Latar Belakang Analisis risiko produksi jamur tiram putih di Kampung Kukupu Kelurahan Cibadak Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor (Studi kasus : Kumbung Jamur Bapak Ramadin)

1 I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sayuran adalah salah satu produk hortikultura yang merupakan bahan makanan penting bagi tubuh. Jamur merupakan salah satu jenis sayuran produk hortikultura yang dapat dikembangkan dan diarahkan untuk memperbaiki keadaan gizi masyarakat. Di Indonesia kegiatan budidaya jamur termasuk relatif baru. Komoditas jamur baru dikenalkan pada tahun 1960-an dan mulai diusahakan secara komersial serta dikenal oleh masyarakat mulai 1970-an. Pengetahuan masyarakat tentang manfaat dan teknologi produksi, pengolahan, serta produk olahan jamur masih sangat terbatas. Dewasa ini masyarakat telah mengenal dan mengetahui bahwa jamur merupakan sumber makanan yang mengandung gizi tinggi dengan kandungan protein, karbohidrat, serat, mineral, dengan kandungan lemak rendah yang bermanfaat bagi kesehatan, sehingga beberapa tahun terakhir produk industri jamur mulai mendapat perhatian. Hal tersebut mengakibatkan permintaan jamur mengalami peningkatan. Kondisi ini tentu dapat dijadikan peluang yang berharga khususnya bagi petani jamur untuk menigkatkan produksinya. Perkembangan pola kunsumsi masyarakat yang mulai berminat mengkonsumsi jamur menyebabkan meningkatnya budidaya jamur yang mendorong peningkatan produksi. Hal yang menarik dari usaha budidaya jamur adalah aspek ekonomi yang cerah karena tidak membutuhkan lahan yang luas, media tumbuhtanam berupa limbah pertanian yang mudah diperoleh dengan harga relatif murah serta siklus produksi relatif cepat 1-6 bulan. Tabel 1 . Produksi Jamur di Indonesia Tahun 2007-2011 Tahun Produksi Ton Pertumbuhan 2007 48.246 - 2008 43.047 -10,77 2009 38.465 -10,64 2010 61.376 59,56 2011 45.851 25,29 Keterangan : = angka sementara Sumber : Departemen Pertanian 2012 2 Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 1 dapat diketahui produksi jamur dari tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 10,77 persen dan pada tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 10,64 persen. Pada tahun 2009 ke tahun 2010 menglami peningkatan sebesar 59,56 persen dan pada tahun 2010 ke tahun 2011 mengalami penigkatan sebesar 25,29 persen. Penurunan produksi disebabkan beberapa faktor diantaranya masih rendahnya pengetahuan dan keterampilan petani dalam proses budidaya, perubahan cuaca, skala usaha kecil dan masih tradisional, serta serangan hama dan penyakit. Peningkatan produksi antara lain disebabkan bertambahnya jumlah petani sebagai pelaku usaha bididaya jamur. Tabel 2. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jamur di Indonesia Tahun 2007-2011 Indikator Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 Luas tanam Ha 3773,87 636,90 700 684 497 Produksi Ton 48.246 43.047 38.465 61.376 45.851 Produktivitas TonHa 12,78 67,58 54,95 89,73 92,2 Keterangan : = angka sementara Sumber : Departemen Pertanian 2012 Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa produktivitas jamur mengalami peningkatan dari tahun 2007 ke tahun 2008, kemudian mengalami penurunan dari tahun 2008 ke tahun 2009, namun kembali mengalami peningkatan pada tahun 2010 dan 2011. Peningkatan dan penurunan produktivitas dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya alam, teknologi, penggunaan bahan baku berkualitas dan keterampilan sumber daya manusia sebagai tenaga kerja dan pelaku usaha. Penurunan produktivitas dipengaruhi antara lain oleh kondisi cuaca atau musim yang dapat mengurangi hasil produksi. Daerah sentra produksi jamur pada tahun 2010 berada di Pulau Jawa yang terdiri dari Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta. Jawa Barat dengan pertumbuhan rata – rata tertinggi dibanding tiga daerah lainnya menempati posisi kedua setelah Jawa Timur yang diikuti oleh Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Penurunan produksi jamur yang terjadi di Jawa Barat diantaranya 3 disebabkan adanya faktor bencana alam dan terjadinya serangan hama serta penyakit. Data produksi jamur di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Produksi Jamur di Pulau Jawa Tahun 2007-2011 Ton Lokasi Tahun Pertumbuhan 2007 2008 2009 2010 Rata – rata Jawa Barat 25.579,50 5.416,09 7.306,75 19.623,166 41,55 Jawa Tengah 3.241,50 1.444,95 1.838,93 1.189,386 -21,16 DI. Yogyakarta 975,10 750,30 651,32 804,966 -4,22 Jawa Timur 18.295 35.378,68 28.557,05 39.472,919 37,44 Sumber : Departemen Pertanian 2012 Di Indonesia jamur yang sering dijadikan