33 kondisi normal. Namun, pada kondisi musim hujan panen dilakukan pada siang
hari karena kandungan air pada jamur tiram putih di pagi hari masih tinggi, sedangkan pada siang hari sudah mulai menurun. Kadar air yang tinggi akan
menyebabkan kualitas jamur tiram putih menurun karena umur simpannya akan semakin pendek. Penanganan pascapanen yaitu dengan membersihkan kotoran
yang menempel pada bagian akar jamur menggunakan pisau atau gunting. Dengan cara tersebut, umur simpan jamur akan lebih lama dan penampilannya lebih
menarik. Jamur yang telah dipanen kemudian dimasukkan kedalam plastik dengan berat 5 kg per plastik.
5.3. Sumber Daya Manusia
Tenaga kerja yang dimiliki oleh Bapak Ramadin berjumlah 20 orang yang terdiri dari 7 orang perempuan dan 13 orang laki – laki. Pekerja bekerja sesuai
dengan divisi masing – masing yaitu 8 orang di divisi produksi baglog, 4 orang di divisi inokulasi, 3 orang di divisi pembuatan bibit F2 dan F3, dan 5 orang di divisi
pemeliharaan atau budidaya jamur tiram putih. Divisi produksi baglog bertanggung jawab mulai dari penerimaan bahan
baku yang datang, penyimpanan, pengomposan, pengadukan, pengantongan, pengukusan sterilisasi, pendinginan, hingga baglog siap untuk diinokulasi bibit.
Divisi inokulasi bertanggung jawab melakukan inokulasi bibit jamur kedalam baglog dengan kondisi pekerja dan ruangan steril. Divisi pembuatan bibit F2 dan
F3 bertanggung jawab dalam pembuatan bibit sesuai jumlah yang ditentukan oleh pemilik usaha dalam setiap minggunya. Divisi pemeliharaan atau budidaya
bertanggung jawab mulai dari masa inkubasi baglog, panen, dan pasca panen atau pengemasan jamur yang siap untuk dijual. Seluruh tenaga kerja merupakan tenaga
kerja tetap dengan sistem pemberian upah borongan yang dibayarkan pada setiap minggu. Struktur organisasi di Kumbung Jamur Bapak Ramadin dapat dilihat
pada Gambar 7.
34
Gambar 8. Struktur Organisasi Kumbung Jamur Bapak Ramadin
Pemilik Usaha
Divisi Produksi Baglog
Divisi Inokulasi Bibit
Divisi Pembuatan Bibit F2 dan F3
Divisi Pemeliharaan atau Budidaya
Jamur
35
VI. ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH
6.1. Identifikasi Sumber Risiko Produksi
Faktor pendorong timbulnya sumber risiko produksi adalah tenaga kerja atau sumber daya manusia. Tenaga kerja tidak dikategorikan sebagai sumber
risiko produksi tetapi faktor pendorong timbulnya risiko. Hal tersebut dikarenakan ketidakdisiplinan tenaga kerja tidak memberikan dampak langsung terhadap
kegagalan proses produksi budidaya jamur tiram putih, namun memberikan kontribusi atas sumber risiko produksi. Menurut pemilik usaha bahwa pekerja
dinilai memiliki keterampilan yang baik dan tingkat displin yang tinggi. Sumber risiko pada usaha budidaya jamur tiram putih diantaranya sumber
daya manusia, hama, penyakit, cuaca, kegagalan sterilisasi baglog, dan teknologi inkubasi. Berdasarkan identifikasi yang dilakukan di lokasi budidaya jamur tiram
putih milik Bapak Ramadin, terdapat tiga sumber risiko produksi yang mempengaruhi produktivitas jamur tiram putih. Sumber risiko tersebut dinilai
memiliki dampak yang besar bagi pelaku usaha jika dibandingkan sumber risiko lainnya dan dinilai paling penting oleh pelaku usaha. Pada usaha budidaya jamur
tiram putih Bapak Ramadin tidak ditemukan adanya hama dan tidak ada kesalahan dalam teknologi inkubasi. Sumber risiko produksi pada usaha budidaya
jamur tiram putih Bapak Ramadin adalah kegagalan proses kegagalan sterilisasi baglog pengukusan, penyakit, dan perubahan suhu udara pada kumbung.
1. Kegagalan Proses Sterilisasi Baglog Pengukusan
Proses sterilisasi baglog merupakan salah satu tahapan didalam proses produksi budidaya jamur tiram putih. Sterilisasi merupakan proses pengukusan
baglog menggunakan steamer pada suhu 100 C dengan waktu empat jam.
