalam hal memilih jenis pekerjaan. Di Kota Medan sendiri, kebebasan perempuan yang berprofesi penjaga parkir biasa dibilang belum begitu mendapat sorotan. Hal ini selain dikarenakan jumlah mereka yang memang sedikit, juga karena daerah atau tempat kerja parkiran mereka yang memang berbeda satu sama lain, sehingga sulit untuk menemukan mereka berada di suatu tempat yang sama. Daerah atau tempat kerja mereka di wilayah Kota Medan, antar lain : Medan Baru, Daerah Medan Petisah, Lapangan Merdeka, dan daerah padang bulan dan lainya. Memang nantinya masih banyak tantangan yang akan didapat kelompok tersebut karena mereka dianggap “ mencuri “ lahannya laki-laki, yag didukung oleh faktor-faktor cultural dan sosial yang juga akan menghambat kemajuan perempuan. Untuk itu dituntu suatu keberanian dan daya juang yang tinggi bagi seorang perempuan tukang becak untuk meruntuhkan berbagai anggapan miring tersebut dan selanjutnya merekosntruksi anggapan yang baru, yang mana anggapan yang tidak menyudutkan perempuan. Sehingga diharapkan perbedaan gender yang melahirkan berbagai peran bagi setiap orang, tidak lagi menimbulkan berbagai permasalahan ketidakadilan, seperti pelecehan seksual, stereotipe,marginalisasi, ataupun eksploitasi pada perempuan. Termasuk dalam situasi perempuan yang bekerja sebagai penjaga parkir. Untuk itu saya sebagai peneliti merasa tertarik untuk melihat kegiatan dan interaksi perempuan penjaga parkir ini sehari-hari, baik antara sesama penjaga parkir perempuan maupun dengan penjaga parkir laki-laki. Universitas Sumatera Utara Guna mengetahui dan mendalami berbagai keuntungan ataupun permasalahan yang mungkin akan timbul karena jenis pekerjaan yang mereka geluti jauh dari bayangan dan harapan perempuan kebanyakan. Apalagi kasus ini belum begitu banyak mendapat sorotan dari masyarakat, khususnya masyarakat di Kota Medan, bahkan masih banyak pihak yang belum mengetahuinya. Namun yang lebih penting, diharapkan nantinya hasil penelitian ini dapat membuka cakrawala dan pemikiran masyarakat umum tentang bagaimana kegiatan, interaksi, dan hubungan kerja di tempat kerja mereka dan tingginya daya juang yang dapat dilakukan oleh kaum perempuan.

1.2.. Perumusan Masalah