bahan makanan yaitu jamur merang, jamur tiram, dan jamur kuping. Jamur tiram memiliki kandungan gizi yaitu protein dan lemak yang paling tinggi dibandingkan jamur merang dan jamur kuping. Kandungan karbohidrat jamur tiram lebih tinggi dari jamur merang tetapi lebih rendah dari jamur kuping. Perbandingan kandungan gizi pada jamur dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Perbandingan Kandungan Gizi Jamur dalam Bahan Makanan Protein Lemak Karbohidrat Jamur merang 1,8 0,3 4,0 Jamur tiram putih 27 1,6 58,0 Jamur kuping 8,4 0,5 82,8 Sumber : Rahmat S dan Nurhidayat 2011 Jamur tiram memiliki beberapa jenis yaitu jamur tiram putih, jamur tiram abu-abu, jamur tiram cokelat, dan jamur tiram merah. Jenis yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah jamur tiram putih, selain rasanya yang lebih lezat masyarakat juga lebih menyukai dan mengenal jamur tiram putih dibandingkan dengan jenis jamur tiram yang lain. Jamur tiram putih dapat diproduksi sepanjang tahun dalam areal yang relatif sempit, sehingga merupakan alternatif yang cukup baik dalam rangka memanfaatkan lahan pekarangan. Selain itu, budidaya jamur tiram tidak menggunakan bahan kimia atau pupuk anorganik sehingga tidak merusak lingkungan. 4 Jawa Barat merupakan propinsi yang memiliki luas panen jamur terbesar kedua setelah Jawa Timur namun memiliki produktivitas terendah. Hal tersebut dikarenakan para pelaku usaha jamur di Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta memiliki kemampuan dan pengalaman berusaha yang lebih baik, menggunakan bahan baku yang berkualitas, mampu menciptakan kondisi lingkungan tumbuh jamur yang ideal, dan mampu memanajemen risiko produksi yang terjadi dengan baik. Luas panen, produksi dan produktivitas jamur di Pulau Jawa pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jamur di Pulau Jawa Tahun 2010 No. Propinsi Luas Panen Ha Produksi Ton Produktivitas TonHa 1. Jawa Barat 324,67 19.623,16 60,4 2. Jawa Tengah 15,21 1.189,38 78,2 3. DI Yogyakarta 7,46 804,96 107,9 4. Jawa Timur 330,84 39.472,91 119,3 Sumber : Departemen Pertanian 2012 Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura 2012, daerah sentra jamur tiram putih di Jawa Barat yaitu Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Bandung. Kota Bogor merupakan daerah penghasil jamur tiram putih ketiga terbesar di Jawa Barat setelah Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor. Bogor merupakan daerah dengan karakteristik dataran tinggi yang memiliki suhu rendah dan kelembaban udara tinggi sehingga cocok bagi pertumbuhan jamur tiram putih. Selain itu, letak geografis Bogor yang lebih dekat dan akses yang lebih mudah dengan Ibu Kota Jakarta memungkinkan para pelaku usaha jamur tiram putih untuk memasok produknya ke wilayah tersebut dibandingkan wilayah lain di Jawa Barat yang memiliki jarak lebih jauh. Data produksi jamur tiram putih untuk wilayah kota dan kabupaten di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 6. 5 Tabel 6. Produksi Jamur Tiram Putih Menurut Wilayah Kota dan Kabupaten di Jawa Barat Tahun 2009 No Wilayah Produksi Kw 1. Kabupaten Cianjur 3.022.746 2. Kabupaten Bogor 357.075 3. Kota Bogor 343.327 4. Kabupaten Sumedang 312.495 5. Kabupaten Bandung 208.900 6. Kota Tasikmalaya 126.386 7. Kabupaten Garut 119.200 8. Kabupaten Indramayu 75.061 9. Kota Banjar 43.918 10. Kabupaten Kuningan 32.055 11. Kabupaten Tasikmalaya 10.365 12. Kota Cimahi 6.480 13. Kabupaten Ciamis 3.191 14. Kabupaten Sukabumi 2.400 15. Kota Cirebon 1.342 Sumber : BPS Jawa Barat 2012 Di Kota Bogor terdapat beberapa pelaku usaha budidaya jamur tiram putih dengan berbagai skala usaha yaitu skala besar, skala menengah, dan skala kecil. Usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak Ramadin merupakan kegiatan usaha terbesar di Kota Bogor dengan jumlah log yaitu 90.000 baglog per bulan yang termasuk skala usaha besar. Baglog hasil produksi tersebut tidak seluruhnya digunakan untuk budidaya oleh pemilik usaha, melainkan baglog dijual kepada para petani lain dengan skala usaha kecil sampai menengah yang datang untuk membeli baglog. Baglog yang sudah dibeli tersebut kemudian dipelihara atau dibudidayakan dengan kisaran waktu antara 3 – 4 bulan. Data pelaku usaha dapat dilihat pada Tabel 7. 6 Tabel 7. Data Beberapa Pelaku Usaha Budidaya Jamur Tiram Putih di Kota Bogor Tahun 2011 No Nama Lokasi Jumlah Logbulan 1. Jamur Jaya Muarasari 3.200 2. Tani Aslam Sukasari 24.000 3. Subur Makmur Situ Gede 20.000 4. Curug Bj. Neros Curug 1.200 5. Ramadin Tanah Sareal 90.000 Sumber : Dinas Pertanian Kota Bogor 2012

1.2. Perumusan Masalah