Bank Dalam Masalah Likuiditas

tingkat profitabilitas ini begitu rendah maka bank akan rentan terhadap suatu shock yang mengancam likuiditas dan solvabilitas bank. Pada industri perbankan, kompetisi di antara perbankan bagaimanapun dapat menurunkan tingkat profitabilitas masing-masing bank dan apabila tingkat profitabilitas ini begitu rendah, maka suatu kejutan yang tidak terduga dapat terjadi pada sistem ekonomi dan finansial sehingga dapat mengakibatkan bank akan mengalami kerugian yang cukup berarti dan ini tentunya dapat mengancam likuiditas dan solvabilitas bank 138 .

C. Bank Dalam Masalah Likuiditas

Bank adalah lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi, membantu kelancaran sistem pembayaran, dan yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai lembaga yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan bank sentral, yaitu kebijakan moneter. Karena fungsi-fungsinya tersebut, maka keberadaan bank yang sehat, baik secara individu maupun secara keseluruhan sebagai suatu sistem, merupakan prasyarat bagi suatu perekonomian yang sehat. Pentingnya kesehatan lembaga keuangan, khususnya perbankan, dalam penciptaan sistem keuangan yang sehat mempunyai beberapa alasan, antara lain : 139 1. Keunikan karakteristik perbankan yang rentan terhadap serbuan masyarakat yang menarik dana secara besar-besaran bank run sehingga berpotensi merugikan deposan dan kreditur bank; 138 Hasil riset Bank Indonesia Satgas BLBI dengan HLB Hadori Rekan, Studi Keuangan......Op. Cit, hlm 17. 139 Anwar Nasution, Stabilitas Sistem Keuangan ........., Loc. Cit, hlm 5-6. Universitas Sumatera Utara 2. Penyebaran kerugian di antara bank-bank sangat cepat melalui contagion effect sehingga berpotensi menimbulkan systemic problem; 3. Proses penyelesaian bank-bank bermasalah membutuhkan dana dalam jumlah yang tidak sedikit; 4. Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sebagai lembaga intermediasi akan menimbulkan tekanan-tekanan dalam sektor keuangan financial distress; 5. Ketidakstabilan sektor keuangan akan berdampak pada kondisi makro ekonomi, khususnya dikaitkan dengan tidak efektifnya transmisi kebijakan moneter. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian 140 Tata cara penilaian tingkat kesehatan bank telah dimulai pada tahun 1975 dengan menilai terhadap dua unsur, yaitu keadaan keuangan dan tata kerja. . Penilaian kesehatan bank dilakukan oleh Bank Indonesia secara teratur dan diberitahukan kepada bank secara berkala. 141 140 Pasal 29 angka 2 UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Penilaian mengenai keadaan keuangan bank ditinjau dari posisi likuiditas, rentabilitas dan solvabilitasnya. Penilaian mengenai tata kerja bank diukur berdasarkan pelaksanaan 141 Unit Khusus Museum Bank Indonesia, Sejarah Bank Indonesia Periode III : 1966-1983, Bank Indonesia Pada Masa Stabilisasi, Rehabilitasi, dan Pembangunan Ekonomi , Jakarta : Bank Indonesia, 2006 hlm 321. Universitas Sumatera Utara asas-asas tata kerja yang sehat dan kepatuhan terhadap ketentuan perbankan yang berlaku lainnya. Tata cara penilaian tingkat kesehatan bank tersebut menerapkan sistem penalty points atas hasil penilaian yang didasarkan pada besar kecilnya jumlah nilai problema yang dihitung. Berdasarkan tata cara penilaian tingkat kesehatan bank tersebut, predikat bank diklasifikasikan ke dalam empat golongan, yaitu sehat, cukup sehat, kurang sehat dan tidak sehat. Kemudian, pada tahun 1977 tata cara penilaian tingkat kesehatan bank disempurnakan dengan menambah unsur aktiva produktif. Terhadap masing-masing unsur diberi bobot penilaian, yaitu keadaan keuangan dengan bobot 50 masing-masing likuiditas 20, rentabilitas 16 dan solvabilitas 14, aktiva produktif 20 dan tata kerja 30. 142 Selanjutnya, bersamaan dengan kebijakan Paket Februari 1991 Pakfeb 1991 metoda penilaian tingkat kesehatan bank diubah. Dalam ketentuan yang dikeluarkan pada Pakfeb 1991, metode penilaian kesehatan bank berdasarkan credit points nilai kredit, yang ditetapkan dari 0 sampai 100. Makin besar nilai kredit, makin baik predikat kesehatan bank. Pokok-pokok penilaian kesehatan bank tersebut didasarkan atas hasil analisis faktor-faktor yang dinilai, terdiri dari lima faktor yang disebut CAMEL, yaitu capital permodalan, assets kualitas aktiva produktif, management manajemen, earnings rentabilitas, dan liquidity likuiditas. Masing-masing faktor tersebut diberi bobot penilaian, yaitu permodalan 20, kualitas aktiva produktif 30, manajemen 30, rentabilitas 10 dan likuiditas 10. Predikat tingkat kesehatan 142 Ibid, hlm 322. Universitas Sumatera Utara yang diterapkan sama dengan ketentuan sebelumnya, yaitu sehat, cukup sehat, kurang sehat dan tidak sehat. 