Teknik Pengumpulan Data Status dan Kedudukan Bank Indonesia

13 Peraturan Bank Indonesia No. 1031PBI2008 Tentang Fasilitas Pembiayaan Darurat Bagi Bank Umum. b. Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa hasil penelitian para ahli, hasil karya ilmiah, buku-buku ilmiah, ceramah atau pidato yang berhubungan dengan penelitian dan keterangan pers. c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, kamus ekonomi, kamus perbankan, kamus bahasa Indonesia, kamus bahasa Inggris dan artikel-artikel lainnya, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri, baik yang berdasarkan civil law maupun common law. Situs web juga menjadi bahan penelitian sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian ini, dan digunakan secara layak untuk tujuan ilmiah.

3. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data sekunder bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan library research. Tehnik ini dipergunakan untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan, buku, tulisan ilmiah dan karya-karya ilmiah lainnya. Data primer sebagai data penunjang Universitas Sumatera Utara dikumpulkan dengan menggunakan tehnik penelitian lapangan field research dengan alat pengumpulan data berupa wawancara.

4. Alat Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data sekunder dilakukan dengan menggunakan instrumen studi pustaka dan studi dokumen pada lokasi penelitian di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX Sumut-Aceh di Medan dan Kantor Pusat Bank Indonesia di Jakarta. Pada tahap awal pengumpulan data, dilakukan inventarisasi seluruh data dan atau dokumen yang relevan dengan topik pembahasan. Selanjutnya, dilakukan pengkategorian data-data tersebut berdasarkan rumusan permasalahan yang telah ditetapkan. Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan metode analisis yang sudah dipilih. Data primer dikumpulkan dengan menggunakan wawancara. Tehnik wawancara dengan menggunakan wawancara tidak terstruktur dengan memakai pedoman wawancara. Wawancara dilakukan kepada beberapa pejabat Bank Indonesia di Kantor Pusat Jakarta yang terkait dengan proses pelaksanaan fungsi lender of the last resort, dan juga dengan mantan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia. 5. Analisa Data Data yang telah dikumpulkan dengan studi kepustakaan tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif yang didukung oleh logika berfikir secara deduktif sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 1 Mengumpulkan seluruh peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Bank Indonesia dan Perbankan dalam proses pelaksanaan fungsi lender of the last resort dan mengumpulkan bahan sekunder yang relevan. 2 Memilah-milah peraturan perundang-undangan yang benar-benar sesuai dengan masalah penelitian dan menyusunnya secara sistematis. 3 Menafsirkan kaidah-kaidah hukum yang ada dan menelaah bahan hukum sekunder untuk menemukan konsep-konsep yang diperlukan, misalnya konsepsi tentang bank sentral, likuiditas, moneter, perbankan, dan lain-lain. 4 Menemukan hubungan antara konsep-konsep yang ada dengan menggunakan kerangka teori yang sudah disusun, yakni teori-teori kesulitan likuiditas dan keuangan. 5 Mengumpulkan data wawancara dan mensistematisasikan data tersebut untuk mendukung argumentasi teoritis. 6 Menarik kesimpulan dan saran Universitas Sumatera Utara

BAB II BANK INDONESIA SEBAGAI

LENDER OF THE LAST RESORT

A. Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral Republik Indonesia 1. Landasan Yuridis

