Upaya Penyempurnaan Fungsi LoLR dan Politik Hukum Mencegah dan

adalah untuk mencegah terjadinya krisis perbankan yang akan memberikan dampak buruk terhadap perekonomian nasional. Bahwa keputusan tersebut merupakan langkah yang tepat, terlihat dari kondisi dari sistem perbankan yang terjaga baik, dan tetap tumbuhnya perekonomian Indonesia secara positif mencapai 4 di tahun 2008, sementara banyak negara lain mengalami pertumbuhan negatif minus atau nol persen. 181 Meskipun demikian, sesuai dengan rekomendasi DPR bahwa penegak hukum harus menindaklanjuti permasalahan hukum dari kasus Bank Century ini, maka sampai saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi KPK masih terus melakukan penyidikan kasus ini. Pertumbuhan ekonomi yang positif terus berlanjut pada tahun 2009, bahkan merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi yang tertinggi ketiga di dunia setelah China dan India.

B. Upaya Penyempurnaan Fungsi LoLR dan Politik Hukum Mencegah dan

Menangani Krisis Perbankan 1. Upaya Penyempurnaan Fungsi LoLR Setelah krisis 19971998 dan diberikannya status independen kepada Bank Indonesia berdasarkan UU No. 23 tahun 1999, Bank Indonesia tidak diperkenankan lagi memberikan kredit-kredit program dalam bentuk KLBI kredit likuiditas Bank Indonesia, tetapi sebagai bank sentral fungsi LoLR tetap melekat pada Bank Indonesia dengan pengaturan yang lebih fleksibel, yaitu penyediaan dananya tidak 181 Bank Indonesia, Krisis Global ..........., Op. Cit, hlm 15. Universitas Sumatera Utara lagi dibatasi oleh rencana kredit yang harus ditetapkan terlebih dahulu sebagaimana dulu diatur dalam pasal 32 ayat 4 UU No. 13 tahun 1968. Namun, fungsi Bank Indonesia sebagai LoLR berdasarkan UU No. 23 tahun 1999 juga masih sangat terbatas. Berdasarkan UU No. 23 tahun 1999 Bank Indonesia hanya dapat menjalankan fungsi LoLR kepada bank pada kondisi normal maksimum 90 hari dengan agunan berkualitas tinggi dan likuid, dan tidak mencakup untuk kondisi khusus darurat. Agunan tersebut dapat berupa surat berharga atau tagihan yang diterbitkan oleh pemerintah atau surat berharga sejenis lainnya yang bernilai tinggi dan dapat segera dijual ke pasar. Dalam kenyataannya, yang memenuhi kriteria tersebut pada saat itu hanya obligasi rekapitalisasi yang diterbitkan pemerintah dan SBI. Fasilitas tersebut berfungsi seperti fasilitas diskonto yang disediakan secara rutin oleh bank sentral untuk mengatasi kesenjangan mismatches likuiditas yang mungkin dihadapi oleh bank. Fasilitas tersebut tidak mencakup fungsi LoLR yang khusus digunakan dalam rangka pemberian bantuan likuiditas darurat kepada sistem keuangan dalam masa krisis. Dalam kondisi krisis, bank-bank umumnya tidak memiliki agunan berkualitas tinggi sehingga diperlukan beberapa pengecualian dari persyaratan kondisi normal. Menimbang bahwa status dan peranan Bank Indonesia berdasarkan UU No. 23 tahun 1999 dipandang sudah tidak sesuai lagi untuk menghadapi tuntutan perkembangan dan dinamika perekonomian nasional dan internasional, maka Pemerintah bersama DPR melakukan amandemen terhadap UU No 23 tahun 1999 Universitas Sumatera Utara dengan UU No. 3 tahun 2004. Termasuk yang dilakukan amandemen adalah fungsi LoLR yang mencakup juga kondisi darurat atau fasilitas kepada bank yang berdampak sistemik dan berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan. Dalam penjelasan umum UU No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 23 tahun 1999 dinyatakan sebagai berikut : “Sehubungan dengan pelaksanaan tugas Bank Indonesia, selama ini pelaksanaan fungsi sebagai the Lender of The Last Resort LoLR dilakukan oleh Bank Indonesia melalui pemberian fasilitas kredit kepada bank yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek dan dijamin dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan. Hal ini dirasakan sangatlah terbatas dan belum mencakup fungsi the Lender of the Last Resort yang dapat digunakan dalam kondisi darurat atau krisis. Untuk itu dengan Undang-undang ini dimungkinkan Bank Indonesia dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat yang pendanaannya menjadi beban pemerintah, dalam hal suatu bank mengalami