143 Seiring dengan pesatnya perkembangan yang terjadi di bidang perbankan yang berpengaruh pada meningkatnya kompleksitas usaha bank dan profil risiko yang dimiliki bank, serta terjadinya perubahan metodologi penilaian kondisi bank yang diterapkan secara internasional, maka sistem penilaian tingkat kesehatan bank juga perlu diatur kembali. Berdasarkan PBI No. 610PBI2004, yang dinilai tidak hanya faktor CAMEL, tetapi juga sensitivitas terhadap risiko pasar sensitivity to market risk , sehingga terdapat enam faktor yang dinilai yang disebut CAMELS. 144 Berdasarkan hasil penilaian terhadap faktor-faktor tersebut, yang mencakup perhitungan dan analisis dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan atau pembanding yang relevan, ditetapkan peringkat setiap faktor. Penetapan peringkat setiap faktor dilakukan setelah mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari setiap komponen yang dinilai. Berdasarkan hasil penetapan peringkat setiap faktor selanjutnya ditetapkan Peringkat Komposit composite rating yang merupakan hasil akhir dari proses penilaian tingkat kesehatan bank, sebagai berikut : 145 143 Unit Khusus Museum Bank Indonesia, Sejarah Bank Indonesia Periode IV : 1983-1997, Bank Indonesia pada Masa Pembangunan Ekonomi Dengan Pola Deregulasi Jakarta : Bank Indonesia, 2006 hlm 372-373. 144 PBI No. 610PBI2004 Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Pasal 1 angka 4 : Tingkat Kesehatan Bank adalah hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian kualitatif terhadap faktor- faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar. 145 Pasal 7 PBI No. 610PBI2004. Universitas Sumatera Utara a. Peringkat komposit 1 PK-1, mencerminkan bahwa bank tergolong sangat baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan; b. Peringkat komposit 2 PK-2, mencerminkan bahwa bank tergolong baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan, namun bank masih memiliki kelemahan-kelemahan minor yang dapat segera diatasi oleh tindakan rutin; c. Peringkat komposit 3 PK-3, mencerminkan bahwa bank tergolong cukup baik, namun terdapat beberapa kelemahan yang dapat menyebabkan peringkat kompositnya memburuk apabila bank tidak segera melakukan tindakan korektif; d. Peringkat komposit 4 PK-4, mencerminkan bahwa bank tergolong kurang baik dan sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan atau kombinasi dari kondisi beberapa faktor yang tidak memuaskan, yang apabila tidak dilakukan tindakan korektif yang efektif berpotensi mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya; e. Peringkat komposit 5 PK-5, mencerminkan bahwa bank tergolong tidak baik dan sangat sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan serta mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya. Suatu bank dapat mengalami permasalahan likuiditas apabila mengalami permasalahan keuangan akibat ketidaksesuaian antara arus kas masuk dengan arus kas keluar mismatch. Apabila permasalahan likuiditas tersebut tidak segera ditangani, dikhawatirkan kepercayaan nasabah terhadap bank tersebut merosot dan Universitas Sumatera Utara nasabah berbondong-bondong menarik uangnya bank run sehingga bank dimaksud tidak berfungsi secara normal. 146 Pengelolaan likuiditas merupakan salah satu hal yang sangat mempengaruhi indikator penentuan penurunan kesehatan suatu bank. Penilaian terhadap faktor likuiditas dalam penilaian tingkat kesehatan bank meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut 147 a. Rasio aktivapasiva likuid, potensi maturity mismatch, kondisi loan to deposit ratio LDR, proyeksi cash flow, dan konsentrasi pendanaan. : b. Kecukupan kebijakan dan pengelolaan likuiditas assets and liabilities management ALMA, akses kepada sumber pendanaan, dan stabilitas pendanaan. Dalam pengelolaan likuiditas dikenal beberapa komponenunsur, yaitu Giro Wajib Minimum, Rekening Giro di Bank Indonesia, Dana Pihak Ketiga DPK, dan Cadangan Kedua secondary reserve. 