Sebelum Indonesia merdeka, Indonesia belum memiliki bank sentral seperti yang ada pada saat ini. Pada periode tersebut fungsi bank sentral hanya terbatas sebagai bank sirkulasi. Tugas sebagai bank sirkulasi dilaksanakan oleh De Javasche Bank NV yang diberi hak oktrooi tahun 1827, yaitu hak mencetak dan mengedarkan uang Gulden Belanda oleh Pemerintah Belanda. 73 Pada masa setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, dalam penjelasan bab VII pasal 23 UUD 1945 disebutkan bahwa dibentuk sebuah bank sentral yang disebut Bank Indonesia dengan tugas mengeluarkan dan mengatur peredaran uang kertas. Selanjutnya, pada tanggal 19 September 1945 dalam sidang Dewan Menteri, Pemerintah Indonesia mengambil keputusan untuk mendirikan satu bank sirkulasi berbentuk bank milik negara. Berkaitan dengan hal tersebut, langkah pertama adalah membentuk yayasan dengan nama “Pusat Bank Indonesia”. Yayasan tersebut merupakan cikal bakal berdirinya Bank Negara Indonesia. 74 Pada tahun 1949 berlangsung Konferensi Meja Bundar KMB di Den Haag, Belanda, dan salah satu keputusan pentingnya adalah penyerahan kedaulatan 73 Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Bank Indonesia, Bank Sentral Republik Indonesia, Sebuah Pengantar, Jakarta : PPSK, Bank Indonesia, 2004, hlm 24. 74 Ibid., hlm 25. 42 43 Universitas Sumatera Utara Indonesia kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat RIS. Berkaitan dengan masalah perbankan, pada saat tersebut utusan Pemerintah Indonesia mengalami kesulitan untuk mengusahakan agar Bank Negara Indonesia yang telah didirikan sejak tahun 1946 ditetapkan sebagai bank sentral RIS, sehingga Pemerintah Indonesia terpaksa menerima De Javasche Bank sebagai Bank Sentral. Dalam perkembangannya, pada tanggal 6 Desember 1951 dikeluarkan undang-undang nasionalisasi De Javasche Bank. 75 Pada 1 Juli 1953 dikeluarkan UU No. 11 Tahun 1953 tentang Pokok Bank Indonesia sebagai pengganti Javasche Bank Wet Tahun 1922. Mulai saat itu lahirlah satu bank sentral di Indonesia yang diberi nama Bank Indonesia. Sejak keberadaan Bank Indonesia sebagai bank sentral hingga tahun 1968, tugas pokok Bank Indonesia selain menjaga stabilitas moneter, mengedarkan uang, dan mengembangkan sistem perbankan, juga masih tetap melaksanakan beberapa fungsi sebagaimana dilakukan oleh bank komersial. Namun demikian, tanggung jawab kebijakan moneter berada di tangan Pemerintah melalui pembentukan Dewan Moneter yang tugasnya menentukan kebijakan moneter yang harus dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Selain itu, Dewan Moneter juga bertugas memberikan petunjuk kepada Direksi Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai mata uang dan memajukan perkembangan perkreditan dan perbankan. Kesemuanya ini, mencerminkan bahwa kedudukan Bank Indonesia pada periode tersebut masih merupakan bagian dari Pemerintah. 76 75 Ibid., hal 25. 76 Ibid., hal 25 Universitas Sumatera Utara Pada masa Orde Baru, Pemerintah mengeluarkan UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, yang menetapkan Bank Indonesia sebagai bank sentral dengan misi sebagai agen pembangunan dan juga bertugas sebagai kasir Pemerintah dan bankers’ bank . Misi sebagai agen pembangunan tercermin pada tugas pokoknya, yaitu pertama mengatur, menjaga dan memelihara stabilitas nilai rupiah, dan kedua mendorong kelancaran produksi dan pembangunan, serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat. 77 Selanjutnya, setelah Indonesia mengalami badai krisis ekonomi dan moneter sepanjang tahun 1997-1998, Pemerintah memberlakukan UU No. 23 Tahun 1999 yang mengukuhkan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral Republik Indonesia yang independen. UU No. 23 Tahun 1999 mengalami dua kali amandemen, yaitu dengan UU No. 3 Tahun 2004 dan terakhir dengan UU No. 6 Tahun 2009. Amandemen yang terakhir ini khusus terkait dengan penyempurnaan fungsi Bank Indonesia sebagai Lender of the Last Resort LoLR. Berdasarkan UU ini, Dewan Moneter sebagai lembaga pembuat kebijakan yang berperan merumuskan kebijakan moneter masih tetap dipertahankan. Pengaturan kelembagaan Bank Indonesia dalam konstitusi negara Republik Indonesia, sampai dengan amandemen ketiga UUD 1945 belum diatur dalam batang tubuhnya, melainkan hanya dalam penjelasan pasal 23 dan pengaturan kedudukan Bank Indonesia diserahkan kepada undang-undang. Barulah pada amandemen keempat yang diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat 77 Pasal 7 UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral. Universitas Sumatera Utara tanggal 10 Agustus 2002 pengaturan kelembagaan Bank Indonesia dimasukkan ke dalam batang tubuh UUD 1945, yaitu dalam Pasal 23D, yang berbunyi sebagai berikut : “Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang”. Penetapan status kelembagaan Bank Indonesia dalam batang tubuh UUD 1945 akan memberikan perlindungan konstitusi terhadap independensi Bank Indonesia. Hal ini diperlukan untuk mengantisipasi ketidaksesuaian pandangan antara bank sentral dan pemerintah yang dapat menempatkan bank sentral dalam posisi yang sulit karena ketidaksinambungan kedudukan dalam tatanan kenegaraan yang bersumber dari aturan konstitusi. Selain itu, hal ini juga untuk menjamin kepastian hukum dalam mengantisipasi timbulnya pemikiran untuk membubarkan bank sentral dan menggantinya dengan bentuk lembaga keuangan lainnya di luar bank sentral. 78 Dengan dicantumkannya kelembagaan Bank Indonesia dalam batang tumbuh UUD 1945, sebagaimana halnya Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan, maka status Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen menjadi jelas dan kuat dalam melaksanakan peran dan fungsinya sebagai bank sentral Republik Indonesia. Dengan dicantumkannya status Bank Indonesia dalam batang tubuh UUD 1945, maka Bank Indonesia sebagai bank sentral telah ditentukan oleh norma dasar yang berlaku di Indonesia, dimana norma dasar dianggap sebagai titik awal sebuah 78 Bank Indonesia, Sejarah Bank Indonesia Periode VI : 2000-2003, buku 6 Jakarta : Unit Khusus Museum Bank Indonesia, Bank Indonesia, 2010, hlm 84. Universitas Sumatera Utara prosedur, yaitu prosedur pembuatan hukum positif. Untuk itu, semua ketentuan yang mengatur kewenangan suatu badan yang sama dengan kewenangan Bank Indonesia dapat dipertanyakan validitas atau keabsahannya sesuai dengan norma dasar yang berlaku. 79