Pengukusan baglog bertujuan untuk melumpuhkan atau bahkan memusnahkan mikroba atau jamur liar yang terkandung pada bahan baku. Kegiatan pengukusan
baglog di kumbung jamur Bapak Ramadin dilakukan setiap hari menggunakan steamer
berkapasitas 3.000 baglog. Kegagalan baglog akibat sterilisasi yang tidak berhasil terjadi jika suhu
pengukusan tidak mencapai 100 C dan waktu pengukusan kurang dari 4 jam. Jika
hal tersebut terjadi maka tujuan sterilisasi tidak tercapai, karena terdapat mikroba
36 atau jamur liar yang tahan terhadap pemanasan suhu tinggi. Pengisian steamer
yang melebihi kapasitas juga mengakibatkan kegagalan sterilisasi karena kondisi ruang yang terlalu padat menyebabkan panas tidak menyebar merata ke seluruh
bagian sehingga baglog tidak matang. Selain itu, kondisi plastik pembungkus yang bocor dan tidak tertutup rapat juga dapat menyebabkan kegagalan proses
sterilisasi. Kegagalan pengukusan baglog dapat dilihat secara visual dengan indikator warna. Baglog yang berhasil dalam pengukusan berwarna cokelat
sedangkan baglog yang gagal berwarna hitam, hijau, atau biru. Kegagalan pada tahap pengukusan baglog umumnya 1 – 5 persen dari
jumlah baglog yang disterilisasi atau 30 - 150 baglog dari 3.000 baglog dalam satu kali pengukusan. Kegagalan baglog akibat proses pengukusan terjadi di setiap
siklus. Pada siklus pertama yaitu 300 baglog, siklus kedua yaitu 200 baglog, siklus ketiga yaitu 400 baglog, siklus keempat dan kelima masing – masing yaitu
100 baglog, dan siklus keenam yaitu 50 baglog.
2. Penyakit
Penyakit yang menyerang baglog pada budidaya jamur tiram putih dapat menurunkan produktivitas yang mengakibatkan kerugian. Faktor penyebab
munculnya serangan penyakit diantaranya adalah jika pekerja dan ruangan tidak steril saat proses inokulasi bibit, kondisi kumbung tidak bersih, baglog setelah
panen tidak dibersihkan, serta kualitas bahan baku dan formulasi yang kurang tepat. Penyakit yang menyerang baglog jamur pada usaha budidaya jamur tiram
putih milik Bapak Ramadin disebabkan tumbuhnya jamur oncom atau Neurospora sitophila
. Karakter jamur neurospora akan menghambat pertumbuhan miselium dan tubuh buah bahkan dapat membuat miselium jamur tiram mati.
Jamur ini termasuk jamur yang sulit dimatikan, karena karakter dari sporanya sendiri bersifat termofilik mampu bertahan dalam suhu tinggi dan mampu
menyerang media baglog yang matang atau pun tidak. Indikator terdapatnya neurospora yaitu munculnya serbuk berwarna orange pada permukaan kapas
penyumbat baglog. Pertumbuhan jamur neurospora disebabkan kandungan nutrisi yang tinggi pada media baglog jamur. Neurospora menyebar melalui udara atau
terbawa oleh angin, sehingga baglog yang telah mengalami kontaminasi harus
37 segera dipisahkan atau dibuang agar tidak menyebar dan menyerang baglog lain
yang berada dalam satu kumbung. Kegagalan yang disebabkan oleh penyakit umumnya 0,5 – 3 persen dari
jumlah baglog atau sekitar 15 – 90 baglog dari 3.000 baglog. Kerusakan baglog akibat penyakit pada siklus pertama yaitu 50 baglog, siklus kedua yaitu 100
baglog, siklus ketiga tidak ada baglog yang terserang penyakit, siklus keempat yaitu 300 baglog, siklus kelima yaitu 100 baglog, dan siklus keenam yaitu 80
baglog.
3. Perubahan suhu udara pada kumbung
Pada budidaya jamur tiram putih, suhu udara memegang peranan penting untuk mendapatkan pertumbuhan jamur yang optimal. Pada umumnya suhu
optimal pertumbuhan jamur tiram yaitu 22 – 28 C. Perubahan suhu udara pada
kumbung yang ekstrim akan mengganggu pertumbuhan jamur tiram putih. Perubahan suhu udara pada kumbung disebabkan adanya musim hujan dan
kemarau yang terjadi. Pada peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau akan menyebabkan penurunan hasil panen jamur karena tubuh buah jamur tiram
yang tumbuh kerdil, sehingga hasil panen tidak maksimal. Pada peralihan musim dari musim kemarau ke musim hujan akan menyebabkan kondisi jamur basah,
sehingga pada saat akan dipanen kadar air yang terkandung dalam jamur tinggi. Jika kadar air yang terkandung tinggi maka kualitas jamur akan menurun karena
umur simpannya pendek. Kondisi tersebut tidak dapat dihindari dan akan selalu berulang pada setiap tahunnya. Dampak dari kondisi tersebut adalah menurunkan
harga jual jamur. Kegagalan yang disebabkan oleh perubahan suhu umunya terjadi kurang
lebih 15 persen. Pada sikuls pertama terdapat 500 baglog yang rusak atau 250 kg jamur, siklus kedua yaitu 1.300 baglog atau 650 kg jamur, siklus ketiga yaitu 200
baglog atau 100 kg jamur, siklus keempat yaitu 1.500 baglog atau 750 kg jamur, siklus kelima yaitu 600 baglog atau 300 kg jamur, dan siklus keenam yaitu 1.000
baglog atau 500 kg jamur.
38
6.2. Analisis Probabilitas Sumber Risiko Produksi