1. Pengelolaan likuiditas dalam kaitannya dengan Giro Wajib Minimum GWM ditentukan dengan menggunakan suatu formula yang berlaku umum bagi semua bank. GWM adalah jumlah dana minimum yang wajib dipelihara oleh bank yang besarnya Giro Wajib Minimum GWM 146 Bank run sangat rentan terhadap rumor yang dengan mudah menyebar dan makin besar yang dapat berpengaruh pada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan. Suatu bank dapat kolaps apabila semua nasabah percaya terhadap rumor yang berkembang di tengah masyarakat dan kemudian semua bertindak menarik simpanannya. Bank tersebut tidak akan mampu melikuidasi asetnya dalam waktu singkat untuk dapat memenuhi efek domino terhadap bank lain sehingga bank- bank lain kesulitan memenuhi kewajiban pembayaran kepada nasabahnya dampak sistemik. Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan JPSK, http:www.jpsk.infopublishdetail.php?module=det_naskahid=11 , Diakses Kamis, 28 April 2011. 147 Pasal 4 ayat 5 PBI No. 610PBI2004. Universitas Sumatera Utara ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK. Persentase GWM dihitung berdasarkan perbandingan antara saldo giro Bank Indonesia harian yang dipelihara oleh bank dengan rata-rata kewajiban kepada masyarakat atau DPK yang ada di seluruh cabang dari bank yang bersangkutan pada 2 dua periode sebelumnya. Pada saat ini, sesuai PBI No. 1219PBI2010, Bank Indonesia menentukan besaran minimal GWM yang harus dipelihara bank, yang terdiri dari GWM Primer sebesar 8, GWM Sekunder sebesar 2,5, dan GWM LDR dalam perhitungan tertentu dengan memperhatikan pemenuhan LDR oleh bank. Menjaga agar GWM dalam batas minimal yang ditetapkan Bank Indonesia dan alat likuidkas tetap tersedia harus dijadikan prioritas utama dalam kegiatan bank sehari-hari. Dalam kaitan perhitungan GWM, rata-rata DPK setiap bulannya dibagi menjadi 4 empat periode sebagai berikut : i Periode I, yaitu tanggal 1 sd 7, ii Periode II, yaitu tanggal 8 sd 15, iii Periode III, yaitu tanggal 16 sd 23, iv Periode IV, yaitu tanggal 24 sd akhir bulan. 2. Saldo giro bank pada Bank Indonesia yaitu saldo giro yang dicatat dalam pembukuan Bank Indonesia. Walaupun bank yang mempunyai beberapa cabang, tetapi bank hanya memelihara 1 satu rekening giro saja yang berada di Kantor Pusat Saldo Giro Bank pada Bank Indonesia Universitas Sumatera Utara Bank Indonesia, sehingga hasil kliring seluruh kantor cabang bank dan seluruh transaksi bank melalui Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement BI-RTGS akan diperhitungkan di rekening tersebut. Besarnya giro Bank Indonesia yang diperlukan oleh setiap bank setiap harinya ditentukan oleh : a. Besarnya penarikan tunai dalam operasional sehari-hari; b. Besarnya kewajiban jatuh tempo yang harus dipenuhi oleh bank; c. Besarnya komitmen kredit yang akan ditarik; d. Batas minimal GWM yang harus dipelihara. 3. DPK dalam rupiah meliputi jumlah dana milik masyarakat yang ada pada seluruh cabang dari bank yang bersangkutan, baik berupa giro, tabungan, deposito maupun kewajiban lainnya kepada masyarakat seperti transfer yang belum dibayarkan, dan lain-lain. DPK dalam rupiah ini tidak termasuk dana yang diterima dari hasil transaksi money market dengan bank komersial lainnya atau dari Bank Indonesia. Dana Pihak Ketiga DPK 4. Selain cadangan wajib GWM dikenal pula sejenis cadangan lainnya yang biasa disebut dengan cadangan kedua secondary reserve. Sifat cadangan ini adalah tidak wajib, tetapi dengan tujuan untuk keamanan bank itu sendiri bila suatu saat jumlah giro Bank Indonesia tidak memenuhi syarat minimal GWM. SBI dan SUN merupakan surat berharga bank yang dapat berfungsi sebagai cadangan kedua. SBI Cadangan Kedua Secondary Reserve Universitas Sumatera Utara diterbitkan oleh Bank Indonesia dan risikonya nihil karena pengembalian pokok dan bunganya dijamin langsung oleh Bank Indonesia. Ketidaksesuaian atau mismatch dalam pengelolaan likuiditas dapat mengakibatkan bank diberhentikan sementara dalam kegiatan kliring. Kinerja dan kestabilan perbankan dalam praktek sehari-hari dapat dipantau dari mekanisme pelaksanaan kliring antar bank. Kliring adalah pertukaran data keuangan elektronik danatau warkat antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu 148 Dalam upaya mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal untuk mendukung stabilitas sistem keuangan, sejak bulan Juli 2005 Bank Indonesia meningkatkan kualitas penyelenggaraan kliring melalui pengembangan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia SKNBI dengan mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia PBI No. 718PBI2005 Tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia. Dari penjelasan umum PBI ini terdapat pokok-pokok perubahan sebagai berikut : . 