kesulitan keuangan yang berdampak sistemik dan berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan. Mekanisme ini merupakan bagian dari konsep jaring pengaman sektor keuangan Indonesia Financial Safety Net yang diatur dalam undang-undang tersendiri”. Dalam pasal 11 ayat 5 UU No. 3 Tahun 2004 secara tegas juga diamanahkan untuk membentuk undang-undang dimaksud, yang dapat dikutip sebagai berikut : “Ketentuan dan tata cara pengambilan keputusan mengenai kesulitan keuangan Bank yang berdampak sistemik, pemberian fasilitas pembiayaan darurat, dan sumber pendanaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diatur dalam undang-undang tersendiri, yang ditetapkan selambat-lambatnya akhir tahun 2004”. Universitas Sumatera Utara Namun demikian, undang-undang sebagaimana diamanahkan oleh pasal 11 ayat 5 UU No. 3 Tahun 2004 tersebut sampai saat ini belum ada, baru dalam tahapan RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan JPSK yang belum pernah diajukan oleh Pemerintah kepada DPR. Untuk mengisi kekosongan hukum, antara Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia kemudian menandatangani Nota Kesepakatan Memorandum of Understanding pada tanggal 17 Maret 2004 mengenai ketentuan dan tata cara pengambilan keputusan mengenai kesulitan keuangan bank yang berdampak sistemik, pemberian Fasilitas Pembiayaan Darurat FPD, dan sumber pendanaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Selanjutnya, pada tanggal 29 Juni 2007 ditandatangani 182 a. Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan LPS tentang Pembentukan Forum Stabilitas Sistem Keuangan. : b. Nota Kesepakatan dalam rangka Peningkatan Koordinasi dan Kerjasama antara Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan LPS Dalam Rangka Memperkuat Jaring Pengaman Sektor Keuangan. Ketika pertengahan tahun 2008 krisis global sudah semakin nyata Pemerintah merespon dengan mengeluarkan 3 tiga Peraturan Pengganti Undang-Undang PERPPU, yaitu 1 PERPPU No 2 Tahun 2008 tentang Perubahan UU Bank 182 Biro Humas, Bank Indonesia, Keterangan Pers, 29 Juni 2007. Universitas Sumatera Utara Indonesia, yang memungkinkan kredit berkolektibilitas lancar dijadikan agunan guna mendapatkan FPJP; 2 PERPPU No. 3 Tahun 2008 tentang perubahan UU Lembaga Penjamin Simpanan, yang digunakan sebagai dasar menaikkan nilai simpanan nasabah yang dijamin dari Rp 100 juta menjadi Rp 2 miliar; dan 3 PERPPU No. 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan JPSK. Berdasarkan PERPPU No. 2 Tahun 2008, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan mengenai FPJP dan FPD, yaitu : - PBI No. 1026PBI2008 tentang FPJP disempurnakan dengan PBI No. 1030PBI2008. - PBI No. 81PBI2006 tentang FPD disempurnakan dengan PBI No. 1031PDI2008. Perubahan yang mendasar dari kedua PBI tersebut, disamping mengenai masalah agunan adalah masalah perubahan persyaratan capital adequacy ratio CAR, yaitu untuk FPJP diubah dari minimal 8 menjadi asal CAR positif. Demikian juga untuk FPD yang semula minimal CAR 5 menjadi asal CAR positif. Perubahan persyaratan CAR ini salah satu yang dipermasalahkan BPK dan Pansus Bank Century terkait dengan FPJP yang diterima bank tersebut. PERPPU tentang JPSK dikeluarkan pemerintah untuk memberi jaminan ada penyelesaian bila terdapat bank atau lembaga keuangan bukan bank LKBB yang mengalami kesulitan likuiditas atau dinyatakan sebagai bank atau LKBB gagal yang dinilai berdampak sistemik. Selain itu, PERPPU ini juga mengatur pembentukan Universitas Sumatera Utara Komite Stabilitas Sistem Keuangan KSSK yang beranggotakan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia. Namun, PERPPU tentang JPSK ini kemudian ditolak oleh DPR pada rapat paripurna tanggal 18 Desember 2008 dan Pemerintah diminta segera mengajukan RUU tentang JPSK. Alasan penolakan DPR, antara lain keberadaan KSSK yang memberikan peranan besar kepada Menteri Keuangan, dan pasal 29 PERPPU JPSK yang memberikan kebebasan hukum kepada Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia. 183 Sampai saat ini RUU tentang JPSK ini masih belum diajukan oleh Pemerintah kepada DPR.

2. Politik Hukum Mencegah dan Menangani Krisis Perbankan