2. Status dan Kedudukan Bank Indonesia

Menurut pasal 4 ayat 1 UU No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.6 Tahun 2009, Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah danatau pihak lain kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam UU tentang Bank Indonesia. 80 79 Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Hans Kelsen tentang The Pure Theory of Law, disebutkan bahwa dasar keabsahan sebuah norma hanya didapat pada keabsahan norma yang lebih tinggi. Hanya otoritas yang kompeten yang dapat menciptakan norma yang sah, dan ini hanya dapat dilakukan berdasarkan sebuah norma yang memberikan kewenangan untuk melahirkan norma-norma. Norma yang memberikan dasar bagi keabsahan norma lainnya disebut sebagai norma yang lebih tinggi. Pencarian keabsahan terus ditarik dari norma yang lebih tinggi sampai dengan norma akhir tertinggi yang tidak dapat dipertanyakan lagi. Norma tertinggi inilah yang disebut sebagai norma dasar grundnorm dan dalam konteks Indonesia, norma dasar tersebut adalah Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai lembaga yang independen, Bank Indonesia memiliki otonomi penuh dalam pelaksanaan tugasnya. Disamping itu, untuk lebih menjamin independensi tersebut, maka kedudukan Bank Indonesia berada di luar Pemerintah. Pencantuman status independen dalam UU Bank Indonesia diperlukan untuk memberikan dasar hukum Apabila suatu norma yang telah disahkan ternyata bertentangan dengan norma dasar, maka melalui rules of changes, norma ini dapat dicabut dan diganti dengan yang baru. Di Indonesia, hal ini dapat diajukan dengan judicial review melalui Mahkamah Konstitusi. M.R.Zaver, Jurisprudence : An Outline, Kuala Lumpur : International Law Book Services, 1994, hlm 17-18. Di dalam Bismar Nasution, “Aspek Hukum Peran Bank Sentral dalam Stabilitas Sistem Keuangan SSK” , disampaikan pada Focus Group Discussion FGD tentang Peran Bank Sentral dalam Stabilitas Sistem Keuangan SSK”, Padang : Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia ISEI, 28 Mei 2009, hlm Op. Cit, hlm 2. 80 Pasal 4 ayat 2 UU Bank Indonesia. Universitas Sumatera Utara yang kuat, menjamin kepastian hukum dan konsistensi status kelembagaan Bank Indonesia. Dengan status sebagai lembaga independen ini, pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia wajib menolak danatau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam rangka pelaksanaan tugasnya. 81 Sebagai lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai kedudukan yang khusus dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan MPR, DPR, MA, BPK, atau Presiden yang merupakan Lembaga Tinggi Negara. Disamping itu, kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan Kementerian karena kedudukan Bank Indonesia berada di luar Pemerintah. Dalam pelaksanaan tugasnya, Bank Indonesia mempunyai hubungan kerja dengan DPR, BPK serta Pemerintah. Kedudukan Bank Indonesia dalam struktur ketatanegaraan RI dapat digambarkan sebagai berikut: 82 81 Pasal 9 ayat 1 dan 2, Ibid. 82 Satya Arinanto, Diktat Kuliah, Catatan Tambahan Politik Hukum 2 Jakarta, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Edisi Pertama, 2001, hlm 2. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan UU tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia adalah badan hukum. 83 Bank Indonesia dinyatakan sebagai badan hukum dengan undang-undang dimaksudkan agar terdapat kejelasan wewenang Bank Indonesia dalam mengelola kekayaan sendiri yang terlepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Selain itu, Bank Indonesia sebagai badan hukum publik berwenang menetapkan peraturan dan mengenakan sanksi dalam batas kewenangannya. 84 Esensi dari status dan kedudukan Bank Indonesia ini adalah agar pelaksanaan tugas Bank Indonesia dapat lebih efektif. Implikasinya, Bank Indonesia harus lebih transparan dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan memelihara kestabilan nilai rupiah yang tercermin pada laju inflasi dan nilai tukar.

3. Tujuan, Tugas dan Peran Bank Indonesia