1. Mengingat penggunaan nota kredit untuk transfer dana antar bank melalui kliring dipandang sudah tidak efisien, khususnya terkait dengan biaya pencetakan warkat dan prosedur pemrosesan warkat itu sendiri, sementara transfer dana antar bank melalui Sistem BI-RTGS yang nilainya lebih besar telah dilakukan secara paperless, maka perlu dikembangkan sistem kliring yang mengakomodir transfer dana antar bank melalui kliring tanpa kewajiban Transfer kredit tanpa warkat 148 Pasal 1 angka 4 PBI No. 125PBI 2010 Tentang Perubahan Atas PBI No. 718PBI2005 Tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia. Universitas Sumatera Utara melakukan pertukaran fisik warkat paperless. Dengan adanya pengembangan tersebut, maka mekanisme penyelenggaraan kliring yang semula menggabungkan proses antara transfer debet dan transfer kredit perlu dipisahkan antara kliring untuk transfer debet kliring debet yang masih bersifat paperbased dan kliring untuk transfer kredit kliring kredit yang sudah paperless. 2. Bersamaan dengan penerapan transfer kredit tanpa warkat, penyelenggaraan kliring kredit telah dapat dan akan dilakukan secara nasional yang memungkinkan peserta mengirimkan transfer kredit untuk tujuan kantor bank diseluruh wilayah Indonesia. Kliring kredit nasional 3. Berkenaan dengan upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip manajemen risiko dalam penyelenggaraan kliring yang bersifat multilateral netting sesuai dengan Core Principles yang dikeluarkan oleh Bank for International Settlement, maka untuk mengantisipasi kemungkinan kegagalan peserta dalam memenuhi kewajibannya dalam penyelesaian akhir, maka bank diharuskan untuk menyediakan pendanaan awal prefund pada setiap awal hari sebelum kliring debet dan kliring kredit dimulai. Konsekuensi atas tidak dipenuhinya penyediaan pendanaan awal prefund pada salah satu atau kedua penyelenggaraan kliring tersebut menyebabkan seluruh kantor bank yang menjadi peserta tidak dapat mengikuti kegiatan kliring debet dan kliring kredit pada hari tersebut. Manajemen Risiko 4. Peserta kliring mempunyai kewajiban dan tanggung jawab dalam mengkliringkan perintah transfer debet dan transfer kredit yang diterima dari nasabahnya serta kewajiban dan tanggung jawab untuk meneruskan dana kepada nasabahnya. Perlindungan konsumen Universitas Sumatera Utara Dalam penyelenggaraan kliring tersebut Bank Indonesia bertindak sebagai pengatur, penyelenggara, pengawas ketertiban dan kelancaran kliring. Pengaturan kliring oleh BI mencakup antara lain tata kerja dan prosedur kliring, tata kerja dan prosedur penyelesaian perhitungan kliring, mekanisme kliring dengan Pasar Uang Antar Bank dan penetapan jadwal kliring. Peserta kliring terdiri atas bank yang memenuhi syarat sebagai peserta kliring, baik sebagai peserta langsung maupun peserta tidak langsung. Salah satu kewajiban penting dari bank peserta kliring adalah memelihara rekening giro pada Bank Indonesia sejumlah tertentu yang disebut GWM. Ada 2 dua tujuan dari penetapan GWM tersebut, yaitu 149 1 Secara mikro, tersedianya dana siaga dari setiap bank agar setiap waktu dapat membayar kewajibannya; : 2 Secara makro, merupakan sarana pengawasan bank dan pengendalian moneter, yaitu untuk meredam ekses likuiditas yang berlebihan dari perbankan yang dapat mendorong ekspansi yang berlebihan atau spekulasi. Memperhatikan tujuan dari GWM tersebut, pada umumnya bank memelihara giro pada BI sedikit lebih besar dari GWM, dengan memperlihatkan kebiasaan penarikan dan penyetoran oleh nasabah bank serta berjaga-jaga dari hal-hal yang tidak terduga. Melalui mekanisme perhitungan kliring dapat dilakukan pemantauan terhadap kestabilan dan manajemen likuiditas bank, antara lain dari indikator sebagai berikut : 149 Hasil Riset Bank Indoneswia Satgas BLBI dengan HLB Hadori Rekan, Studi Keuangan ....., Loc. Cit, hlm 22.. Universitas Sumatera Utara

1. Penghentian Sementara Dalam Kegiatan SKNBI